Beat 10

12.8K 1.4K 86
                                    


Setelah mengantarkan kepergian orangtua Caca keesokan paginya, Dewa dan Caca pun kembali ke rumah milik Dewa.

"Sudah datang kalian?" sapa Rumana begitu sosok mereka muncul. Dewa dan Caca menyalami Rumana.

"Pinter ya. Nggak bilang apa-apa. Kabur gitu aja cuma demi nyusulin perempuan?" Rumana bersidekap seraya menatap tajam pada putranya.

"Dewa salah paham, Bu. Aku kira Caca kabur dan pulang ke rumah orangtuanya," jelas Dewa.

"Kalau memang seperti itu, ya biarin aja. Itu namanya istri nggak tahu diri. Udah enak-enak di rumah suami, malah nyariin mamanya. Manja itu namanya," cibir Rumana.

Caca justru menatapnya acuh, lalu melangkah ke ruang makan dimana Bi Yanti baru meletakkan gorengan ikan. Ia mencomot sepotong ikan goreng dan segera melahapnya sambil berdiri, tidak sadar sama sekali bahwa kini Rumana menatapnya dengan mata yang nyaris menggelinding keluar.

"Kamu nggak pernah diajari sopan santun? Nyomot makanan gitu aja! Dasar perempuan jadi-jadian!" bentak Rumana.

"Bu!" sela Dewa, suaranya ditinggikan demi mendapat perhatian Rumana. "Caca lagi hamil. Dan kelakuan kayak gini wajar, Bu. Aturan di tempat kita aja yang nggak memperbolehkan menyicip makanan seenaknya. Tapi menurutku ini masih wajar. Toh kita sekarang satu keluarga," ucap Dewa berusaha melembutkan suaranya. Ia mengingatkan diri sendiri, bahwa wanita ini adalah wanita yang melahirkannya. Bukan musuhnya.

Sungguh, Dewa tidak pernah mengira akan mengalami rumah tangga dimana ibu dan istrinya saling tidak akur.

"Terus aja kamu bela dia!" balas Rumana membentaknya. Ia nyaris mencerca lagi ketika akhirnya teralihkan bersin.

Kening Dewa berkerut memandang ibunya. "Ibu sama adek-adek kemarin kehujanan kan pas pulang?" tanyanya teringat ketika ia kemarin bertemu mereka.

"Kamu nggak usah ngalihin pembicaraan!" tukas Rumana, kemudian kembali bersin-bersin lalu mengalihkan tatapan ke arah Caca yang kini memandanginya. "Apa kamu lihat-lihat?! Seneng ya kamu kalau seandainya saya sakit?"

Rumana kemudian berbalik meninggalkan Dewa, Caca dan Bi Yanti yang juga menatapnya bingung. "Bu, nggak makan?" panggil Dewa berusaha berdamai.

"Ibu nggak mau makan bekas diambil sembarangan sama perempuan itu!" ketus ibunya.

Dewa memijit keningnya. Ia mengalihkan perhatian pada Caca yang kini menatapnya. "Nggak usah kamu pikirin ya, Ca. Kebetulan peraturan di rumah kami memang agak kuno. Nggak boleh mencicip makanan sembarangan-lah. Nggak boleh mulai dan mengakhiri makan sebelum yang tua-tua lah. Memang banyak aturannya. Kamu sabar ya," ucap Dewa.

Caca hanya menganggukkan kepala. Ia tidak mengerti kenapa Dewa bisa begitu sabar menghadapi situasi ini. Ia sendiri sudah kebal dengan sikap mertuanya.

***

Sejujurnya, Rumana telah merasakan pening di kepalanya sejak bangun tidur tadi pagi. Karena itulah ketika putri-putrinya mengajak berjalan-jalan ia sama sekali tidak tertarik.

Setelah melampiaskan kemarahannya pada Dewa dan Caca, Rumana memilih beristirahat.

Ia terbangun ketika hari menjelang sore, itupun karena ketukan di pintu kamarnya. "Siapa?" sahutnya dengan suara yang agak serak.

"Saya, Nyonya." Itu suara Bi Yanti. "Saya membawakan makanan."

"Masuk, Bi," ucap Rumana seraya menegakkan diri di sandaran tempat tidurnya.

Bi Yanti masuk sambil membawa senampan makanan. "Anak-anak saya udah pada di rumah?" tanya Rumana.

"Den Dewa tadi habis makan siang keluar lagi, saya denger sih dipanggil manajernya. Terus kalau Mbak Windhy, Mbak Marina sama Non Aini, mereka belum pulang," jawab Bi Yanti seraya menata makanan di meja dekat tempat tidur.

TRAPPED (The PLAYERS 3 - REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang