Beat 9

13K 1.4K 47
                                    

Mas Dewa dihujat ... hihihi. Tanggung banget sih ya tuh orang? Wkwkwk

Semoga kalian masih bersedia baca kisah pasangan tanggung ini yah. Happy reading!

***

Kenapa dia bahkan nyium aku kalau masih nganggap aku nggak lebih sebagai adiknya? Buat apa? Ujian? Aku nggak cukup baik? Yah, wajar aja kan. Aku bahkan cuma pernah ciuman sama dia dan itupun dalam keadaan mabuk!

Caca melangkah geram menuju ke halaman samping rumah. Langkahnya berhenti ketika menemukan bangku panjang. Ia duduk menghenyakkan diri dan menghela napas menenangkan diri.

Setelah beberapa saat akhirnya ia menangkup wajahnya. Perlahan kesadaran kembali. Dewa tidak pernah mencintainya seperti itu, pernikahan ini yang memerangkapnya. Bayi dalam perut Caca lah penyebabnya.

Ia mengelus perutnya yang mulai membentuk lekukan samar. Kita nggak harus menahan ayah kamu, Nak. Dia pasti akan tetap mencintai kamu kalaupun kita nanti nggak sama dia.

Caca menghirup napas dalam, sekali lagi menenangkan dirinya sendiri. Lalu beranjak masuk. Ia berjalan ke kamarnya, menguatkan diri untuk berpura-pura tidak ada yang terjadi kalau nanti bertemu Dewa. Tapi pria itu tidak ada di sana.

Ia menoleh ke sekitar, memastikan bahwa Dewa sungguh tidak ada kemudian mengedikkan bahu. Caca mengeluarkan laptopnya, bermaksud mengecek email perusahan kepada ayahnya yang juga tersambung secara otomatis ke email Caca sendiri.

Hingga kemudian sebuah pemikiran terlintas, dan beberapa jam selanjutnya digunakan Caca untuk browsing kebutuhan bayi.

Caca juga membuka situs kampus dimana kemarin ia sempat mendaftarkan diri bahkan diterima. Ia menatap foto bangunan itu dengan murung.

Caca masih ingin kuliah, tapi tidak yakin dengan keadaan hamil ditambah pernikahan dadakan dengan artis seperti ini apakah semuanya bisa berjalan lancar.

Handphone Caca berbunyi. Orangtua dan kakaknya menelepon, menanyakan keadaannya. Dan semua perhatian itu membuat pertahanan Caca akhirnya runtuh. "Aku nggak kuliah dulu ya?" cetus Caca.

Di seberang sana, mamanya terdiam sejenak. "Jujur, mama memang lebih tenang kalau kamu nunda kuliah selama masa kehamilan."

Caca tersenyum lega mendengarnya. Pembicaraan di seberang sana terdengar diperebutkan, dan Caca menanti dengan waswas kalau papanya marah dengan keputusan itu.

"Kamu sudah pikirkan baik-baik? Yakin?"

Caca meneguk ludahnya. "Iya, Pa. Mungkin nanti kalau bayi Caca sudah bisa cukup besar buat ditinggal, Caca akan kuliah," ucapnya pelan.

"Baiklah, tapi papa mau minta tolong sesuatu. Mumpung kamu sekarang dan seterusnya tinggal di Jakarta sedangkan besok papa sama mama harus kembali ke Surabaya."

"Minta tolong apa? Soal kantor cabang yang disini?"

"Iya. Selama ini ada Pak Tanu yang mengurus kantor cabang di sini. Tapi tentu akan lebih baik kalau dia bisa memberikan laporan sama kamu dibanding jauh-jauh ke papa yang di luar kota."

"Oke." Caca menyahut ringan. Pak Tanu Direktur Kantor Cabang yang di Jakarta ini sudah mengenalnya dan bahkan beberapa kali bertemu dengannya. Pria itu tahu Caca hampir sama berkuasanya dengan Randu Atmawijaya walau usianya masih sangat belia.

Caca keluar kamar setelah menyelesaikan telepon untuk mengambil minum. Saat itulah ia melihat ibu mertua serta adik-adiknya nampak bersiap untuk pergi.

"Mbak, kami mau jalan-jalan mumpung di Jakarta. Ikutan yuk," ajak Windhy.

Caca menggeleng sambil tersenyum, lalu berbicara pada Rumana. "Bu, saya mau ijin ke rumah orang tua saya. Mau menginap disana. Besok mereka mau balik ke Surabaya. Boleh kan?"

TRAPPED (The PLAYERS 3 - REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang