ENAM

6.5K 682 27
                                    

Typo bertebaran, dan pastinya masih banyak kekurangan di sana sini. Jadi, buat pembaca yang udah mampir di lapak saya, tolong dimaklumin aja setiap kekurangan yang ada di dalam cerita saya. Nikmati dan ikuti saja alurnya kalau kalian merasa cerita saya bagus buat dibaca sampai akhir. Dan kalau menurut kalian cerita saya nggak menarik, masih sangat banyak cerita di dunia orange ini yang bisa kalian nikmati.

Saya ini adalah tipe orang yang sangat sederhana pemikirannya, jadi setiap cerita yang saya tulis pastinya sangat sederhana juga hasilnya. Tolong jangan dihujat apa lagi dihina.

Itu aja sedikit basa basi dari saya. Selamat membaca, dan semoga coretan saya yang sederhana ini bisa menemani kalian di waktu senggang.

🍓🍓🍓

                                            

Delisha mendesah lelah. Niat hati sesampainya di rumah ia akan mengurung diri di kamar untuk beberapa jam ke depan, dengan sangat terpaksa ia urungkan. Mempertahankan senyum yang menjadi ciri khasnya, dan demi sopan santun, Delisha menggapai tangan pria paruh baya yang sudah duduk angkuh di ruang tamu tersebut.

Entah mengapa, pria paruh baya yang merupakan saudara sepupu mendiang ayahnya itu datang tanpa pemberitahuan seperti ini? Biasanya pria dengan tatapan yang selalu masam itu hanya akan datang jika kakeknya ada di rumah.

Kalau boleh jujur, Delisha sudah dari dulu tidak menyukai kehadiran pamannya di rumah ini. Setiap kedatangannya pasti akan ada aura tidak mengenakan yang menyertai, membikin Delisha merinding, seolah-olah melihat tukang jagal yang siap memenggal kepalanya.

"Sudah lama, om?" tanya Delisha berbasa-basa, sedapat mungkin menyembunyikan gelisah yang tiba-tiba saja melanda dirinya tanpa diketahui apa penyebabnya.

Niko Azwar tak segera menjawab. Terlebih dahulu pria itu menatap penuh penilai sosok gadis muda yang memiliki garis keturunan yang sama dengannya. Masih muda, cantik, dan memiliki segala yang diimpikan semua orang. Apalagi jika bukan harta yang akan diwariskan oleh Arkana Azwar kepada gadis bau kencur itu.

"Belum terlalu lama." nada suara Niko terdengar tak bersahabat saat menjawab pertanyaan keponakannya.

"Om Niko ada perlu ya, sama kakek? Tapi sayang om, kakeknya lagi nggak ada di rumah."

"Saya ke sini bukan mau ketemu om Arka tapi mau ketemu sama kamu."

Kepala Delisha mengangguk pelan sebanyak beberapa kali sembari menerka dalam hati, sekiranya ada urusan apa sampai pria matang yang duduk di seberang meja sana menyempatkan waktu untuk menemuinya?

                                                        
Namun rupanya Delisha tak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan jawaban. Dengan segera di hadapannya telah terletak sebuah map berwarna coklat. Gadis itupun mengernyit tak mengerti mengenai situasi yang sedang dihadapinya saat ini.

"Saya sengaja datang ke sini untuk meminta kamu menandatangi surat-surat yang ada di dalam map itu." pungkas Niko langsung, dagunya mengedik ke arah map yang ia letakan di depan keponakannya itu.

"Surat apa itu, om?" tanya Delisha diantara banyakanya pertanyaan dalam benaknya.

"Halah, nggak usah banyak tanya kamu. Pokoknya tanda tangani saja. Setelah itu semuanya beres dan saya pun bisa segera pergi dari sini." tak sabaran Niko meletakan pulpen di samping map, menekan gadis muda itu dengan tatapan matanya yang tajam.

Titian Cinta Delisha [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang