TUJUH

6.4K 637 18
                                    

Fajar lelah. Semalaman ia tidak bisa tidur setelah mendengarkan pertanyaan bernada polos berasal dari bibir mungil seorang gadis muda yang ditanyakan tanpa dipikirkan lebih dulu dampaknya.

Bukan hanya membuat jantung Fajar berdetak tak karuan, gadis itu juga membuat ia gelisah sepanjang malam dengan khayalan melantur, membayangkan adegan percintaan pria dan wanita di atas ranjang. Bayangan yang terus berputar di benaknya tersebut membuat Fajar pusing di kepala dan menahankan nyeri di tubuh bagian bawah.

Fajar sudah berusaha sekuat tenaga mengenyahkan bayangan vulgar tersebut dari otaknya, akan tetapi akhirnya ia selalu kalah. Hingga yang terjadi selanjutnya ialah, ia tak bisa tidur sepanjang malam. Sedangkan gadis muda penyebab gelisah dalam dirinya itu tanpa beban meneruskan tidur, meninggalkan ia seorang diri di ruang makan.

Begitu sinar matahari mulai menyinari bumi serta menghilangkan suasana dingin sisa hujan semalam, Fajar tidak bisa menyembunyikan wajah kusut akibat matanya tak dapat terpejam. Mengundang tawa tertahan dari Ningrum yang sudah datang selepas adzan subuh tadi.

"Suntuk sekali keliatannya, Jar? Mau saya buatkan kopi?"

Kepala Fajar menggeleng lesu. "Tidak usah, mbak. Biar di rumah saja sehabis mengantar non Deli ke kampus."

"Gimana tadi malam, non Deli nggak ngerepotin kamu 'kan waktu dengar guntur dan petir?"

"Dia keliatan tenang, mbak. Malah saya yang ketar-ketir dibuatnya." keluh Fajar dengan suara mengecil di akhir kalimat.

Senyum Ningrum terkembang lebar. Biarpun diucapkan sepelan itu, tetap saja ia bisa mendengar apa yang dikeluhkan oleh pria yang selalu didera nasib buruk itu.

Bukan rahasia umum lagi kalau kisah Fajar di masa lalu, entah itu kisah percintaan ataupun jalan hidupnya yang terjal, membuat pria itu sangat tertutup. Begitu keras menempa hidupnya yang dulu kacau, hingga bisa seperti sekarang ini. Tidak ada senyum di bibir, serta tak ada wanita yang mau dibanggakan olehnya, seperti dulu, sebelum pria itu merasakan dinginnya tembok penjara.

                                                          Fajar sendiri bukannya tak menyadari jika wajah kusutnya membuat siapapun yang mengenalnya akan terheran melihat ia tak serapih biasanya. Dan andai saja ada yang bertanya mengapa ia bisa sekusut ini? Fajar ingin sekali menjerit, mengatakan bahwa 'semalam ada gadis yang minta diperawani olehnya'.

Namun sayangnya Fajar belumlah sesinting itu untuk mempermalukan dirinya sendiri. Pria matang dengan pengalaman hidup yang cukup banyak seperti dirinya tentu tak ingin membuat orang-orang beranggapan bahwa ia adalah 'pemangsa' gadis-gadis muda. Untuk itu, demi mengembalikan kewarasannya, Fajar berkata, "Saya manasin mobil dulu ya, mbak. Nanti kalau non Deli sudah mau pergi ke kampus, tolong suruh langsung ke depan saja. Saya nunggu di sana."

Cepat Ningrum mengerjapkan mata, menyadarkan diri dari lamunan. "Nggak sarapan dulu, Jar?" tanyanya kemudian.

"Nanti saja, mbak. Masih belum lapar, mungkin agak siangan baru saya nyari makan."

Ningrum tidak menahan saat pria yang lebih muda beberapa tahun darinya itu berlalu pergi dari hadapannya. Ia hanya bisa menghela napas panjang melihat punggung tegap itu perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan.

"Hayo... bu Ning lagi mikirin apa? Sampai ngelamun dan nggak nyadar Deli berdiri di depan mata." sergah Delisha, sampai membuat pengasuhnya itu tersentak kaget dibuatnya.

"Non Deli ini, datang-datang kok malah ngagetin ibu. Nanti ibu jantungan gimana, coba?" tutur Ningrum lembut seraya mengelus dada.

Delisha terkekeh saja, tahu jika wanita paruh baya yang merawatnya sejak kecil itu tidak memiliki riwayat penyakit serius yang ditanggungnya. Secara rutin, Delisha mengajak wanita yang sudah dianggapnya seperti ibu sendiri itu untuk memeriksakan kesehatannya, supaya tidak ada satu hal yang tidak diinginkan terjadi kepada wanita yang sangat disayanginya itu.
                                                
"Makan dulu, non, abis itu baru ke kampus. Kalau perut kosong, nanti nggak konsen belajarnya." lembut Ningrum menuntun gadis kesayangannya itu untuk duduk, dimana di atas meja telah terletak menu untuk sarapan pagi kesukaan gadis itu.

Titian Cinta Delisha [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang