ENAM BELAS

7.4K 821 90
                                    

Maaf ya teman2 karena udah molor updatenya padahal target udah terpenuhi. Nggak sengaja saya, cuma kemarin itu kepala rasanya mumet sekali.

Dan buat bab ini, targetnya masih sama kayak bab sebelumnya. Kalau misalnya nanti sore terpenuhi, saya bakal update satu bab lagi buat pencintanya cerita 'Titian Cinta Delisha'.

Udah ya, nggak usah lama-lama lagi. Selamat membaca, dan semoga kehadiran Delisha selalu dinanti.

🍓🍓🍓

                                          

Karamia Arsani tidak mampu berkata-kata. Lidahnya terasa keluh dan ia kepayahan bahkan hanya untuk menelan ludahnya sendiri demi melegakan tenggorokannya yang tiba-tiba saja terasa tercekik.

Melihat seorang wanita anggun namun berpenampilan sederhana dan tak menunjukan setinggi apa kelasnya sedang berdiri di ambang pintu yang Kara buka untuk seseorang yang memencet bel rumahnya, tentu bukanlah hal yang ia bayangkan akan terjadi. Bermimpi sekali pun Kara merasa tak pantas. Meski tidak dipungkiri bahwa Kara penasaran ingin melihat sosok wanita yang tak bisa ia usir keberadaannya di sisi Niko bahkan setelah pelayanan hebat yang ia berikan.

Tetapi kini, melihat wanita anggun nan cantik beranak dua itu berdiri dengan menampilkan senyum tanpa makna apalagi tidak ada keramahan di dalamnya, Kara jadi mengingat bagaimana saat dulu seorang Andriani Gautama dan putri sulungnya menyambangi rumahnya di masa lalu. Walau pun wanita itu bisa bersikap tenang, tetapi anaknya tak mau menahan-nahan emosi. Dia mengamuk dan menghancurkan semua barang.

Hingga tanpa disadari, saat itu Kara yang tak mau disalahkan mencoba melawan, lalu tangan mendorong keras Riani yang sedang mencoba menenangkan anaknya. Dan yang terjadi setelahnya adalah hal yang paling Kara sesali sampai saat ini.

"Apa kabar Karamia Arsani? Bagaimana kehidupanmu setelah bertahun-tahun lamanya menjadi simpanan suamiku?"

Tidak ada keramahan ataupun nada mencemooh dalam setiap kata yang diucapkan wanita di depannya itu. Semua terdengar datar seakan tak memiliki maksud apa pun. Itulah yang bisa Kara simpulkan dari apa yang ia lihat dan juga ia rasakan.

"Silahkan masuk dulu, mbak, kita bicara di dalam saja." bukan hanya demi kesopanan Kara berucap demikian, tetapi juga dikarenakan ia takut kembali menjadi tontonan masyarakat.

                                              
"Tidak usah, kita bicara di sini saja." tolak Riani cepat tanpa merasa perlu dipikirkan lagi. "Lagi pula saya tidak akan berlama-lama di sini. Tadinya saya mau ke rumah keponakan, kebetulan satu arah jadinya saya mampir sebentar untuk melihat keadaanmu. Apakah semakin bahagia karena limpahan materi dari Niko? Atau sekarang kamu menyesali keputusanmu yang telah menyia-nyiakan lelaki sebaik dan setulus Fajar?"

Kara mengernyitkan keningnya, menekan segala rasa tak mengenakan yang hadir dalam jiwa saat nama pria yang pernah ia lepaskan itu kembali disebutkan di depannya, membikin jiwanya yang dipenuhi penyesalan menyerukan untuk mencari tahu bagaimana kabar pria baik itu saat ini. Sehat ataukah sakit? Dan masihkan namanya bertahta di hati pria itu?

Sungguh Kara begitu merindu. Terkesan tidak tahu diri memang, jika mengharap pria itu masih mencintainya. Bahkan sekedar bermimpi pun Kara tidak layak untuk melakukannya. Akan tetapi penyesalan itu begitu kuat. Mengakar hingga ke dasar sanubarinya. Apa lagi kehidupan mewah yang sekarang dijalaninya tak memberikan sedikit pun bahagia untuknya, membuat Kara yang haus akan limpahan perhatian dan selalu dinomor-satukan selalu mengulang banyak pengandaian dalam hidupnya. Andai saja ia tak melakukan ini dan andai ia tak memilih itu.

Titian Cinta Delisha [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang