DUA PULUH SATU

9.7K 872 111
                                    

250 vote
75+ komentar

Dan juga saya mau ngasih tau, bab ini ada adegan 21+nya. Jadi, seperti biasa, saya cuma mau bilang, pintar2lah memilih bacaan. Yang ngeyel, resiko tanggung sendiri.

🍓🍓🍓

                                               

Setiap hari adalah harinya bermalas-malasan, itulah moto Delisha saat ini, tepatnya setelah wanita muda itu dinyatakan hamil oleh dokter dan emosinya seringkali berubah-ubah.

Maka jika Delisha sudah memutuskan menghabiskan waktunya dengan membaca novel di ruang keluarga sambil menunggu sang suami pulang bekerja, tidak ada siapa pun yang berani mengusiknya. Walau pun siang ini Delisha kedatangan tamu yang entah sibuk melakukan apa di dapur sana, wanita itu tetap fokus membaca novel yang baru saja dibelinya.

Lalu, di tengah-tengah asyiknya membaca novel, Delisha harus dibuat kesal karena mendengar suara bel yang ditekan terus menerus, membikin emosinya yang labil langsung tersulut.

Saat merasa tidak ada suara langkah kaki yang terdengar menghampiri pintu utama, dengan mendumel Delisha bangkit dari posisi rebahannya. Kemudian melangkah lebar untuk melihat siapa gerangan orang yang sudah berani mengusik waktu bersantainya.

"Hei kalau mau bertamu itu liat-liat dong. Gangguin orang tau nggak si... " semburan kekesalan Delisha terhenti, bibirnya terkatup rapat begitu melihat tamu yang terus menekan bel rumahnya.

Delisha tersenyum canggung karena ketahuan sudah bersikap tidak sopan kepada orang lain, apa lagi orang yang jelas-jelas lebih tua darinya.

"Saya ganggu kamu ya, Del? Kamu nggak lupa 'kan sama saya?"

Kepala yang rambutnya cuma dicepol itu menggeleng. "Nggak ganggu kok, tan. Tapi, kok tante Kara bisa tau rumah aku?" kening Delisha mengerut karena bingung.

"Cucunya seorang pengusaha kayak kamu, nggak akan sulit buat nemuin dimana kamu tinggal." jawab Kara dengan mata menyorot waspada, takut jika aksi nekatnya kali ini diketahui oleh sang pemilik rumah ataupun Fajar yang sekali pun tidak mau mengangkat telfonnya.

                                                        
"Oh gitu." kepala Delisha manggut-manggut. "Kalau gitu masuk dulu, tan. Kebetulan nggak ada orang di rumah, bu Ningnya juga lagi ke supermarket. Cuma ada... "

"Nggak apa-apa. Saya justru senang kalau cuma ada kamu di rumah. Ada hal penting yang mau saya bicarakan berdua sama kamu soalnya." Kara menyahut senang karena memikirkan hanya ada mereka berdua di sana, jadi rencananya untuk membujuk Delisha tidak akan dihalangi siapa pun.

Sambil mengikuti langkah wanita muda bertubuh mungil itu masuk ke dalam rumah, Kara memperhatikan setiap keseluruhan isi rumah tersebut. Mulai dari ornamen yang menghiasi sampai perabot mewah berharga mahal yang cuma orang-orang berdompet tebal saja yang bisa membelinya.

Kara berdecak dalam hati. Sungguh hebatnya takdir yang diatur oleh yang kuasa. Mereka yang terlahir dengan kemewahan yang menyertai tentu tidak perlu memikirkan kesulitan hidup. Berbeda halnya dengan ia yang berasal dari kalangan bawah, yang harus rela menjual harga diri, membuka kedua kaki selebar mungkin untuk melayani banyak pria demi sesuap nasi. Sungguh malang nasibnya yang harus bersusah payah bahkan harus mengorbankan pria sebaik Fajar hanya demi mendapat kemewahan yang ia rasakan saat ini.

Titian Cinta Delisha [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang