[FOLLOW SEBELUM MEMBACA]
Indigo, satu kata yang membuat hidup Kinan terasa menyiksa. Kelebihan yang dimilikinya sejak SMP itu, membuatnya dijauhi banyak orang.
Hingga suatu saat hidupnya yang terasa menyiksa berubah menjadi sedikit berwarna saat roh...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Udah follow belum?
Tinggalkan vote manisnya, ya.
Salam sayang dari author💗
Keputusanmu adalah kebahagiaanku.~Arga Yuanda.
•••••••
Kinan mengusap-usap matanya. Ruangan yang dilihatnya tidak asing. Bahkan, ruangan itu adalah kamarnya sendiri. Ia melirik jam yang bertengger di atas nakasnya. Tepat jam 7 malam.
Kinan mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Ia meringis saat menggerakkan kakinya. Terasa ngilu dan perih. Kepalanya juga terasa sangat pusing.
"Non, jangan bergerak-gerak dulu, nanti perban di kaki Non jadi lepas." Wanita paruh baya dengan postur ramping itu menghampiri Kinan dengan membawa segelas teh hangat.
"Kenapa aku bisa ada di sini, Bi? Bukannya aku tadi masih diperjalanan pulang?" Kinan menatap pelayan rumahnya itu dengan tatapan bingung.
"Tadi Non Kinan pingsan, terus dibawa pulang," balas Bibi Ima. Ia sibuk mengaduk teh yang dibawanya.
Kinan berusaha mengingat-ngingat kembali kejadian sebelumnya. Ia menggeleng lemah setelah ingat kejadian beberapa jam yang lalu. Bayangan laki-laki yang tak dikenalnya tadi kembali menghantui pikirannya. Kinan mengembuskan napas panjang, ia berusaha menghilangkan bayangan itu.
"Bi, siapa yang membawaku ke sini?" Suaranya lemah dan bergetar. Bibi Ima prihatin melihat keadaan Kinan yang seperti itu.
"Temannya Non, katanya sekelas sama Non." Bibi Ima mengelus rambut Kinan.
Kinan mengerutkan keningnya. "Siapa, Bi?"
"Yah, Bibi juga nggak tau, Non. Dianya nggak ada bilang, tapi yang jelas dia laki-laki dengan tubuh yang lumayan tinggi."
Siapa ya, dia? batin Kinan.
"Ya udah, minum dulu." Bibi Ima menyodorkan segelas teh hangat yang dipegangnya ke arah Kinan. Dengan tangan bergetar, Kinan mengambilnya.
"AAAHHH!!" Kinan melempar gelas tersebut, hingga pecah di lantai. Tubuhnya mulai berkeringat.
"Kenapa Non?" Bibi Ima terlihat cemas, ia sangat mengerti Kinan. Anak majikannya itu sangat sensitif, kelebihan aneh yang ada pada diri Kinan yang membuatnya seperti itu.