Berdialog dengannya

9 1 0
                                    

Hari ini aku mendapat dispensasi pelajaran seharian untuk mempersiapkan lomba essay-ku.

Aku menjadi perwakilan sekolah dalam lomba bulan bahasa 2 hari kedepan.

Dispensasiku diberikan untuk menyelesaikan essay-ku yang akan dipresentasikan di hari H.

Dengan dibimbing oleh Bu Siska guru pembimbingku, aku berhasil menyelesaikan essay-ku. Kemudian guru pembimbingku meninggalkanku di perpus.

   "Males balik ah, kan dapet dispensasi. Mending lanjutin baca novel kemarin hehe."

...

Note handbook warna ungu dengan stiker gambar kelinci yang bertuliskan Semangat terus bunny! Dengan tiba-tiba ada di meja tempatku membaca.

Aku senang plus heran, warna dan gambarnya favorit aku banget. Siapa sih?

Dan ternyata, masih dari orang yang sama.

Aku melihatnya dengan wajah keheranan.

   "Suka nggak?"

(Aku terdiam)

Seperti biasa, dia duduk disebelahku tanpa disuruh.

   "Semangat ya! Katanya mau lomba kan lusa?"

Aku masih saja terdiam.

Kok dia tau juga?? Aku harus apa ini? Roll depan sambil bilang WOW atau lari keliling lapangan basket sambil teriak-teriak??

   "Iya makasih. Btw ini warna dan gambarnya aku suka banget."

   "Syukur deh."

   "Tau dari mana?"

   "Dari Allah."

   "Ihh serius."

   "Iya serius, aku juga tau cowo yang di terminal itu siapa."

   "Siapa?"

   "Siapa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






   "Deva Mahendra Nugraha. Mahasiswa Universitas Gajah Mada semester 5."

   "Kok tau?"

   "Dia kakakmu kan?"

   "Iya."

Oh My God! Darimana dia tau itu semua?

   "Jadi, aku tidak jadi suka dengan dia. Karena aku bukan cewe."

   "Terus?"

Dia mengulurkan tangannya kepadaku.

   "Namaku Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan."

(Sepi)

   "Ngasal lu!" Aku menepis tangannya dan tertawa.

   "Haha. Namaku Dilan."

   "Bodo amat! Kau teman SMPku ķan?"

   "Iya. Inget aja lu."

   "Ingetlah, lu yang matahin penggarisku waktu bimbingan FISIKA di ruangan pak Rudi."

   "Astaga iya. Itu penggarismu ya Dis."

   "He eh. Ganti! Haha" candaku padanya.

   "Iya ya maaf, besok aku ganti deh."

   "Gakpapa kalik. Udah lama juga kejadiannya."

   "Jadi diganti ga nih?"

  "Gak. Bercanda kali."

   "Kamu tau namaku gak sih Dis?"

   "Emangnya kenapa? Penting? Haha"

   "Serius lo, abisan ga pernah manggil aku kalo lagi ngobrol gini."

...

   "Gladis!!"

Aku dikejutkan oleh panggilan itu, si reseh Bayu melihatku. Kemudian menarik paksa tanganku.

   "Bentar ya."

Dia tersenyum.

...

Bayu membawaku keluar jauh dari perpustakaan.

   "Lepas Bay!"

Bayu melepas genggamannya.

   "Lo kenapa sih Bay? Kasar bangett?!"

   "Kamu itu yang kenapa? Jam pelajaran ga ada di kelas, malah asyik pacaran di perpustakaan."

   "Sembarangan banget sih mulut?"

   "Lah itu tadi apa?!"

   "Ya terus kenapa?! Apa masalahnya buat kamu? Makin hari makin aneh kamu tuh!"

   "Kamu jadi bolos pelajaran gara-gara dia!"

   "Siapa yang bolos sih?! Gak usah sok tau deh! Pulang sana ke kelas. Ga usah ganggu gue!"

Aku kesal, pergi meninggalkan Bayu yang makin kaya orang sinting.

   "Dis.. Dis...!! Eiiss!!!"

Ketika ia memanggil, aku berbalik dan menegaskan satu hal.

   "Gue ingetin sama lo, gue ga suka orang kasar kaya lo!"

Perlu digaris bawahi orang kasar kaya lo.

Aku sedikit mempercepat langkahku. Bayu terdiam ditempatnya mendengar kalimatku.

...

Aku kembali ke perpustakaan, melihat ke arah tempat dudukku. Dia sudah pergi.

(Aku duduk)

   "Bayu kenapa sih? Jadi aneh gitu." Aku melamun sambil memainkan penaku.

   "Dis?"

   "Iya Buk?"

Guru pembimbingku kembali ke perpus.

   "Makan dulu di ruang pegawai perpus. Ibu udah pesenin makan."

   "Oh iya bu. Terima kasih."

   "Iya."

Aku berdiri kemudian menuruti perintah Bu Siska (guru pembimbingku).

   "Nanti selesai makan, istirahat aja Dis."

   "Okay bu."

...

Setelah selesai makan, Aku kembali ke tempat dudukku dan mengangkat buku serta kertas-kertas untuk kurapikan. Ada selembar kertas berwarna  biru jatuh dari bukuku. Aku tidak mengenal kertas itu, bukan punyaku.
Kuambil kertas itu dengan penuh rasa penasaran. Sambil melihat situasi sekitarku.

   Selesaiin masalahmu sama dia, sepertinya dia tak suka melihatmu dekat denganku .
          ~yang matahin penggarismu.

Begitulah isi kertas itu.

"Lucu banget sih tuh cowo." Aku tersenyum.

Kemudian kusimpan kertas itu.

Ternyata CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang