dia, penolongku

11 2 0
                                    

Seperti biasanya, aku lebih suka menunggu sekolah hingga sepi. Aku duduk di tempat dudukan di area lapangan utama.
Memandang cerah langit.
Hari ini hari terakhir sekolah di minggu ketiga kelas 11.

"Gladis!" Dari jauh Bayu memanggilku.

"Tuh bocah tumben belum pulang." Aku sedikit heran.

Bayu semakin mendekat kearahku.

"Nungguin siapa Dis?"

"Enggak nungguin siapa-siapa."

"Halah. Pasti nungguin anak yang kemarin duduk sama lo itu kan?" Ledeknya.

"Enggak kok." Elakku

"Gue ga suka ya Dis lo deket-deket sama dia."

"Apa urusan lo?"

Aku berdiri dan pergi meninggalkan Bayu, menuju lorong sekolah.

Dia mengejarku hingga lorong sekolah. Dia menarik tanganku.

"Dis tunggu!"

"Lepas!!" Aku semakin geram.

"Dia itu ga cocok sama lo. Dia pasti bakal ninggalin lo."

"Kamu kenapa sih Bay?! Lo itu siapa?! Lo tau apa tentang dia?!"

"Gue ga rela ya lo sama anak cupu itu"

"Ilham namanya."

"Iya terserah siapapun itu. Gue gak suka ya lo deket-deket sama dia."

"Apa hak lo ngelarang-ngelarang gue?!"

Aku berjalan, namun dia menarik tanganku.

"Dengerin dulu Dis."

"Lepas!!" Pintaku

"Gue ga mau lepasin sebelum lo turutin apa kata gue!"

Aku meringis menahan sakit.

Tiba-tiba ada yang melepaskan tarikan itu. Kemudian membawaku pergi dari lorong sekolah.

...

Aku heran kenapa si Bayu bisa marah-marahin aku (?) Padahal pacar juga bukan, kakak juga bukan.

"Mau aku anter Dis?"

"Engga deh."

"Kenapa?"

"Btw makasih ya udah ditolongin."

"Iya sama-sama, aku gak suka liat cewe dikasarin kaya tadi."

Baik banget nih orang.

"Kenapa ga mau kuantar?"

"Aku ga langsung pulang, tadi aku nungguin Thalia mau main ke rumahnya."

"Oalah, yaudah kuantar ke rumah Thalia."

"Ga usah, lain kali aja. Thalia udah di gerbang sekolah. Duluan ya."

"Iya. Hati-hati."

"Oke. Kamu juga."

Ya itu adalah interaksi ku yang kesekian kali dengannya.

Namanya Ilham, dia teman SMPku. Kini SMA kita satu sekolah lagi. Kita tidak begitu akrab sewaktu SMP, tapi aku tau dia adalah murid yang cerdas di sekolah. Maka, wajar jika di SMA dia memilih program 2 tahun sekolah.

...

Ilham pov

Aku menyaksikan percakapan yang begitu kalut itu, percakapan yang membuatku geram ingin membawanya pergi dari hadapan laki-laki yang bergelar sebagai teman kelasnya itu.
Tapi, aku juga senang. Dia masih jelas mengingat namaku.

Terimakasih Gladis.

Ternyata CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang