Selama tiga hari beristirahat di rumah akhirnya Darel kembali bersekolah. Luka di wajah cowok itu lumayan mengering dan tidak separah awal-awal. Jika kalian penasaran bagaimana reaksi teman-temannya saat melihat kondisi Darel? Mereka sangat-sangat terkejut. Dua hari yang lalu Azka dan Eza sudah menjenguk, mereka juga sudah tau siapa yang membuat Darel demikian, tapi mereka memilih mendiamkan dan tidak ingin mencari masalah lagi.
Pagi ini matahari sedang terik-teriknya dan upacara bendera masih berlangsung. Karena lelah dan sedikit malas Darel mundur dan bergegas ke UKS. Tidak ada yang melarang setelah melihat kondisi Darel.
"Kabur, ya?" ujar seseorang saat Darel baru memasuki UKS.
Darel menghiraukan, melepas sepatunya lalu naik ke atas brankar.
"Gak usah pura-pura sakit, lo. Ntar sakit beneran baru tau rasa," ujar Gwen lagi. Hari ini adalah tugasnya sebagai anggota PMR untuk berjaga di UKS.
"Sakit salah sehat salah. Mati ajalah gue," celetuk Darel. Kemudian cowok itu menutup matanya dengan dasi dan bersedekap dada. Mulai tertidur.
"Orang kayak elo bisa kelahi juga, ya? Awalnya gue gak percaya sih, tapi parah juga, ya."
"Gue bisa patahin leher mereka kalau gue mau, tapi mereka mainnya keroyokan ya wassalam lah gue," kata Darel, ia tidak benar-benar tidur.
"Kalau boleh tau siapa yang ngeroyok elo?"
Darel diam. Namun ekspresinya masih tenang. "Udah lah gak penting," jawabnya, mengubah posisi menjadi memunggungi Gwen yang duduk di dekat pintu masuk.
Gwen menghela napas, bangkit dari duduknya lalu membuatkan Darel teh hangat. Meletakkan minuman di meja samping brankar. "Diminum biar badan lo enakkan." Kali ini tidak ada jawaban, mungkin Darel sudah terlelap dalam mimpinya.
Entah perasaan Gwen saja atau gimana, tapi Gwen rasa Darel sedikit berubah. Cowok itu tidak banyak bicara dan terkesan cuek padanya. Atau karena sakit? Ah, mungkin begitu.
Gwen baru akan kembali ke kursi, namun perkataan Darel mencegahnya.
"Sekalian ambilin makan, ya," pintanya, sangat santai.
****
Jam istirahat. Darel, Azka dan Eza beriringan menuju kantin, sesekali bercanda hingga menarik perhatian siapa saja yang melihatnya. Sebelum akhirnya berhenti saat beberapa orang kembali menghadang dengan wajah tidak mengenakan. Deven tersenyum devil, sepertinya Darel akan mendapat masalah lagi hari ini.
“Gue udah bilang’kan kalau urusan kita belom selesai?”
"Terus?" tanya Darel menantang, menampilkan wajah songongnya.
"Lo ketemu Gwen lagi tadi pagi."
Darel menyeringai. "Ngurus hidup gue banget, lo."
Deven mencengkeram kerah Darel hingga urat-urat tangannya menonjol. "MAU LO APA SIH, HAH?! PUNYA OTAK GAK LO? UDAH TAU PACAR ORANG LODEKETIN JUGA?!"
Darel menampik tangan Deven dari kerahnya lantas membalas tatapan elang itu. "Santai Bang, ada banyak jalan damai selain kekerasan."
"LO YANG MINTA DIKERASIN! ANDAI GAK ADA COWOK BERENGSEK YANG BANTUINLO KEMARIN, PASTI LO UDAH DI RUMAH SAKIT SEKARANG!"
"Gak ngaca? Lo lebih berengsek!" Deven baru akan memberikan bogeman, tetapi Eza lebih dulu menghadangnya dengan berdiri di hadapan Darel.
"Ini sekolah, lo gak bisa main pukul seenaknya."
Deven menurunkan tangannya, niat ingin menghabisi Darel ia urungkan dalam-dalam. "Lo denger, ya, jauhi Gwen atau nasib lo bakal lebih buruk dari waktu itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Darel
Teen Fiction[REVISI] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Kenalin nama gue Darel. Lima huruf, satu kata, mudah diingat susah dilupakan." Darel. Sebuah nama singkat dan padat. Cowok pintar dalam pelajaran tetapi bodoh dalam perlakuan. Juga cowok yang menyandang sebaga...