"Gue muak sama kelakuan cowok, lo, Gwen. Gak punya hati! Seenaknya sendiri. Dia pikir dia siapa bisa buat lo kayak gini, huh?!"
Gwen menepuk jidat saat Amel terus berkicau di kantin Cewek itu mengeraskan suaranya hingga menjadi pusat perhatian, bahkan tiga orang cowok yang berjarak tiga meja dari mereka pun tak luput menoleh ke arahnya.
"Mana tuh yang dulu bilang sayang-sayang? Baru sebentar aja perasaannya udah hilang! Memang dari awal sok iye jadi cowok!" cerca Amel lagi. Sengaja ia begitu, ia sadar kok kalau ada Darel di sini. Biar aja, biar dia dengar kalau Amel sangat-sangat kesal akan sifatnya.
"Mel, udah ihh, dilihatin anak-anak tau," ujar Gwen.
"GAK PEDULI! GUE MASIH PENGEN NGELUARIN UNEK-UNEK GUE DI SINI. BIAR ORANG-ORANG PADA TAU KALAU DI SEKOLAH INI ADA COWOK PENGECUT!"
Brakk
Hening seketika. Tidak ada lagi suara bisik atau sendok garpu yang beradu. Semuanya tertuju pada satu tujuan.
"Maaf, pemukul es batunya jatuh," ujar Pak Maman cengengesan. Pria paruh baya itu lantas mengambil balok yang terjatuh. Kemudian keadaan kembali ramai.
Amel mendengus. "Huh, kirain kenapa."
"Ke kelas aja yuk, Mel."
"Gak mau." Amel berdiri. "Ada hal yang perlu diselesaikan."
Perasaan Gwen mulai gak enak. Apalagi saat Amel mulai beranjak dan saat itu juga Gwen membelalak saat Amel mendatangi meja Darel.
"Heh, lo, cowok banyak gaya!"
Nah, kan. Wajar perasaan Gwen tidak enak. Amel ini benar-benar bar-bar. Nyawanya ada sepuluh kali berani melabrak cowok di tengah-tengah lautan manusia begini.
Di tempatnya Darel tidak bergeming. Cowok itu masih memegang sendok garpu di kedua tangannya denan netra menatap Amel bingung. Begitupun Azka dan Eza yang dibuat terkejut.
"UDAH NGERASA GANTENG LO MAININ HATI CEWEK? NGERASA GANTENG LO MAIN SELINGKUH-SELINGKUHAN?"
"Mel—"
"DIEM LO! GUE MAU NGOMONG SAMA TEMEN GAK TAU DIRI LO INI!!" ketus Amel memotong ucapan Azka. Azka pun langsung kicep.
"Dulu aja ngejar-ngejar Gwen seakan Gwen segalanya, sekarang? Giliran ada orang baru Gwen lo buang gitu aja. Punya hati gak, lo?!"
"Lo gak tau apa-apa."
"JELAS GUE TAU! GUE PUNYA DUA MATA DAN TELINGA YANG BERFUNGSI. LO KIRA GUE GAK TAU LO PERLAKUIN GWEN SEKARANG GIMANA? UDAH KAYAK PACAR GAK DIANGGAP TAU GAK?!"
Darel tersenyum miring, cowok itu melirik Gwen yang sudah berdiri di samping Amel. "Dia ngadu ke lo?" tanya Darel menaikan sebelah alisnya. "Cerita apa dia? Cerita kalau gue lebih peduli sama cewek lain ketimbang sama dia? Sedangkan gue sendiri selalu nurutin kemauan dia. Begitu, Hm?"
Jangan tanyakan bagaimana perasaan Gwen sekarang. Rasa ini sulit dideskripsikan. Mendengar orang yang kita sayang berpikir buruk tentang kita. Kalian pikir gimana?
"Denger ya, dia itu cuma membela diri seolah-olah tersakiti. Padahal ada orang yang lebih sakit daripada dia," ujar Darel. "Lo bilangin sama sahabat tercinta lo itu, jadi orang jangan mikirin perasaan sendiri, jangan egois. Dia gak tau siapa yang bakal pergi sama sifat dia yang begitu dan lagi, hargai keberadaan orang lain."
Mengucapkan itu Darel berbalik pergi. Sampai akhirnya Amel berkata, "DIA GAK PERNAH NGADU KE GUE, DIA CEWEK YANG SELALU DIAM SAMA PERASAANNYA. DAN KENAPA GUE BISA TAU? KARENA GUE LIHAT DARI PERLAKUAN LO YANG SEENAKNYA. SEBAGAI PACAR LO LEBIH PANTAS DIBILANG MUSUH. DAN LAGI, YANG EGOIS ITU BUKAN DIA, TAPI LO! LO EGOIS, EGOIS, COWOK EGOIS!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Darel
Teen Fiction[REVISI] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Kenalin nama gue Darel. Lima huruf, satu kata, mudah diingat susah dilupakan." Darel. Sebuah nama singkat dan padat. Cowok pintar dalam pelajaran tetapi bodoh dalam perlakuan. Juga cowok yang menyandang sebaga...