Berita Darel pacaran dengan Gwen beredar begitu cepat. Dalam waktu dua hari seluruh penghuni SMA Merdeka sudah mengetahui, bahkan guru-guru saja sampai tahu. Gwen tidak pernah menyangka bisa ada di posisi ini. Ingin membantah, tapi hatinya menolak, rasanya ikut senang dengan status barunya. Menjadi pacar The Most Wanted-nya SMA Merdeka.
"Lo itu sebenarnya sok cantik apa sok baik sih, huh?" Wanda menjeda ucapannya. "Dulu lo bikin Deven pergi cuma karena Darel, sekarang sudah sama Darel lo deketin Kak Angga. Mau lo apa sih? Mau jadi The Most Wanted Girl sekolah? Mau pansos di depan cowok-cowok SMA Merdeka? Iya?"
Gwen tak mengubah raut wajahnya. Membawa-bawa nama Angga. Pasti Wanda melihat Gwen bersama Angga di perpus kemarin.
"Enak ya jadi lo, mau dapetin cowok
tinggal milih," tukas Wanda menunjukkan senyum menyebalkan.Gwen tak mau tersulut emosi, ia memilih pergi begitu saja meninggalkan Darel serta Geng abal-abal yang masih setia berdiri entah untuk apa.
Darel tidak mengejar Gwen. Ia melangkah mendekati Wanda, menatap cewek itu dalam.
"Apa? Mau marah?"
Darel menggeleng. "Enak ya jadi lo, mau lihat monyet tinggal ngaca!"
Setelah mengucapkan kalimat itu Darel langsung melenggang pergi, meninggalkan Wanda yang mengumpat emosi. "FUCEK LO REL!"
"Kalo mau marah bersihin dulu tuh Ipul!" teriak Darel
Wanda mengusap hidungnya.
"Gue bilang Ipul bukan upil!"
"DAAARELL SIALAN LO, YA, COWOK GILA STREESS!!!"
Tawa Darel meledak sampai terbawa ke kelas membuat beberapa murid menatap heran. Dalam pikiran mereka Darel pasti sedang kumat.
"Zona anti human crazy," celetuk Azka menarik kursi yang akan diduduki Darel.
"Sialan lo semua!" cerca Darel tak terima lantas menarik kursi dari Azka dan mendudukinya.
Tangannya merogoh laci meja yang tak luput dari kata sepi jajanan. Andai Darel memiliki otak bisnis sejak dini, mungkin jajanan dari para fans-nya itu sudah ia jual tanpa memikirkan rugi. Semua jajanan ia keluarkan dan membagi pada teman sekelas.
"Sumpah ya, tampang lo itu ngibul. Gue yakin kalo fans lo tau sikap sifat lo, pada muntah massal mereka.
"Abang Eza yang terhormat, kita hanya cukup mensyukuri nikmat Tuhan saja. Asalkan jangan menanamkan sikap sombong, iri, dengki, dalam hati semua orang bakal suka kok."
"Kok jijik, ya, dengernya."
Darel menyengir. "Sama gue juga."
Kedatangan seseorang menghentikan pembicaraan mereka. Cewek kuncir dua itu mendekati Darel sembari menyodorkan kotak bekal berwarna biru.
"Kenapa lagi, Yem?" tanya Darel menaikkan satu alisnya.
"Kue dari gue, Rel." Tania menyodorkan kotak tersebut, tetapi yang terdengar hanya embusan napas Darel, jelas cowok itu tidak suka.
"Yem, mau sampai kapan lo begini? Gak capek? Makanan lo itu gak akan beda jauh nasibnya sama jajanan yang ada sama mereka." Menunjuk jajanan yang dimakan teman-temannya. "Bukannya gue gak menghargai, Yem. Tapi lo tau sendiri gue gak terlalu suka hal begituan. Kalau suka boleh-boleh aja asal jangan berlebihan. Jangan menjatuhkan hati ke seseorang yang bahkan gak pernah anggap lo lebih."
"Gue gak capek kok, Rel. Bahkan gue gak masalah kalo kue ini nasibnya bakal sama kayak jajanan lain, gak terjamah atau termakan sama lo tapi setidaknya kue ini gak lo buang aja dan mubazir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Darel
Teen Fiction[REVISI] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Kenalin nama gue Darel. Lima huruf, satu kata, mudah diingat susah dilupakan." Darel. Sebuah nama singkat dan padat. Cowok pintar dalam pelajaran tetapi bodoh dalam perlakuan. Juga cowok yang menyandang sebaga...