"Baru tiga hari gak ketemu Gwen udah uring-uringan aja, lo. Kenapa? Baru kerasa ya sepinya?" tukas Eza pada Darel yang tengah sibuk dengan gamenya. Cowok itu mengeluarkan sumpah serapah setiap kali ada musuh yang menyerang. Itu sama sekali bukan gaya Darel.
"Udah ada rasa-rasa pengen baikan gak, nih?" lanjutnya.
"Berisik! Gue lagi nge-game musuhnya keparat semua!" ketus Darel. Azka dan Eza mendengus, Darel terus saja mengelak
Memang, tiga hari ini Gwen tidak masuk sekolah, saat ditelefon pun cewek itu tidak merespons, hilang tanpa kabar apa pun.
"Awas aja kalau ntar nangis guling-guling minta baikan. Gue ngakak paling depan pokoknya," seru Azka. Dibarengi teriakan Amel yang memekakkan telinga.
"DAREEEEELLL!" teriak cewek itu, sama sekali tidak Darel hiraukan. Di hadapannya Amel sudah berkacak pinggang. "Di mana Gwen?" tanyanya.
"Lo pikir gue GPS bisa ngelacak keberadaan dia?" jawab Darel.
"Lo-kan pacarnya, masa keberadaan dia aja gak tau? Kebangetan tau gak!"
"Jangan kan keberadaan Gwen, kabar Gwen aja dia gak tau. Udah dibilang dia itu musuh, bukan pacar," sahut Azka.
Darel menghiraukan, menyibukkan diri bermain game. Lalu membelalak kaget saat Amel mengambil ponselnya paksa. "Apaan sih, Mel?!" ketusnya.
"Gue perlu tau di mana Gwen. Gak biasanya dia hilang kabar begini. Gue telpon gak diangkat-angkat, siapa tau kalau lo yang telpon bakal diangkat," ucap Amel. Jari lentiknya mengotak-atik ponsel Darel, dan Darel membiarkan hal itu. "Tersambung!" seru Amel mengerlingkan mata senang. Mendengarnya entah kenapa Darel ikut berdebar.
"Hallo Gwen, lo di mana? Kenapa gak kabar-kabaran sih? Lo-"
Tuuuut tuuutt tuutt
Belum selesai bicara Gwen lebih dulu memutus sambungan telepon tanpa berkata apa-apa. Hal itu membuat Amel bersungut kesal.
"Coba telepon lagi, mungkin tadi jaringannya," usul Eza.
Amel menuruti, tapi panggilan berikutnya hanya operator yang bersuara. Nomor Gwen sudah tidak aktif, memberi rasa cemas luar biasa untuk mereka. Darel mengambil kembali ponselnya, meletakkan di telinga, ia sadar apa yang ia lakukan sekarang. Terlihat bodoh? Tapi ia tidak bisa menutupi rasa penasarannya.
"Nomor yang anda tuju-" Darel berdecak, tidak biasanya Gwen seperti ini. Dulu saja Gwen akan selalu mengangkat setiap panggilannya. "Nyusahin banget sih. Lagi cari perhatian pasti," ujar Darel. Membuat Amel membelalak.
"Cari perhatian gimana? Gwen pergi gara-gara lo tau gak?! Dia pasti capek makan hati terus. Bener-bener gak sadar diri lo, ya?!" cerocos Amel menggebu-gebu. Dadanya naik turun bersamaan napasnya yang memburu.
"Dia pergi kemauan dia sendiri, kenapa nyalahin gue? Bukan urusan gue juga."
Amel naik pitam. Mengepalkan tangannya erat. Lalu mengambil botol minuman dari tangan Azka, membuka tutup dan menyiramkannya dari kepala Darel. Hingga tetes terakhir dan Amel melemparkan botol itu ke tubuh Darel. Meluapkan segala emosinya.
"Sumpah, gak ngerti lagi gue sama jalan pikiran, lo. Berengsek banget tau gak!" tutur Amel kemudian berbalik pergi.Azka dan Eza hanya melongo menyaksikan hal tersebut. Sebelum akhirnya sudut bibir keduanya terangkat. "Mampus gak, Rel? Seneng gue sama yang begini," ujar Eza tertawa mengejek.
Sedangkan Darel masih diam di tempat. Menatap kosong kepergian Amel bersamaan tangannya yang mengepal. Tanpa sadar ia ikut mencela dirinya sendiri dalam hati.
"Gue berengsek banget, ya?" tanyanya entah pada siapa.
"Baru sadar, lo? Kelakuan lo gak nunjukin laki sama sekali," tukas Azka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darel
Fiksi Remaja[REVISI] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Kenalin nama gue Darel. Lima huruf, satu kata, mudah diingat susah dilupakan." Darel. Sebuah nama singkat dan padat. Cowok pintar dalam pelajaran tetapi bodoh dalam perlakuan. Juga cowok yang menyandang sebaga...