"EJAAAAAAK! BALIKIN GAK CERMIN GUE!"
"Gak mau," jawab Eza memeletkan lidah pada Sarah yang berusaha menangkapnya. Free class memang selalu ricuh, dan ricuhnya tidak jauh-jauh dari ulah tiga penghuni di sana. Siapa lagi kalau bukan Darel, Eza, dan Azka.
"Punya dendam apa sih lo sama gue? Sirik lo gue selalu tampil cantik?!" cerocos Sarah sambil berkacak pinggang.
"Bosen Sar ngelihat lo ngaca mulu, nambah cantik juga enggak."
"Ihh, kok nyebelin sih!" Sarah kembali Mengejar Eza, memutari meja-meja sampal naik-naik ke atas kursi. Sangat tidak patut dicontoh. Sampai akhirnya Sarah berhasil menarik baju Eza. "Mau ke mana lagi lo, huh? Balikin cermin gue!"
Eza menyembunyikan cermin dalam saku celananya. Hal itu membuat Sarah tambah kesal. "Nih, ambil sendiri," suruh Eza sembari tersenyum jahil.
"EJAAAK! GILA LO, YA?!"
"Kok malah ngegas, sih? Kan udah gue suruh ambil sendiri."
Sarah melongo. "Ngerogoh-rogoh celana lo gitu Gila!"
Eza tertawa puas, begitu pun teman-teman yang menyaksikan itu. Kecuali Darel, cowok itu sibuk mengerjakan tugas yang diberi Pak Edi beberapa menit lalu.
"Rel, bilangin ke temen lo tuh suruh balikin cermin gue!" Adu Sarah.
"Seberhaga apa sih cermin buat, lo? Atau jangan-jangan ... Cermin lo punya kekuatan? Ntar kalau lo gak ngaca bakal berubah jadi Memet? Wiih ngeri juga," ujar Darel semakin membuat Sarah kesal. Bukannya pembelaan yang ia dapat malah todongan seperti ini.
Mendengarnya, Eza dan Azka makin terpingkal. Sembari memegangi perut yang sakit karena tertawa.
"Gak gangguin gue sehari mati kali kalian," tukas Sarah memilih duduk di kursinya. Wajahnya sangat masam saking jengkelnya.
"Balikin sana, Jak, kasihan tuh bentar lagi mau berubah," suruh Azka. Sarah langsung menyipitkan mata ke arahnya.
Eza pun mengambil cermin dari saku celananya lalu mengembalikan pada Sarah. "Nih, gak tega gue. Ntar nangis gue gak punya permen, punyanya hati itu pun kalau lo mau," ucapnya mengedipkan sebelah mata.
"Dih, gak sudi!" jawab Sarah mengambil cerminnya lalu keluar kelas.
"Masa cowok sekeren ini ditolak. Gak tau kali kalau gue kembaran Shawn Mendes."
"Mblegedes!" seru Darel.
"Gak percaya, lo?"
"Halah ngayal mulu, ke lapangan kuy lihat MIPA 3 olahraga," tukas Azka menepuk bahu Darel. Darel yang masih menulis sempat menghentikan aktivitas menulisnya.
"Kalian aja," ucap Darel menolak, kembali fokus menulis.
"Kenapa? Lo gak mau lihat Gwen olahraga? Gue denger-denger mereka praktik basket hari ini. Kapan lagi lihat Gwen main basket?" tutur Azka mencoba menarik perhatian Darel.
"Gak tertarik."
Azka tercekat karenanya, sebelah alisnya terangkat.
Melihatnya Eza merangkul bahu Azka. "Kita aja, dia Sibuk mikir jawaban buat kita."
"Tap—"
"Udah ayooo!" Eza menyeret Azka begitu saja. Membuat Azka meronta karena tidak bisa bernapas. Temen gila. Seneng gitu
kalau temennya mati kecekek.****
Prritttttt
Olahraga selesai dilakukan. Para murid lantas membubarkan diri untuk beristirahat. Begitupun Gwen dan Amel, mereka mendatangi Azka dan Eza yang sedari tadi teriak-teriak tidak tahu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darel
Teen Fiction[REVISI] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Kenalin nama gue Darel. Lima huruf, satu kata, mudah diingat susah dilupakan." Darel. Sebuah nama singkat dan padat. Cowok pintar dalam pelajaran tetapi bodoh dalam perlakuan. Juga cowok yang menyandang sebaga...