"Widiiih, itu lipstik apa cat tembok, merah beneeerr!" tukas Azka pada Wanda. Saat ini Azka, Darel, dan Eza tengah duduk di luar kelas. Mengganggu para murid yang berseliweran waktu istirahat.
"Jangan asal ngomong, Ka. Ntar ngamuk bingung sendiri lo," tutur Darel. "Nah, kan udah melotot-melotot gitu. Awas jatuh matanya, ehh, tapi gak papa deh, daripada jatuh hati," lanjutnya.
"Kalian gak ada kerjaan, ya selain gangguin orang?!" sentak Wanda, bersedekap dada.
Eza menaikkan sebelah alisnya. "Emang elo orang?"
Wanda menggeram. Tiga orang ini terus saja mengejeknya. Berkali-kali Wanda melawan tetap tidak berefek sama sekali.
"Susah ngomong sama crazy people kayak kalian," tunjuknya lantas melenggang pergi. Meladeni mereka hanya akan membuang waktu.
"Ingat kejadian kemarin gue jadi makin kesel sama tuh orang. Untung cewek, kalau enggak udah gue sleding juga palanya," sungut Azka kesal sembari meneguk spritenya.
"Kesel juga ngelihat kelakuan temen lo ini. Punya pacar baik-baik malah disia-siain. Mubazir tahu gak Io, mubazir!" tukas Eza pada Darel.
"Mau sok-sokan jadi fakboi dia," kata Azka.
"Bacot, Ka," tukas Darel menepuk mulut Azka menyuruh cowok itu diam.
"Ihh, terganggu Masnya, ya? Merasa tersindir atau ada rasa-rasa emosi gitu?" tutur Azka.
Darel menghela napas. Makin hari makin gencar teman-temannya membicarakannya.
"Kalau lo udah gak ada perasaan lagi sama Gwen kenapa gak putus aja? Daripada tertahan dan bikin dia sakit hati. Lo pikir enak makan hati?" kata Eza.
"Yang jalanin gue kok malah elo yang jadi sutradaranya," jawab Darel.
"Ini saran Rel, saran! Saran terbaik buat kalian berdua."
Darel menghiraukan, meneguk sprite yang tadi dibeli Azka.
Jengah, Eza bangkit dari duduknya. "Bodo lah, mau ke toilet," katanya.
"Ke toilet tinggal ke toilet aja kali, segala ijin dulu," ujar Azka. Eza menyengir, lantas bergegas pergi.
Kembalinya dari toilet Eza tidak langsung menemui teman-temannya. Netranya menangkap seseorang tengah kesusahan membawa bertumpuk-tumpuk buku paket, dan naluri Eza bergerak untuk membantu.
"Perlu bantuan?" tanyanya.
"Gak perlu, makasih," jawab Gwen, Ia masih ingat betul kata-kata Darel untuk tidak terlalu dekat dengan teman-temannya.
Eza mengambil alih sebagian buku itu paksa. "Udah sini gue bantuin. Gak baik nolak niat baik orang," ujarnya.
Gwen membiarkan. Saat diperhatikan Eza hanya tersenyum manis padanya. "Gak biasanya lo sendiri. Temen-temen lo ke mana?"
"Ada. Gue habis dari toilet terus gak sengaja lihat lo kesusahan, ya, udah gue bantuin aja. Baik kan gue?"
Gwen tertawa. "Iyain dah biar cepet. Oh, iya, istirahat ini Darel udah ke kantin?"
"Peduli gitu sama dia? Dia aja gak peduliin lo ke kantin apa belum, udah makan belum, kabar lo gimana, baik-baik aja atau enggak. Dia gak peduli itu, buat apa lo terus-terusan nyari tahu tentang dia?" tutur Eza meluapkan unek-uneknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darel
Dla nastolatków[REVISI] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Kenalin nama gue Darel. Lima huruf, satu kata, mudah diingat susah dilupakan." Darel. Sebuah nama singkat dan padat. Cowok pintar dalam pelajaran tetapi bodoh dalam perlakuan. Juga cowok yang menyandang sebaga...