Pagi ini kelas XI-IPA 2 berkumpul di lapangan SMA Merdeka. Mereka akan melaksanakan pelajaran penjas tanpa guru yang mengawas. Guru bertubuh tinggi kekar itu tidak masuk entah dengan alasan apa.
"Periksa kuku, Rel," suruh Gara semangat. Mengerjai teman-temannya yang banyak memelihara kuku. Hari ini Darel yang mengambil alih pemimpin olahraga. Tidak terpikirkan akan seperti apa olahraga kali ini di bawah pimpinan Darel sang crazy people.
Peraturan di jam olahraga SMA Merdeka memang sedikit berbeda, apabila ada murid yang ketahuan memelihara kuku akan ditambah lari lapangan sebanyak berapa jari kuku yang panjang.
"Masih mending pelihara kuku daripada pelihara tuyul!" ujar Eza.
"Gak, ah! Udah meanstriem," seru Darel seraya mengibaskan tangan keudara, "periksa kuku kaki!"
Damn!
Benarkan. Pemimpin kali ini sangat parah dari biasanya. Jika begini mereka lebih baik memilih dipimpin Pak Aryo yang tegasnya luar biasa daripada Darel yang minta dibinasakan.
"Gak sekalian periksa kuku kakek gue?!" teriak Azka gemas. Diikuti umpatan teman-teman yang lain.
"Gue cuma gak nyaman aja sama bau kaki kalian di kelas, tau aja kuku kalian pada nyimpen kotoran. Gak salah 'kan?"
"SERAH LO, REL!" teriak mereka serempak langsung berlari keliling lapangan tanpa menunggu instruksi Darel. Kalau terus-terusan ngikutin Darel bisa keikut gila mereka.
Pemanasan telah berakhir, kini mereka mulai berolahraga. Ada yang bermain basket, futsal, ngerumpi, raket, dan lain sebagainya yang penting bisa menetralkan pikiran sehabis berdebat dengan sang pemimpin.
Kelakuan Darel tadi tidak hanya sampai masalah periksa kuku saja, ada banyak hal aneh yang ia lakukan. Salah satunya adalah menghilangkan pemanasan wajib jumping jack yang diharuskan ada jika bersama Pak Aryo. Katanya begini; "Udah ah gak usah jamping-jamping segala. Gak lakuin sekali gak akan bikin mati." Begitu katanya tadi. Dan tentu saja, teman-teman yang lain menyetujui karena memang, pemanasan satu itu cukup menguras tenaga.
Dengan mahirnya, Darel mendribel bola dan mengshooting secara mantap ke ring dengan satu tangannya, lalu melakukan selebrasi dengan melengkungkan kedua tangannya di atas kepala membentuk love. Dari ke jauhan, cewek bekuncir kuda itu melirik Darel diam-diam. Memperhatikan betapa ke arah bertambah tampannya cowok itu dengan keringat yang membasahi dahi. It's the perfect boy.
Gwen memilih duduk tak jauh dari bibir lapangan dengan buku dan pulpen di tangan. Jangan heran apa yang sedang dilakukannya di sana. Karena ia dan seluruh murid kelas XI-IPA 3 sedang mengerjakan tugas Bahasa Indonesia untuk membuat puisi, dan beruntungnya mereka boleh keluar kelas untuk menambah inspirasi. Hal yang dilakukan Gwen tak jauh dari kata tidak jelas. Baru menulis satu kata, ia sobek. Dua kata, ia sobek, begitu seterusnya. Entah lah ia sedang blank sekarang untuk merangkai kata yang tak pernah ada.
"Akhh—" pekik Gwen sakit sembari mengelus kepalanya yang terasa nyeri akibat bola basket yang menghantam kepalanya. Untung gak keras, jadi gak terlalu pusing.
"Woy, bisa main basket gak sih? Main congklak aja sana kalau gak becus main basket!" teriak Gwen kesal, sudah bingung mikir puisi ditambah lagi timpukan bola yang bikin emosi.
Dari lapangan, Darel berlari menghampiri Gwen dengan wajah paniknya. Itu kesalahannya yang tidak sengaja melempar bola ke ring tapi malah terpental mengenai kepala Gwen. Ia benar-benar tidak sengaja.
"Gwen, lo gak papa?" tanya Darel yang kini duduk di hadapan Gwen. "Gue gak sengaja tadi," ujar Darel sembari mengelus kepala Gwen,
Gwen langsung menepisnya. "Udah gak papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Darel
Novela Juvenil[REVISI] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Kenalin nama gue Darel. Lima huruf, satu kata, mudah diingat susah dilupakan." Darel. Sebuah nama singkat dan padat. Cowok pintar dalam pelajaran tetapi bodoh dalam perlakuan. Juga cowok yang menyandang sebaga...