Gwen tidak bisa untuk menahan apa yang ia rasakan. Berlari ke lantai bawah terburu dan langsung memeluk cowok itu saat bertemu, mendekapnya erat melepas kekacauan. Gwen memperhatikan lagi cowok di hadapannya sekarang, memegang rambutnya, pipinya, hidungnya. Asli, ini nyata, Gwen tidak berhalusinasi. Lagi, ia memeluk cowok itu dalam.
"Gwen...,"
"Lo jahat! Lo bohongin gue, ninggalin gue, gak ngabarin gue. Lo bikin gue khawatir bego!"
Darel menyengir, mengelus rambut Gwen seperti biasa. Ada rasa perih ia rasakan melihat gadisnya kacau. Namun, bukankah ini bagian dari rencananya? Ya, Darel sengaja.
"Aku minta maaf Gwen, aku gak bermaksud ninggalin kamu."
"Lalu berita pesawat itu?"
"Malam itu gue emang udah mau berangkat, tapi ada insiden gak diinginkan. Kak Rani pingsan, jadi dibawa ke rumah sakit. Kata dokter dia hamil dan kandungannya lemah karena janinnya masih muda, so, kita gak jadi pulang karena keadaan Kak Rani yang gak memungkinkan." Darel diam. "Tapi kita bersyukur banget karena Tuhan masih ngelindungin kita untuk tetap di sana, kalau hal itu gak terjadi, mungkin hal yang kamu takutin itu benar-benar terjadi."
"Terus kenapa kamu gak ngabarin aku?!"
Darel terkekeh sembari menggaruk tengkuk yang tak gatal. Melirik teman-temannya yang juga berada di sana. "Sengaja, aku mau kasih kejutan ulang tahun buat kamu, berkesan bukan?" ujar Darel mampu membuat Gwen menganga. "Ini juga rencana mereka," tunjuk Darel pada teman-temannya menggunakan dagu.
"Ohh jadi selama ini kalian ngerjain gue? Oke, bagus ya bagus. Seneng banget lihat temen sengsara!"
"Gimana, keren gak akting gue?" tanya Azka menarik turunkan alisnya.
"Lo juga ikutan, Mel?"
Amel mengangguk kikuk. "Sebenarnya gue gak mau sih, gak tega sama lo. Tapi dipaksa nih sama dua orang gak waras!" menunjuk Azka dan Eza.
"IHH, JAHAT LO PADA!!"
Darel menggenggam tangan Gwen erat, tersenyum bahagia melihat betapa Gwen tidak ingin kehilangannya. Selama ini ia terus menahan diri, mengekang rindu demi sebuah rencana membekas. Dadanya sempat tergores mendapat kabar bahwa gadisnya kacau, menangis sepanjang hari tanpa memikirkan kondisi. Itu semua, hanya karenanya.
"LO JAHAT REL. GUE GAK BUTUH KEJUTAN-KEJUTAN, GUE CUMA BUTUH LO ADA BUAT GUE, ITU AJA!!" sentak Gwen membuat senyum Darel memudar. "CARA LO NORAK SUMPAH! GUE GAK SUKA, SAMA SEKALI GAK SUKA!"
"Gwen...,"
Gwen meneteskan air mata untuk kesekian kali, dadanya naik turun menahan emosi. "Aku benar-benar berpikir kalau aku akan kehilangan kamu."
Darel menarik Gwen dalam pelukannya, mendekap Gwen sama seperti yang cewek itu lakukan saat pertama kali melihatnya. Rasa bersalah mulai menyelimuti, ia paham, hal seperti ini sangat mungkin terjadi. Itu sudah ia pikirkan jauh-jauh hari.
"Maaf," ucap Darel melirih.
Gwen terisak. Ia masih mengingat permohonannya beberapa menit yang lalu. Ia berjanji akan melakukan apa yang Darel inginkan jikalau Darel kembali. Dan Tuhan mengabulkan itu. Mungkin inilah cara Tuhan mengembalikannya. Untuk kali ini, Gwen sangat berharap Darel tak lagi lepas darinya. Karena itu sangat menyakitkan.
***
Menyantap seluruh hidangan yang ada di meja, itu yang dilakukan teman-temannya sekarang. Azka mengambil piring besar lalu mengisi lauk penuh di atasnya. Cowok itu sempat berkata, "Sering-seringlah ngadain kayak gini. Biar bisa makan gratis!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Darel
Teen Fiction[REVISI] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Kenalin nama gue Darel. Lima huruf, satu kata, mudah diingat susah dilupakan." Darel. Sebuah nama singkat dan padat. Cowok pintar dalam pelajaran tetapi bodoh dalam perlakuan. Juga cowok yang menyandang sebaga...