Part 3 - Ketika Saatnya telah Tiba

4.7K 569 9
                                    

Hari yang selama ini Ava lalui selalu saja terasa berat. Lahir dari kesalahan seorang Dayang dan Raja penguasa negeri Pasundan membuat hidupnya dalam kesengsaraan. Setiap anggota keluarga kerajaan seolah berlomba membuatnya semakin menderita.

Wajahnya yang dianggap terlalu biasa saja dan ada darah pelayan yang mengalir dalam tubuhnya membuat semua semena-mena padanya. Tak peduli bahwa dalam tubuhnya juga mengalir darah bangsawan. Semesta seolah tengah mempermainkannya.

Malam telah pekat. Bulan telah tinggi dengan sinar terang. Andai saja dia menjadi putri petani ataupun nelayan, akankah para Dewa membuat hidupnya seperti yang ia jalankan kini?

Perkerjaannya belum usai. Ia masih harus menenun. Membuat baju yang indah untuk kakak pertamanya, Putri Dyah yang ingin terlihat cantik pada saat perayaan ulang tahun Kerajaan. Dimana kerajaan-kerajaan tetangga akan diundang datang. Dibayangan Ava itu pasti akan sangat membosankan. Para Pangeran yang bertingkah sok romantis dengan mata keranjang yang tak bisa dikondisikan.

Ava tak tahu, apakah ia bisa menyelesaikan semua itu dalam dua malam. Ava membaca mantera dengan mata terpejam. Ketika matanya terbuka alat tenun itu tengah menenun dengan sendirinya.

Ava tersenyum puas. Ia berharap pekerjaannya akan menjadi lebih ringan. Matanya mulai terasa berat, badannya juga pegal-pegal setelah seharian bekerja tanpa henti. Pelan tapi pasti matanya mulai terpejam dilantai kayu beralas tikar.

Tanpa Ava sadari sedari tadi ada yang mengawasinya dari sudut kamar yang ia tempati. Sosok yang seharian ini mengikutinya. Hayam Wuruk melepas jubah yang ia kenakan, menyelimuti Ava dengan itu. Membuat gadis itu semakin nyaman dalam tidurnya.

Hayam Wuruk duduk disamping gadis itu. Memerhatikan bagaimana lelapnya tidur Ava meski hanya dengan beralaskan tikar tipis. Kamar yang Ava tempati ini bahkan lebih buruk daripada peristirahatan yang ditempati pelayaan di istana Majapahit.

Tangan Hayam Wuruk terangkat. Mengusap dengan lembut kepala gadis itu. Binar matanya menyorot tajam kedepan. Dimana cakrawala dan rembulan berada. Rahangnya mengeras ketika mengingat ketidakadilan yang diterima Ava. Harusnya meskipun dia lahir dari kesalahan, tidak seharusnya dia diperlakukan sehina ini. Dalam darahnya mengalir, darah Sribadungga Linggabuana. Seharusnya Ava mendapat tempat dan perlakukan yang lebih layak, bukan seperti ini.

"Tunggu Ava, ketika saatnya telah tiba aku akan membawamu dari mereka."


***

16 Desember 2018

Part terakhir untuk hari ini

Biru

Didhelikake ing Padjajaran (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang