Tekstur pasir yang tak begitu halus menyapa kaki telanjangnya untuk pertama kalinya selama 18 tahun hidupnya. Ekspresi Ava begitu takjub saat merasakannya. Memandang jauh kedepan, gulungan ombak berlari kebibir pantai, dengan debur yang bertalu seirama dengan detak jantunya. Ava menggigit bibir bawahnya dengan kesal. Menahan jeritan memalukan yang pastinya akan segera lolos jika ia tak menahan sekuat tenaga.
Matanya Ava memedar memandang sekitar. Raja kelana yang berdiri menjulang. Melambai dengan penuh semangat kearahnya.
Hayam Wuruk meraih sebelah tangan Ava, menuntunnya agar berjalan mendekati bibir pantai yang tersapu banyu. Hayam Wuruk hanya mencoba untuk meringankan perasaan Ava. Setidaknya membuat gadis itu tersenyum lagi, akan membuat perasaannya juga lebih baik.
Mata Ava membulat dengan bibir membulat saat merasakan air laut menerpa sepasang kakinya yang tak beralaskan apapun. Belum lagi tekstur pasir yang terasa menggelitik telapak kakinya saat ia menggerakan kakinya.
"Bagimana? Apa perasaanmu sudah sedikit lebih ringan?" Ava mengerjap, mulutnya menutup seketika. Kepalanya mengangguk-angguk dengan cepat.
"Lumayan."
"Ini dimana? Kenapa banyak nelayan dan orang-orang itu?" Dagu Ava menunjuk pada para nelayan yang masih berada ditengah laut, yang tampak sangat kecil dimatanya.
"Dan, apakah mereka tak bisa melihat kita?" Ava bertanya merujuk pada beberapa orang yang jaraknya tak jauh darinya. Orang-orang yang tengah sibuk dengan ikan yang mereka jemur.
"Tentu saja mereka tak akan menyadari kehadiran kita." Jawab Hayam Wuruk tak acuh yang hanya dibalas oleh anggukan dan mulut Ava yang menyebut 'O' tanpa suara.
Ava mengambil ranting yang tergeletak tak jauh dari kaki Hayam Wuruk yang mengamati dalam diam apa yang Ava lakukan. Menggoreskannya membentuk untaian kata dalam bahasa sansakerta diatas pasir, yang mana ketika Ava menegakan tubuhnya kembali, ombak menghapusnya. Menghilangkan kata yang telah susah payah ia tulis.
Andai saja menghapus perasaannya pada Hayam Wuruk itu semudah ombak menyapunya. Pasti tak akan ada luka yang menganga, tangis mengikis perasaan, dan rindu menggebu mengikis kalbu, merobek sukma menjerit, meminta berhenti.
Tapi sekali lagi itu hanya fantasi semu, perharapan liar. Nyatanya menghapus perasaan tak akan semudah ombak menyapunya.
***
6 Januari 2019
Yang pengen dpt tugas Nelson Mandela, eh malah dapt Ngo Dinh Diem. Jauh banget dari Afrika Selatan ke Vietnam.
Biru
KAMU SEDANG MEMBACA
Didhelikake ing Padjajaran (Selesai)
Fantasy"Bisakah kamu menunjukan rupamu?" "Tidak." "Tidak sekarang." "Kenapa?" "Karena aku tak ingin." Ketika ketidakadilan dan kesengsaraan menjerat hidup Lavana Laksmi yang bahkan harus rela menjadi pelayan di kerajaan Padjajaran---kerajaan Ayahnya sendir...