Part 16 - Maaf!

3.3K 406 8
                                    

Seperti mentari yang menyapa kala pagi, tenggelam bersama senja menggetarkan hati. Seperti itulah hidup. Tawa surut kala duka menyapa tanpa permisi. Mempermainkan hati yang tengah berbunga adalah pekerjaan favorite semesta. Semesakan itu hidup Ava kini. Ayahnya, Linggabuana telah tersenyum disisi para Dewa. Tanpa sadar telah meninggalkan luka menganga dihati putrinya yang tak sempat merasakan hangat rengkuhan lengannya.

Hari Ava semakin kelabu setelah Garanya tak pernah lagi menampkan muka. Seolah pemuda itu telah pergi kedunia bawah untuk waktu yang tersisa. Ataukah selama ini hadirnya hanya implementasi dari rasa sakit hidupnya?

Kadang Ava bertanya dosa besar seperti apakah yang pernah dilakukannya dikehidupan sebelumnya, hingga para Dewa menghukumnya dengan kesakitan beraneka. Kesakitan yang menderanya tanpa henti dari dulu.

Salahkah jika Ava menyalahkan dan mengeluh akan takdir yang telah tersurat untuknya?

Oh Dewa, Ava hanya berharap rasa iba-Mu sedikit saja. Hanya sedikit. Setitikpun tak apa. Karena yang Ava inginkan hanya setitik kebahagiaan untuk kubangan lara dalam hidupnya.

Tolong. Jangan Garanya. Jangan dia yang kau kirimkan, sebagai cahaya dalam hidupnya. Sungguh Ava tak ingin setelah sakit yang Hayam Wuruk berikan dengan tak sengaja. Luka itu masih terasa mengiris kalbu.

"Ya Dewa, biarkan aku tersenyum untuk sisa hidupku." Ava masih bersimpuh dipojok tempat tidurnya. Sudah hampir satu purnama Ayahnya pergi tapi rasa sakit itu masih terasa. Sesal itu mengukung dalam belenggu lara tak berujung.

Hayam Wuruk duduk disamping Ava tanpa gadis itu ketahui. Menatap gadis itu tanpa putus. Sudah beribu purnama rasanya tak menatap wajah manis itu. Wajah yang selalu nampak tersenyum dan ceria. Tanpa ada yang tahu jika dalam senyum itu tersimpan duka yang begitu mendalam.

Tangan Hayam Wuruk terangkat. Merengkuh bahu gadis itu dengan hangat. Mencoba menyalurkan perasaannya, agar gadisnya tahu masih ada dia yang akan selalu disamping gadis itu. Menerima dengan hati lapang. Tapi, masih maukah gadis itu untuk menerimanya setelah semua?

"Ava, berhentilah menangis. Tak ada gunanya menyesali semua. Maafkan aku yang melukai perasaanmu dengan begitu dalam." Hayam Wuruk berbisik disamping telinga Ava dengan lembut. "Aku benar-benar minta maaf."


***

14 Februari 2019

Maaf upnya lama. Aku sibuk ngurus bidikmisi. Setelah itu selesai aku sibuk TOBK dan pameran. Ini aja ngetiknya buru-buru karena jam 10.30 nanti TOBK SOSIOLOGI.

Biru

Didhelikake ing Padjajaran (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang