Part 17 - Salah Padjajaran

3.4K 397 16
                                    

Ava mengangkat wajahnya saat mendengar bisikan lembut ditelinganya, belum lagi rangkulan yang sudah sangat dikenalnya. Gara? Benarkah itu Hayam Wuruk? Ataukah hanya halusinasinya? Matanya mengerjap memandang kesegala arah dengan liar tapi dia tak menemukan apapun. Hanya sebuah tangan tanpa wujud yang bisa ia rasakan tengah merangkulnya kini.

"Gara kamu dimana?" Ava memanggil dengan suaranya yang serak dan mata yang memerah karena terlalu lama menangis. "Gara!" Lagi Ava memanggilnya tapi sepertinya percuma karena rangkulan pun tak ia rasakan lagi.

Ava refleks berdiri memutar badannya mengelilingi kamarnya yang tak seberapa luas dengan harapan sosok itu mau menampakan diri. "Gara jangan seperti ini. Aku mohon jangan pergi. Gara, aku masih membutuhkan penjelasanmu akan semua yang terjadi!" Ava menangis dengan kepala menunduk. Badannya hampir saja merosot jika sebuah tangan tidak merengkuhnya terlebih dahulu dari belakang.

Ava menegakan kepalanya. Memutar badannya agar berhadapan dengan sosok itu. Mata Ava melebar saat menyadari Hayam Wuruk berdiri didepannya dengan mata penuh penyesalan. "Jangan menangis. Aku mohon berhentilah menyakiti dirimu sendiri." Hayam Wuruk menghapus dengan lembut air mata yang menganak sungai dikedua pipi Ava.

"Kenapa? Kenapa kamu tega melakukan semua ini padaku Gara? Apa salahku padamu?" Ava bertanya dengan mata berkilat penuh amarah. Bagaimanapun sosok yang berdiri dengan gagah di depannya kini adalah orang yang telah menghabisi nyawa ayah dan kakaknya.

"Maaf kan aku!" Hayam Wuruk lemah. Dia mengakuinya. Sekarang dia hanya lelaki biasa yang tak berdaya menghadapi kemarahan dan kecewa dari wanita yang dicintainya.

"Tidak. Jangan meminta maaf. Aku tidak butuh itu. Aku hanya bertanya kenapa kamu tega membunuh mereka? Kenapa kamu tega menyakitiku begitu dalam? Kenapa? Apa selama ini kamu hanya berpura-pura baik di depan ku? Apa selama ini kamu datang kemari untuk mematai istana kami?"

Hayam Wuruk mengusap kasar wajahnya. Jujur saja perkataan Ava memancing emosinya. Dia tak sepicik itu dan tak akan tega untuk memanfaatkan wanita yang dicintainya. Apakah Ava tidak bisa melihat kesungguhan Hayam Wuruk akan dirinya? Mengapa dimata gadis itu dia menjadi penyebab semua kekacauan yang terjadi?

Hayam Wuruk memegang kedua bahu Ava dengan lumayan erat. Matanya menyorotkan luka saat Ava menatapnya. "Ava! Apa begitu rendah penilaian dirimu akan aku ini?" Ava menunduk sembari menggigit bibir bagian bawahnya. Menahan isaknya agar tak lolos.

Jujur, Ava tak benar-benar berpikir begitu selama ini. Hanya keadaan saja yang memaksanya untuk saat ini.

"Dengarkan ini Ava." Hayam Wuruk mengangkat dagu Ava dengan sebelah tangannya. "Tatap mataku dan aku akan mengatakan semuanya." Tekan Hayam Wuruk tegas. Tanpa bantahan Ava langsung menurutinya.

"Semua salah kalian."

"Salah kerajaan Padjajaran."

Tubuh Ava mematung saat Hayam Wuruk mengatakan semua itu dengan mata yang berkilat penuh amarah. Tidak, Hayam Wuruk terlihat murka dan penuh dendam. "Jika saja Padjajaran menuruti perjanjian yang telah ditandatangani sendiri oleh Linggabuana semua ini tak akan terjadi. Aku tidak akan membunuh para penghianat itu." 

Tangan Ava mengepal, menahan lonjakan perasaan. Bahkan ini hanya awal perkataan Hayam Wuruk.


***

19 Februari 2019

Maaf baru up. Harusnya kemarin, cuma kemarin hp nya di reset.

Biru

Didhelikake ing Padjajaran (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang