Waktu itu bergulir seperti air disungai, hingga tak ada yang menyadari bagaimana bergulirnya yang begitu meresahkan. Bukan pula sesuatu yang bisa kau genggam, maupun kau pertahankan. Juga tidak bisa kau ajak kompromi. Tapi waktu bisa kau maanfaatkan sebaik mungkin, agar tak ada penyesalan.
Penyesalan bukan hanya hal yang bisa ratapi, tapi cobalah belajar darinya. Ava bisa saja kini hanya meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Menyesal akan nasib, jalinan takdir yang tak pernah berpihak padanya. Bahkan dia pun yang hadir dengan kata 'melindungi' kini malah membuat hatinya sakit. Berdarah terasa.
Dia yang mengulurkan tangan, yang menjanjikan sebuah perlindungan, keamanan, nyatanya adalah orang yang menyakitinya begitu dalam. Ava lupa jika Gara tak pernah menjanjikan sebuah rasa. Hanya dia yang begitu mendamba.
Kabar itu datang sore tadi. Dengan bangga kakaknya berkata, pemilik jubah itu adalah Hayam Wuruk, penguasa Majapahit, yang masih ada hubungan kekerabatan dengan Padjajaran. Telah mengajukan sebuah lamaran untuknya. Untuk Putri jelita Padjajaran---Dyah Pitaloka. Dan dia yang dengan bodohnya terperosok pada Gara tanpa syarat. Ava tidak peduli bagaimana rupa Gara. Ava tidak peduli siapa Gara. Ava tulus. Tapi sekali lagi semesta memang belum begitu ramah padanya.
Langit sudah menggelap, gemerlap bintang memenuhi cakrawala nyatanya hanya teman lara. Berulang kali Ava menghembuskan napas beratnya. Rongga dadanya terasa sangat sesat, seolah oksigen tak mencapai paru-parunya.
Bibirnya menyungingkan senyum simpul saat mengingat kebersamaannya dengan Hayam Wuruk. Hanya beberapa saat pemuda itu disampingnya tapi mampu membuat Ava memberinya sebuah rasa tak bertuan.
"Ava!" Ava yang sedang duduk dengan kaki terlipat didepan jendela---membeku. Suara itu tak asing baginya. Nada yang sangat Ava sukai ketika memanggil namanya.
"Kenapa?" Tanyanya lirih dan dalam, suaranya tercekat. Terasa hampa saat menyadari jika sebentar lagi dia yang diharapkannya akan menjadi milik orang lain.
Hayam Wuruk berjalan dibelakang gadis itu dengan pelan. "Apa yang sedang kamu lakukan?" Hayam Wuruk duduk disamping Ava tanpa membuat tubuhnya transparan. Percuma toh gadis itu sudah tahu dari saudarinya.
Ava menatapnya dengan mata berkaca. "Kenapa?" Ava mengepalkan tangannya kuat. "Kenapa menunjukan wujudmu didepanku?" Lanjutnya dengan lirih, melupakan jika saat ini yang duduk disampingnya adalah seorang raja.
Mata Hayam Wuruk menajam, saat setitik air mata jatuh dari mata Ava, yang menatapnya penuh tanya, luka, dan kecewa.
Menghela napas sejenak. "Kamu berhak mengetahui siapa aku."
***
3 Januari 2019
Cerita ini keluar dari jadwal. Harusnya tamat pas tgl 31 Des, malah sekarang belum tamat. Maaf.
Biru
KAMU SEDANG MEMBACA
Didhelikake ing Padjajaran (Selesai)
Fantasia"Bisakah kamu menunjukan rupamu?" "Tidak." "Tidak sekarang." "Kenapa?" "Karena aku tak ingin." Ketika ketidakadilan dan kesengsaraan menjerat hidup Lavana Laksmi yang bahkan harus rela menjadi pelayan di kerajaan Padjajaran---kerajaan Ayahnya sendir...