"Gue harap, lu jauhin Hanum." Nada pria itu kini meninggi, matanya begitu berkobar dengan amarah.
"Tidak!" bantah pria di depannya.
Kini pukulan demi pukulan di lemparkan, warna biru telah menghiasi wajah mereka.
Laki-laki memiliki mata bulat itu tergeletak di depannya."Jika lu gak mau jauh? Gue bakal yang jauhin lu sama Hanum."
Laki-laki itu hanya mengepalkan tangannya, ia tidak punya tenaga lagi untuk melawan laki-laki berwajah arab itu.
****
Tampak seorang gadis sedang mondar-mandir mengelilingi pakiran mobilnya, matanya meneliti setiap siswa-siswi keluar dari kelasnya.
Gadis itu gelisah, terlihat dari matanya. Ia melirik jam digital yang melekat di tangannya, bibirnya sering kali mengumpat. Orang yang ditunggunya tak kunjung tiba.
Tampak seorang laki-laki datang menghampiri gadis itu, langkahnya tak karuan arahnya.
"Kamu dari mana aja sih, Fir?" Mata gadis itu meneliti berbedaan orang di depannya.
"Firman, kamu kenapa?" tanya gadis itu lagi, Firman masih dalam keadaan lemas dan tak bertenanga.
"Nggak, Num. Nggak apa apa, yuk pulang," ajak Firman. Rasa khawatir itu membalut wajah oval milik Hanum, pria itu hanya tersenyum manis menatap gadis itu.
Kini mereka memasuki dalam mobil, Firman menyetir begitu pelan. Luka lebamnya mengakibatkan nyeri di tulang rahangnya, mungkin pukulan pria itu terlalu keras.
Membutuhkan waktu setengah jam, hingga mereka sampai kerumah masing-masing.
"Hmm," bibir pria itu terbuka, "Nggak kerasa udah 7 bulan kita kelas 3."
Firman memandang gadis itu, "Hanum kamu nggak apa apakan?."
Hanum mengedipkan matanya, lalu mengangguk pelan, "Eh, nggak apa apa."
"Kamu memikirkan apa?."
"Nggak kok, Fir."
Firman hanya memandang gadis itu, senyum gelisah itu yang didapat oleh laki-laki itu.
Kini mereka sudah sampai dirumah masing-masing, seperti biasa gadis itu memberikan senyuman termanis yang ia punya. Firman menatap lembut, lalu membalas senyuman itu dengan lambaian tangannya.
Kakinya melangkah berat, hatinya seperti bukan miliknya kini. Rasa khawatir menyelimuti tubuh laki-laki remaja ini, otaknya masih memiliki banyak pertanyaan.
Firman mendekat kepada wanita paruh baya itu, "Mi?"
Uminya menengok, senyuman terlintas di wajah beliau, "Mamanya, Hanum gimana?."
Wanita itu merangkul hangat putra pertamanya, "Nak, semua itu tergantung keputusan Hanum. Kamu sudah tanya dia?."
Firman segera menggeleng, "Hanum tidak mengatakan iya maupun tidak. Tapi, dia hanya mengatakan. Jika aku dan dia berjodoh, pasti akan bertemu."
Umi hanya tersenyum, "Nak, yakinlah jika suatu saat hanum akan menerima lamaranmu."
Firman telah rapuh, keyakinan tentang lamarannya di terima itu mustahil. Sedangkan, Bagas sudah mau melangkah cepat di depanku.
****
Entah, apa yang membuat Firman ingin mendesak Hanum untuk segera menjawab lamarannya. Ia memiliki firasat buruk, di kemudian hari tentang jawabannya.
Di otak laki-laki itu hanya sebuah keputusan, kepastian. Ia menerima apapun resiko yang menimpanya nanti, jika memang gadis itu tidak memilihnya ia tak akan mempermasalahkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaulah Imamku [SUDAH TERBIT]
Romance#1 Ijab qobul (25 Juni 2019) #1 wattys2019 ( 19 Desember 2019) Gaun cantik menempel di tubuh gadis itu, ijab qobul akan segera di mulai. Hatinya begitu gelisah, calon suaminya tak kunjung datang untuk mengujarkannya. Sah! Ini bukan suatu kebahagian...