Di vote dulu ya :v
---------------------------------------------------------Kemeja putih telah menempel rapi di tubuh pria yang sejak tadi masih membenarkan kerah kemejanya. Jas hitam terkancing begitu rapi di kemeja dipakainya, senyuman manis sebagian bonus dari pantulan bayangannya.
Ini yang dinanti, kelulusan sekolahannya dan juga jawaban dari gadisnya. Sudah lama ia menunggu, dan ini adalah hari yang tepat baginya.
Firman duduk di antara para sahabatnya, senyum indah melukis di wajah pria itu. Bola matanya menuju ke arah gadis cantik di ujung panggung, baju warna hijau toska begitu cocok di kulitnya.
Siswa-siswi sudah terpanggil di atas panggung, tinggal dua nama orang lagi untuk namanya disebut. Rasa gemetar menyelimuti tubuh Firman, peluh keringat membasahi pelipisnya.
"Firman Firmansyah."
Kakinya beranjak dari tempat duduknya, senyuman percaya diri sudah terpancar mulus. Ia menjadi sorotan bagi wanita di sana, kakinya melangkah dengan tegap dan begitu gagahnya.
Kakinya menelusuri tangga kecil di samping panggung, senyuman manis terlontar di wajahnya. Di pikirannya sekarang ini, hanyalah menunggu jawaban gadis dicintainya.
Penghargaan dan kenangan kecil tergenggam erat di tangan Firman. Hatinya berdegup begitu kencang, setelah namanya disebut ada gadis dicintainya menaiki panggung.
"Siti Hanum Anggraini."
Senyum malu, itu yang terlintas di wajah Hanum. Langkah kaki yang anggun, memikat pandangan seisi ruangan itu untuk menatapnya.
Kakinya yang memakai sepatu tinggi sekitar 4 cm, membuat langkahnya semakin pelan dan anggun. Senyum manis terlintas, pandangan yang gugup tak luput darinya.
"Hanum," teriak seorang pemuda, ia tak kalah menjadi sorotan bagi wanita.
Hanum menoleh, "Ada apa?."
"Hmm, di sini saya akan bicara," Pria itu mendekati Hanum, tangannya menggenggam begitu erat, "Hanum, sawf tatazawajani?"
*Note : Sawf tatazawajani = maukah kamu menikah denganku.
Bagai tersambar petir di siang bolong, bagi Hanum dan juga Firman. Mereka sama-sama kaget dengan Bagas yang lakukan, namun tidak berarti sama.
Hanum tersenyum manis, lalu mengangguk kecil. Ia merasakan kebahagiaan tiada duanya, ia dilamar oleh pria yang dicintainya.
Tidak dengan Firman, hatinya patah dan rapuh. Matanya berkaca-kaca, bibirnya bergemetar. Pita suaranya seakan hilang mendadak, ia tidak bisa menghentikan semua ini.
Kakinya beranjak begitu keras, hatinya seakan tertusuk tombak begitu banyak. Cemburu, kecewa, marah beraduk menjadi satu. Ia tak sanggup menatap tontonan yang menyakitkan itu, ia memutuskan untuk pergi dari acara itu.
Sedangkan Hanum masih terseyum bahagia, ia sempat lupa dengan pria sesudahnya. Pria yang melamarnya, yang menunggu jawaban darinya.
"Nak," panggil mama di kursi yang tak jauh ia duduk.
"Iya, Ma?"
"Bagaimana dengan Firman, Nak?"
Senyumnya memudar seketika, jantungnya seakan berhenti berdetak. Ia lupa dengan apa yang dia janjikan, Hanum begitu cemas dan takut.
"Dia dimana?"
Ia berlari meninggalkan acara itu begitu saja, banyak mata yang memandanginya. Rasa menyesal telah menyelimuti tubuhnya.
"Firman, Firman," teriak Hanum, kakinya masih menelusuri seluruh penjuru sekolah.
Matanya tidak menemukan orang yang diinginkan, bendungan air matanya pecah. Kini tinggal kesalahan yang mengutuknya, ia begitu bodoh.
"Jangan menangis," Hanum menoleh ke sumber suara, "Kamu tidak salah, aku yang salah."
Senyuman terpaksa terlintas di wajah pria itu, tangannya berulang kali mengusap wajahnya. Ia tidak menyangka akan seperti ini, rasa kecewa dan sakit.
"Maafkan aku."
"Buat apa?," Firman mengangkat kedua alisnya, "ini sudah terlanjur."
"Aku," matanya berkaca-kaca, gadis itu menundukkan kepalanya, "A-ku, su-dah, me-nya-ki-timu."
"Aku sudah cukup sakit num, dari dulu aku sudah merasakan sakit ini. Kau tau? Seberapa aku belajar untuk tegar tanpamu, melihatmu bahagia bersama orang lain, itu menurutku sulit untuk menerima kenyataan. Dan sekarang, luka apa ini yang kau perbuat? Luka apa yang barusan kamu gores? Luka apa, Hanum? Katakan."
Isakan tangis yang didengar oleh Firman, ia sangat ingin memeluk gadis itu. Tetapi, ia sangat terluka kepadanya.
"Jika memang kau tidak pernah, atau sama sekali tidak mencintaiku. Jangan pernah memberiku suatu harapan, yang membuatku kini bertahan dalam luka yang cukup dalam. Aku ingin menghalalkanmu, dan benar-benar, ingin jadikan kau istriku."
Lidah gadis itu seketika kaku, matanya berkaca-kaca, perasaannya kacau. Rentinanya masih menatap laki-laki di depannya, ia tidak tau harus berbuat apa setelah ini.
Laki-laki itu menghempaskan nafasnya dengan kasar, "Jika maafmu itu dapat mengubah segalanya, aku ingin buat rasaku kepadamu hilang. Lenyap, hingga tak ada yang tersisa," bola matanya menaik, berusaha tidak menjatuhkan air mata, "Tapi sayangnya, maafmu hanya menambah luka. Dan, ku mohon pergilah."
Langkah kakinya gamang, pria itu berusaha untuk baik-baik saja. Perasaan itu hancur, menurutnya semua harapannya telah hilang, lenyap.
Gadis itu masih di lumuri kesedihan, ia tau apa yang dirasakan orang yang ditolaknya. Tapi, ia tidak menginginkan pria itu untuk menemani hidupnya.
Tak bisa lagi untuk memperbaiki, ini hal buruk yang Hanum lakukan seumur hidup. Cacian apa yang pantas untuknya saat ini, kesedihan teramat dalam.
*****
Badannya tergelempang di atas kasur miliknya, pria itu tersenyum kecewa. Otaknya masih mengingat begitu kejam dunia kepadanya, air matanya berderai begitu deras.
Laki-laki tidak boleh menangis. Pendoman itu seakan tak mampu membuatnya untuk memperhentikan air matanya, bukan penyesalan melainkan kecewa.
Keyakinan yang ia buat, tekad yang begitu bulat. Kini telah hancur berkeping-keping, orang yang ingin dinikahinya di pelukan orang lain.
.
.
.
.Banyak part di hapus.
Doakan semoga terbit ya sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaulah Imamku [SUDAH TERBIT]
Romance#1 Ijab qobul (25 Juni 2019) #1 wattys2019 ( 19 Desember 2019) Gaun cantik menempel di tubuh gadis itu, ijab qobul akan segera di mulai. Hatinya begitu gelisah, calon suaminya tak kunjung datang untuk mengujarkannya. Sah! Ini bukan suatu kebahagian...