Part 2 - Kaulah Imamku

5.5K 194 7
                                    

SMAN Mukti 2

Kaki gadis ini berlari menuju papan pengumuman, yang bertempat tepat di kelas Dua Belas.

Deretan kertas demi kertas putih tergores tinta hitam. Sering kali, Hanum harus mempertahankan kokoh berdirinya, saat berdesakan puluhan orang.

Alhasil, apa yang ingin dia temukan. Terlihat jelas didepannya, senyum indah terukir dibibirnya. Pipinya mengembang, bahagia terukir di peluk matanya.

Akhirnya, selesai sudah tes yang dilakukan. Kini, telah berbuah  baik.

BRUK!!!

Hari pertama, kini menjadi hari sial. Itulah dipikiran Hanum saat ini.

Dia tak habis pikir, dengan orang yang menabraknya tanpa sepatah katapun menolong atau meminta maaf.

Matanya merayapi seorang pria yang menabraknya, pakaian putih biru itu yang ditangkap oleh matanya.

"Aduh, kamu gimana sih jalannya?" keluh pria itu, wajahnya seakan kesal dengan kejadian ini.

"Maaf saya tidak sengaja," jawab Hanum. Lalu, selang berapa detik ia mengulurkan tangannya.

"Kamu?" ujar pria itu.

Kerutan di kening Hanum. Bertanda jelas, siapa yang bertubrukan dengannya tadi.

Oh my god! Mungkin saja saat ini, banyak caci maki untuknya sendiri.

"Kakak?" ucap Hanum. Antara percaya atau tidak, itu yang ada dibenak Hanum saat ini.

Tidak ada sepatah katapun untuk memuji sosok pria ini. Tak ada kata-kata yang mampu menyerupai pria yang memiliki khas wajah tampan ini.

Idaman!. Batin Hanum, ia tak sadar jika kebahagiaan itu terlihat jelas di raut wajahnya.

"Kamu kenapa ada disini?" tanya pria itu. Lalu, berdiri dengan uluran tangan Hanum.

Meski berat. Setidaknya Hanum bisa membantunya untuk berdiri, ini lebih dari cukup.

Itu lebay Hanum!. Pekik dalam batinnya, yang berusaha menyingkirkan pikiran gilanya ini.

"Ehmm ... Aku daftar kesini kak," jawab Hanum yang sedikit canggung. Dan, itu terlihat jelas di sela-sela bicaranya.

Pria itu hanya menatap Hanum.

Tak ada yang menarik dari Gadis ini. Mungkin itu yang terlintas di otaknya.

Percakapan mereka berhenti dengan senyum khas dari pria itu, Hanum hanya mengangguk pelan.

****

Kelas 10 Ips 2, kelas yang sedang diduduki Hanum. Dan, ia sangat bahagia. Bisa bersama pria yang diidamankan.

Wanita yang cukup tinggi, sekitar 165 cm. Berjalan menuju tempat yang diduduki Hanum saat ini.

Teman baru. Itu yang terbesit di otak wanita itu. Matanya menatap lekat kepada sosok wanita yang berada di meja sendirian, tak ada seorangpun yang menyapanya.

"Aku boleh duduk disini?" tanya wanita itu, sambari tersenyum manis. Memandang wanita yang dipandang, hanya termenung di sela-sela kesendiriannya.

"Kamu ngelamun ya?" tanya wanita itu kembali, terdapat raut wajah kebingungan.

"Ehmm anu eh itu, gak papa. Kamu duduk sini aja," ujar Hanum dengan gugup.

Sudah satu jam berjalan, namun tak ada suarapun yang keluar.

Dingin ya!. Batin Hanum, ia merasa kurang pas jika disandingkan dengan wanita disebelahnya yang pandai bergaul.

Hanum sering kali membuka menutup mulutnya, gugup yang didapatinya.

"Ehmm. Ngomong ngomong sampai kapan kita diem aja," pekik Hanum, sambari menyengir tersenyum.

Wanita itu, menatap pelan Hanum. Mungkin ia belum pernah bertemu orang yang begitu kaku dalam perkenalan, "Oh ya. Kenalin namaku Fatimah Nur Agraini," ucap Wanita itu. Lalu, menjulurkan tangannya kepada Hanum.

Entah, apa yang dipikir oleh Hanum. Ia ingin memperlihatkan giginya, dan juga pipi mengembangnya.

Namun, nihil. Ia begitu baru saja mengenal Fatimah.

"Heheh kok sama ya, kenalin namaku Siti Anum Agraini, sama ya," jawab Hanum. Sambari membalas jabatan tangannya.

Heran. Itu yang terlintas di benak Fatimah. Itu bukan suatu kebetulan, tapi memang ini kesamaan.

Fatimah tertawa kecil, "Kok bisa ya?" Tanya Fatimah.

Hanum hanya mengangkat kedua bahunya yang berarti, ia sama sekali tidak mengetahuinya.

Pembicaraan mereka berdua, berubah menjadi sebuah luconan. Layaknya, mereka sudah mengenal lama.

Memang diakui, Fatimah orang yang mudah bergaul. Ia slalu mendapatkan teman yang ia inginkan.

Di ambang pintu terlihat sosok pria yang memiliki tinggi 175 cm. Tinggi bukan? Bahkan jika Hanum berada di sampingnya mungkin Hanum hanya sebatas dadanya. Dan, bisa jadi, hanya batas perut dan dada.

Lambaian itu dapat dilihat, terarah pada Hanum. Eh. Bukan. Terarah pada Fatimah, Hanum menyeret bola matanya memandang tangan Fatimah juga melambai pria yang berada di ambang pintu.

Langkah tegas pria ini mengingatkan sesuatu di otak Hanum. Bayangannya semakin terlihat dan semakin menempel di rentina mata Hanum.

Fatimah tersenyum manis, "dia mantanku," Fatimah berbisik kepada Hanum.

Bayangan itu semakin jelas, semakin dekat. Wajah pria itu tidak begitu asing di ingatan Gadis yang memiliki pipi mengembang ini.

Hanum berbisik, "Namanya siapa?" Fatimah tertawa geli, "Bagas Duwi Jaya."

Pria itu kini berada di depan Hanum dan Fatimah, senyuman khas itu yang membuat Hanum tak pernah menyangkanya.

Pria ini? Wanita ini?. Batin Hanum, ia tak bisa menelan salivanya sendiri. Rasanya sulit, ini bukan suatu penyatuan mantankan?

"Kamu sekolah disini? Kok gak bilang aku?" tanya Bagas, seraya mendekatkan kursi pada Fatimah.

Senyum khasnya membuat Hanum hampir menjadi wanita terkutuk, matanya berkali kali memandang secara bergulir. Dan, itu yang membuat ia merasakan sakit.

"Ih deket deket" Fatimah berteriak, namun dengan penekanan dalam suaranya. Dapat dilihat, raut wajah Fatimah berubah menjadi Fatimah yang feminim, bukan yang memiliki cara gaul seperti tadi.

"Dia siapa?" Tatapan Bagas kini beralih kepadaku.

"Kenalin, dia teman baruku. Namanya, Siti Anum Anggraini," sahut Fatimah. Sedangkan, bibir Hanum masih kaku untuk membuka.

Bagas mengulurkan tangannya kepada Hanum, kringat dingin itu yang didapat ditubuh Hanum. Jantung berdetuk kencang, memompa lebih kuat, semakin membuat Hanum bergemetar.

Berapa detik kemudian, Hanum membalas jabatan Bagas. Itu terbilang cukup lama. Dan Bagas, tripikal orang yang tak sabaran.

Disinilah, Mereka dipertemukan. Entah, takdir Tuhan seperti apa lagi? Yang di pikir Hanum saat ini adalah, bagaimana cara bisa menghabiskan waktu dengan pria yang dikaguminya. Meski, ia tau. Itu akan mustahil baginya, lalu? Bagaimana lagi? Ia tidak ada akal sama sekali.

.
.
.
.
.

Pembaruan cerita:)
Banyak yang di ubah di part ini.
Ada perubahan pasti ada alasan:)
Kek dia:v

Next part ya sayang:*
.
.
.

Kaulah Imamku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang