Part 14 - Kaulah Imamku

1.9K 66 0
                                    

Rasa gelisah terlihat jelas di raut wajah umi Firman, beliau sedikit tidak yakin dengan lamaran yang minggu lalu.

Mata beliau menatap wanita yang seumuran dengannya, rasa canggung dapat di lihat dari mata mama Hanum.

Umi melumati bibirnya sendiri, "Mbak," mata beliau menatap meja di depannya, "Gimana? Sama Hanum?."

Mama menarik nafasnya dalam, seakan jawaban yang akan diberikan tidak akan menyelesaikan masalah ini. Namun, hanya itu yang diterima olehnya.

"Soal itu, saya belum tau. Soalnya, sudah berapa kali saya tanya, Hanum hanya menjawab, kalau jodoh, pasti bertemu."

Umi tersenyum tipis, "Tolong, ya, Mbak. Untuk dikasih kepastiannya, tidak baik lamaran digantung sama jawaban."

Mama hanya tersenyum, ia sangat mengerti apa yang dirasakan umi.

"Kalau begitu saya pamit ya," kaki umi berdiri dari tempat duduknya, "Salam untuk Hanum."

Rasa kecewa yang didapat umi untuk anak laki-lakinya. Beliau tidak tau harus bagaimana, jalan pintasnya hanyalah bersabar dan menunggu.

*****

"Assalammualaikum, Ma."

Mama hanya menatap anak gadisnya pulang sekolah, "Wa'alaikumsalam, Nak. Kemarilah dulu sayang."

Hanum melangkah kecil menuju mamanya, wajah lesuh terlihat di lengkuk bola matanya.

"Nak, uminya Firman kemari," ucap mama. Tangannya sambari memegang erat anak gadisnya, perasaannya mengharap kepastian dari bibir putrinya.

"Ish," Hanum menatap tidak suka atas pertanyaan mamanya, "Hanum sudah bilang. Nanti, kalau Hanum berjodoh pasti ketemu."

"Gini aja," mata Hanum memutar menatap langit-langit rumahnya, "Kalau umi tanya gimana lamarannya, bilang aja. Kalau gak bisa nunggu, dibatalin saja."

"Nak!" Intonasi mama semakin tinggi, tingkah putrinya terlalu menyepelekan, "Ini soal pernikahan, bukan pacaran."

Kakinya beranjak pergi, "Hanum butuh sekolah, pengen kerja, bukan nikah. Lagian, umur juga belum menyukupi."

"Kamu bisakan? Bilang ke umi atau Firman untuk menunggu."

"Hanum capek, Ma. Please!."

*****

"Mi," panggil Firman, matanya tidak menemukan sosok uminya.

"Umi."

"Ya, Nak," balas umi, beliau tersenyum manis setelah keluar dari ruang dapur.

Mata Firman menatap lembut, "Mi, minggu depan. Firman kan lulusan, Firman keluar kota ya?."

"Nak," beliau menyerngit, "Jika kamu keluar kota, bagaimana dengan umi?."

Tampak jelas di raut wajah beliau, rasa khawatir terhadap anak laki-lakinya.

Firman tersenyum manis, tangannya beralih ke pipi uminya, "umi ikut Firman."

Tanda tanya besar berada di benak uminya, Firman menangkap apa yang di pikirkan beliau.

"Umi, masih memikirkan lamaran itu?," Beliau hanya terdiam, "Sudah ya mi, Hanum sudah memilih lelaki yang lebih baik dariku."

Air mata berderai di kelopak mata umi, hatinya begitu sakit tidak bisa mewujudkan keinginan putranya. Benar saja, hati Firman yang tadinya kuat kini runtuh seketika.

"Maafkan umi, Nak. Umi belum bisa mewujudkannya."

Isakan tangis terdengar jelas di telinga Firman, "Umi. Aku tidak mengharapkan harus mewujudkan yang Firman mau," lirih Firman.

Berulang kali Firman mengusap air mata umi. Beliau begitu berarti, ia tidak ingin umi semakin merasa bersalah hanya seperti ini. Baginya, ini adalah masalah dirinya.

Tok.. Tok..

Mata Firman membulat, panca pendengarannya mengarah ke pintu rumahnya, "Firman lihat dulu ya, Mi."

Kakinya beranjak menuju pintu rumahnya, tangannya menggengam gagang pintu, menekannya kebawah.

Dia disambut senyuman indah dibalik pintu, wanita yang selama ini telah ditunggunya.

"Assalammualaikum," salam lirih gadis itu.

"Waalaikumsalam," matanya menelusuri lengkukan wajah gadis itu, "Silahkan masuk, Hanum."

"Hmm," gadis itu tersenyum paksa di raut wajahnya, "Nggak usah, disini aja."

Hanum menatap tajam laki-laki yang melamarnya minggu lalu, "Fir, untuk jawaban lamaranmu. Aku belum tau pasti, ku harap kamu mau menunggunya."

Entah. Tekad, serta perasaan Firman kini kembali ke semula. Rasa bahagia terukir di wajahnya, meskipun ini tidak melegakan hatinya.

"Aku akan tetap menunggu. Jika kamu tidak mau, tidak apa-apa."

Gadis itu menundukkan kepalanya, ia tidak tau apa yang dilakukan lagi.

"Ngobrol sebentar, yuk," tawar Firman, ia memberikan sedikit bonus senyuman untuk gadisnya.

Ia mengangguk, lengkungan senyumnya menimbulkan bulat di pipinya. Sudah lama Firman merindukan kisah ini, tertawa bersama, bercerita.

Bagi Firman, Hanum adalah gadis pengembang mood-nya. Gadis yang benar-benar bisa membuatnya semakin bersemangat hidup, dia salah satu orang yang bisa membuat dirinya jatuh cinta kepadanya.

Kerinduan masa dulu kini memeluk benak Hanum dan Firman. Mereka merindukan sosok orang di depannya seperti dulu, jarak mereka kemarin hanya suatu penghalang bagi Firman.

.
.
.

Part yang ini sedikit? Maaf ya😂 banyak paragraf yang di hapus. Momennya udah fi satuin jadi satu:v biar ringkas
Kek cintaku ke dia:v

Kaulah Imamku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang