1- Dia.

563 51 9
                                    

Selamat datang di cerita pertama author, semoga suka ya!

Happy reading!!

***
Suara decitan sepatunya dengan lantai memenuhi koridor sekolah. Sudah hampir setengah jam tadi bel berbunyi, raut wajahnya khawatir, dia harus segera menyerahkan surat ini ke kepala sekolah untuk meminta persetujuan acara pengisi Bulan Bahasa. Ya, dia ketua OSIS SMA Bina Bangsa, Aryan Shasetya.

Bibirnya tak henti hentinya bergumam. "Semoga saja belum telat."

Dia melangkahkan kakinya lebar- lebar karena ruang guru sudah di hadapanya, sekitar lima langkah lagi. Tapi, langkahnya terhenti tatkala suara seseorang menggelegar di koridor. Entah dapat dorongan darimana dia memilih mengikuti suara yang sedari tadi menggelegar memenuhi koridor padahal tujuan sudah didepan mata.

Disisi lain dua orang gadis sedang berdebat, salah satu gadis itu memegang tangan gadis di hadapanya dengan erat. Sampai-sampai suara rintihan gadis didepanya sedikit kencang. Sudah pasti gadis itu merasa kesakitan karena cengkraman di tangannya sangat kuat dan erat.

"Kak lepas!" Ucap gadis itu dengan suara lirih tapi terdengar penuh penekanan.

"Denger ya! Gue nggak akan biarin lo hidup tenang, karena apa?! lo udah ngerebut punya gue! Kebahagiaan gue!" Tangannya masih saja mencengkram dengan kuat, ditambah injakan pada kaki gadis di depanya.

"Apa gue salah kak? gue juga butuh mereka, kasih sayang mereka. Gue juga adik lo. Tapi kenapa lo selalu nyalahin gue? Bukan gue yang ngerebut kebahagian lo, tapi lo sendiri yang merusaknya. Jadi bukan salah gue, seharusnya lo sadar diri kak!" gadis itu terisak dalam tangisnya, seraya menahan rasa sakit di tanganya yang masih dicengkram orang dihadapanya ini, yang tak lain adalah kakaknya sendiri.

"Nggak usah ngajarin gue! yang harusnya nyadar itu lo! tanya ke diri lo sendiri kenapa gue benci banget sama lo!" Tekan kakaknya, mendorong bahu adiknya hingga tersungkur ke lantai dengan masih memegang pergelangan tanganya yang memerah akibat cengkraman tadi.

"Dan satu lagi! kalau lo berani ngadu ini semua orang, gue nggak segan-segan ngelakuin yang lebih dari ini semua! ingat lo!" Ucapnya pergi dari hadapan gadis itu yang masih terisak dalam tangisnya.

Air matanya tak henti-hentinya menetes, gadis itu menegakan badannya kembali dengan sedikit nyeri di kakinya karena injakan kakanya tadi, dia benar-benar merasa sakit. Apalagi hatinya, rasanya ia ingin sekali mengadu dan menghentikan semua ini.

Mengadu?

Jangankan mengadu, berbicara saja sulit rasanya apalagi menghentikan. itu sama saja memberi peluang besar orang yang membencinya untuk menjatuhkannya lebih dalam. Ini saja masih menyangkal di hati, apalagi dia harus menghadapinya sendiri dan masih banyak lagi rasa sakit yang ia pendam sendiri dalam hati. biarlah hanya dia dan Tuhan yang tau.

Bukankah seorang berhak mempunya privasi sendiri?

Sedangkan disisi lain Aryan atau lebih akrab di panggil Ryan sedang memerhatikan kejadian tadi. Hatinya sedikit mencelos melihat gadis yang masih terisak dalam tangisnya.

Bukan menguping, dia hanya tidak sengaja mendengar suara keras yang menggelegar itu. Sampai disini lah sekarang, sudut kelas X dengan sedikit bersembunyi.

Jika dia keluar saat kejadian tadi, dia takut mencampuri urusan orang lain. Bukanya dia tidak berani, tapi itukan privasi seseorang, mana mungkin dia masuk begitu saja?

Dan sebagai ketua OSIS, dia harus menjaga sikap, etika dan yang terpenting image. Ya, mana mungkin ketua OSIS mempunyai image yang tidak baik? seharusnya dia yang bisa memberi contoh anggotanya serta murid lain.

Perlahan tapi pasti Ryan melanglah kan kakinya mendekati gadis itu yang masih setia berdiri ditempatnya, membelakangi Ryan.

"Ini, hapus air mata lo." tangan nya menyodorkan sapu tangan.

Gadis itu tersentak kaget, dia membalikan tubuhnya, kepalanya mendongak melihat siapa orang itu. Dan..

Matanya mengerjap beberapa kali tak percaya bahwa orang yang dihadapannya adalah dia.

Dan sama seperti gadis tadi, Ryan kaget bukan main.

ternyata dia.

Tapi dengan cepat dia mengondisikan raut wajahnya yang kaget dengan raut wajah tenang, Seakan tak ada apapun diantara mereka. Bukan Ryan tidak tahu, tapi memang tadi Ryan memerhatikanya dari jarak yang lumayan jauh.

Ryan menggambil tangan gadis itu untuk menerima sapu tangannya. karena dari tadi gadis itu hanya diam tak bergerak, sebenarnya Ryan sedikit grogi melakukannya. Tapi melihat gadis itu masih menagis, walaupun tadi Ryan tau kalau gadis dihadapannya ini sempat kaget saat melihat dirinya.

"Pakai, jangan dianggurin." titahnya sebelum melangkah pergi menjauh dari gadis itu.

Dia yakin ruang guru sekarang kosong. Tidak ada satupun orang disana, jika ada paling hanya para staff sekolah yang memang pulang sore atau sekedar mengerjakan tugas mereka. Dan itu percuma saja jika Ryan memaksakan ke ruang guru.

Mengingat tadi, sebenarnya Ryan tidak tega meninggalkan gadis itu sendiri. Tapi dia juga tidak bisa kelamaan disana, tadi saja jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Itupun hanya pertemuan singkat dan tidak disengaja. Entah tidak seperti biasanya, mereka juga terkadang berpapasan tapi tidak saling tegur, bahkan tatapan mereka bertemu pun biasa saja.

Tapi kenapa kali ini berbeda?

Bahkan mengingat kejadian tadi hatinya merasa kasian dengan gadis itu. apa boleh buat? dia bukan siapa- siapa. kecuali teman, itupun kalau gadis itu menganggapnya.
______________

Aryan Shasetya

Terima kasih yang sudah mau mampir membaca cerita ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terima kasih yang sudah mau mampir membaca cerita ini. Mohon maaf apabila ada kesalahan katanya. Author hanya penulis baru yang mencoba membuat cerita yang bisa di bilang absurd ini.

Jangan lupa vomen ya, hargai usaha author, oke?

Follow Ig: @destifahreza

Bye-bye!!

SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang