Ada yang nunggu cerita ini gak?
Cuma nanya kok.
Oke, langsung aja.
Happy reading!!
***Hari ini, merupakan tepat perayaan Bulan Bahasa. Semua siswa siswi sibuk mempersiapkan segala hal untuk mengikuti beberapa acara Keikutsertaan mereka pada perayaan Bulan Bahasa kali ini.
Kali ini, mereka di haruskan memakai kaos berwarna putih, mengingat akan dilaksanakannya colourfun, termasuk untuk melengkapi acara yang satu ini, acara yang pertama kali di adakan di SMA Bina Bangsa.
Ryan bersama Reza, serta Dean yang mengikuti mereka dari belakang, ketiganya berjalan ke arah lapangan yang akan digunakan acara colourfun. Dengan jas almamater OSIS melekat di tubuh ketiganya menambah kewibawaan dari ketiga cowok yang sedang berjalan tegas ke arah lapangan ini. Sampai disana, ketiganya berdiri tidak ajuh dari panggung yang akan dijadikan tempat tampil beberapa anggota ekskul di sekolah ini.
Ryan tersenyum mengingat kejadian tadi pagi, bahkan saat tiba di koridor tengah, tepat menghadap ke lapangan, senyumnya terus terukir di wajahnya. Reza mengalihkan wajahnya, disaat dirinya celingukan mengabsen segala keperluan untuk acara ini, dia malah mendapati Ryan yang terus tersenyum dengan kedua tangan di dalam saku jas.
"Lo gila ya?" Celetuk Reza, membuat Ryan menoleh ke arahnya dengan kedua alis terangkat.
"Gila? Siapa?" Ryan bahkan tak mendengar keseluruhan ucapan Reza barusan.
"Lo lah! Siapa lagi yang senyum-senyum gak jelas selain lo?"
Bukannya menjawab ucapan Reza barusan, Ryan malah melangkah mundur tiga kali lalu menyenderkan punggungnya ke dinding kelas.
Masih dengan senyum terpatri di wajahnya, dengan tatapan lurus ke depan. Mengingat kembali kejadian pagi tadi.......
Kedua alis Ryan hampir bertautan melihat gadis yang berdiri lima meter di depannya. Menghentikan laju motornya, lalu membuka kaca helm fullface miliknya. Tidak salah lihat, dia Risa. Pikirannya ragu, ingin menawari Risa agar berangkat bersamanya, namun dirinya sudah pasti tahu jawaban gadis itu. melewati Risa begitu saja?
Ryan tak tega membiarkannya, menunggu angkutan umum ataupun taksi di jam segini. Bahkan kurang 10 menit lagi gerbang sekolah pasti akan tertutup rapat.Tidak ada pilihan lain, Ryan melajukan motornya beberapa meter ke depan hingga tepat di depan Risa, dia menghentikan laju motor miliknya.
"Mau bareng gak?" Masih diam, Risa tak merespon sama sekali. Hanya melirik Ryan, lalu tatapannya kembali mengabsen jalanan.
Melihat Ryan tak kunjung pergi, Risa menghela napas.
"Makasih, tapi duluan aja."Tangan Risa menunjuk ke arah lurus dimana jalan yang menuju ke sekolahnya, bermaksud agar Ryan berangkat duluan. Namun dugaan Risa salah, Ryan masih tetap duduk di motor miliknya dengan tatapannya ke arah Risa.
Merasa memerhatikan Risa, Ryan segera mengkondisikan ekspresi wajahnya sebiasa mungkin.
"Sepuluh menit lagi masuk, gak mau bareng gue aja? Jam segini biasanya taksi ataupun angkutan umum jarang yang lewat." Ujar Ryan lagi.
Risa melirik jam di pergelangan tangannya, benar sudah pukul tujuh. Dan bel masuk sekolah pukul tujuh lebih sepuluh menit. Sepertinya tidak ada pilihan lain, terbukti hanya beberapa angkot ataupun taksi yang lewat, itupun sudah penuh penumpang semua.
Sedikit ragu, menghela napas lalu menatap Ryan sebentar, kemudian melirik jam di pergelangan tangannya lagi. Tidak ada waktu lagi, ini sudah hampir telat. Dia tidak mau lagi telat, dia bahkan sudah mati-matian bangun pagi agar tidak terlambat. Dia bertekad kali ini, mulai dari sekarang dia tidak akan pernah terlambat lagi, semoga saja seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence
Ficção AdolescenteDua orang yang tak pernah saling menyapa. Diam, bukan berarti tak mungkin memiliki perasaan antara keduanya kan? ___ penasaran bisa lanjut baca, oke? @di_orvie _2019