Selamat membaca...
***
Mata jam pelajaran terakhir adalah olahraga. Kali ini untuk kelas XI IPA 2 dan XI IPA 1. Jadwal olahraga kedua kelas memang sama, namun beda guru pembimbing.Di kelas Risa, mereka sedang riuh- riuhnya mendengar kabar bahwa pak Thariq, selaku guru pembimbing mereka tidak masuk. Jadi, bisa dipastikan kali ini mereka free class. Beda dengan kelas sebelah IPA 1 yang sudah terlebih dahulu berkumpul di lapangan.
"Karena saya masih ada urusan yang tidak bisa saya tinggal, maka hari ini kalian bisa olahraga bebas!" semua murid tampak gembira, pasalnya hari ini merupakan pengambilan nilai khusus permainan voli. "Tapi ingat! jangan pulang sebelum bel pulang berbunyi, oke?!!" Semua mengangguk mendengar penjelasan guru pembimbing mereka.
Guru itu berlalu dari hadapan mereka, membuat suara sorak riuh semakin kencang. Ada juga yang joget- joget tidak jelas. Apalagi bagi mereka yang belum menguasai betul teknik permainan voli, sudah dipastikan mereka bersorak lebih kencang bahkan ada yang sampai berpelukan, sampai terharunya mereka.
"Fyuuhh...akhirnya gue bisa bebas! Yuhuuu..!!" Sorak Dean, tangannya sudah digoyang-goyangan ke atas.
"Yoi lah!!" Itu suara Iqbal yang sedang bertos-ria dengan Dean.
Reza yang melihat ke arah dimana para perempuan berpelukan sambil sesekali berjingkrak ria, dia merinding sendiri.
"Idihh..kok bisa se-alay itu ya?""Siapa yang alay?" Tanya Raga yang memang berada disampingnya.
"Tuh! belakang lo." dagu Reza terangkat ke arah para perempuan berada.
Raga ikut melihatnya, dan seketika senyum tipis terbit di bibirnya. Bukan, bukan karena para perempuan yang Reza tunjuk, melainkan seseorang yang sekarang berada tepat di depan ruang UKS.
"Ya elah...senyum lagi." Reza berkacak pinggang sambil sesekali tangan satunya melambai ke wajah Raga.
"Oy, ngapain? Kesurupan ya?"
Raga tak bergeming, masih dengan posisi sama. Melihat itu, Reza segera berlari ke arah Dean dan menarik tangan cowok itu, meninggalkan Iqbal yang masih setia berceloteh padahal yang diajak bicara sudah tidak ditempatnya.
"Apaan, sih?" Tanya Dean melepas cekalan tangan Reza.
"Tuh, liat temen lo! Ngeri kagak tuh menurut lo?" Reza menunjuk Raga, keduanya sama-sama menatap Raga.
Dean dengan wajah cengo-nya. Reza dengan wajah masamnya, kedua alisnya terangkat.
"Wah..wah! Kesurupan ini mah!" Dean segera mengambil asal botol minum teman sekelasnya yang memang di letakan di pinggir lapangan.
Setelah meminum air yang entah milik siapa, Dean berjalan kearah Raga. Kedua pipinya mengembung menahan air agar tidak keluar dari mulutnya.
Tepat di wajah Raga, Dean menyemprotkan air yang diminumnya. Membuat Raga terkejut, detik selanjutnya Raga melotot ke arah Dean.
"Apa-apaan sih lo?!" Kesal Raga. Tangannya sibuk membersihkan bekas air yang masih tertinggal di wajahnya.
Reza menepuk jidatnya sendiri, melihat apa yang barusan Dean lakukan.
Dean menyengir, lalu mengelus dadanya sendiri. "Untung gak jadi kesurupan."
"Siapa? Siapa yang kesurupan?" Beo Raga.
"Lah, tadi kalo bukan kesurupan terus apaan dong?"
Raga mengerutkan kening, tidak mengerti apa yang di bicarakan Dean barusan.
Raga mengibaskan tangnnya ke atas, seperti berkata 'sudahlah'. Dia berlalu dari lapangan, mengabaikan teriakan Iqbal yang barusan Ia lalui dan juga teriakan Reza.
"Lo ngapain sih pake acara kek gituan?!" sungut Reza.
"Iya nih, hello! Ini masih siang, mana ada setan kelayapan!" tambah Iqbal.
Dia sebenarnya lihat apa yang di lakukan Dean ke Raga barusan. Bahkan tadi dia sedikit mengumpat menyadari Dean tidak ada di sampingnya dan membiarkannya berbicara ssndiri, karena ulah Reza yang tiba-tiba menarik Dean.
"Ya..kan gue waspada aja, siapa tau kesurupan beneran, kan?"
------
Ryan memutuskan keluar dari lapangan, disana-pun dia tidak melakukan apa-apa dan lebih lagi free class.
Sekarang Ryan telah berada didepan ruang BK. Sejak tersebarnya foto dirinya dan Kevan, guru BK langsung memintanya datang keruangan ini. Kali ini dia tidak bisa menunda lagi, ini kesempatan untuk menjelaskan semuanya, tentang foto itu.
"Assalamualaikum, Bu."
Dua orang yang sedang berbincang menoleh ke arah pintu, dimana Ryan berdiri seraya masih memegang knop pintu.
Satu diantaranya tersenyum. "wa'alaikumsalam, silakan masuk."
Mengangguk dan berjalan ke arah meja guru.
"Duduk Ryan." sekali lagi dia mengangguk lalu duduk tepat di hadapan dua guru sekaligus.
Ryan tahu tepat di hadapannya ini, guru BK dan kepala sekolahnya. Dia merasa seperti di sidang.
"Langsung pada intinya saja, bisa jelaskan foto ini?" Bu Anya memperlihatkan foto kejadian di kantin kemarin.
Ryan menarik napas lalu menghembuskannya perlahan.
"Kejadiannya bukan seperti itu Bu, semuanya salah paham."
Jeda Ryan. "Memang benar saya kemarin bersama kak kevan, tapi kami sama sekali tidak berkelahi."Benar, kan?
Ryan tidak bohong, memang itu kenyataannya. Keduanya tidak berkelahi, mereka hanya sedikit berdebat tentang urusan keduanya sekaligus tentang keluarga mereka, hanya saja Kevan memukulnya membuat foto itu seakan-akan mereka berkelahi.
Ryan menatap Bu Anya yang dengan tatapan was-was. Bagi Ryan, tatapan Bu Anya lebih membuatnya takut daripada hukuman yang sering di berikan guru itu.
Bu Anya terlihat menghela napas.
"Yakin? Kenapa wajah kamu bisa lebam?"Sontak Ryan memegang sudut bibirnya yang lebam, akibat tonjokan yang Kevan berikan kemarin.
"Ingat Ryan, kamu ketua OSIS, dan pengaruh kamu di sekolah ini sangatlah besar. Bayangkan jika foto ini sampai tersebar ke luar sekolah ataupun sekolah lain. Kita tidak tau apa yang akan terjadi berikutnya di sekolah ini, apa pandangan masyarakat ke sekolah kita nantinya, jika tau ketua OSIS-nya saja berkelahi."
Ucapan Bu Anya barusan membuat Ryan menunduk. Ternyata besar sekali akibat tindakan dirinya kemarin.
"Maafkan saya bu, pak."
"Kali ini saya bisa menoleransinya, mengingat kamu bukakanlah tipe murid yang seperti itu." Ryan mendongak, lalu tersenyum.
Dengan cepat dia meraih kedua tangan guru di depannya, lalu menyalaminya.
"Ingat Ryan, jangan ulangi lagi. Pikirkan matang-matang apa yang akan kamu lakukan terlebih dahulu." ujar Pak Rehan, selaku kepala sekolah di SMA Bina Bangsa.
Ryan mengangguk, lalu tersenyum.
"Baik pak, sekali lagi makasih banget."Kedua orang itu mengangguk. Ryan pamit undur diri setelah dirasa tidak ada yang harus di bicarakan lagi. Dia merasa sedikit lega sekarang, Setidaknya para guru dan murid lain tidak lagi membicarakan yang tidak-tidak tentang dirinya, mengingat dia sudah menjelaskan yang sebenarnya tadi, bahkan di saksikan kepala sekolahnya langsung.
____
.thanksHalo, selamat malam. Semoga suka ya, jangan lupa vote dan comen. Karena vomen kalian itu penting banget buat author. Oke?
Bye-bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence
Teen FictionDua orang yang tak pernah saling menyapa. Diam, bukan berarti tak mungkin memiliki perasaan antara keduanya kan? ___ penasaran bisa lanjut baca, oke? @di_orvie _2019