2- Kesialan.

245 38 8
                                    

Selamat membaca...
Jangan lupa tinggalin jejak ya😁


***
"Chrisa Alya Diantari!" Panggil guru berkacamata tebal dengan badan nya yang gemuk, dan tak lupa sanggul yang segede balon.

Matanya menatap siswi didepannya yang baru saja menggeser pintu gerbang untuk dirinya masuk. Dengan tatapan penuh amarah layaknya ingin memakan habis habisan orang didepannya.

"Risa! Sudah berapa kali ibu bilang jangan membuka gerbang sekolah tanpa se-izin saya! kamu ini sudah terlambat, masuk seenaknya saja membuka gerbang sendiri! emang ini sekolahmu apa!?" Cerocosnya didepan muridnya itu. Sudah tidak diragukan lagi, ini sudah menjadi kebiasaan setiap pagi bagi seorang Risa.

Ya, Chrisa atau biasa dipanggil Risa. Dia hanya menunduk, bukannya takut. Risa sudah kebal dengan cerocosan guru dihadapannya ini, bahkan ini sudah yang ke puluhan kalinya mungkin.

Dia memang tipe orang yang malas. Apalagi kalau urusan berangkat pagi, baginya tidak sekali.
Bahkan dia biasa berangkat sebelum jam masuk dimulai kurang 5 menit. Walaupun akibatnya seperti ini, harus mendengar cerocosan gurunya. Namun bagi Risa itu sudah menjadi sarapanya setiap pagi mendengar cerocosan guru dihadapannya ini.

"Yaah..Terus saya harus lewat mana, Bu? Lompatin gitu pintu gerbangnya? atau saya naikin?" Jawabnya dengan santai, seolah dirinya tak bersalah apapun pagi ini.

Guru itu menghembuskan napas pelan. walaupun dalam hatinya ingin sekali mengomeli bahkan memarahi habis-habisan muridnya ini tapi dia tahan, mungkin itu bentuk kesabaran menghadapi murid seperti Risa ini.

"Sekarang kamu berdiri di bawah tiang bendera!" Tangannya menunjuk lapangan yang tak jauh dari posisi mereka sekarang.

"Yaah..disitu lagi bosen Bu, di rooftop aja gimana?" Tawarnya, membuat guru itu menggeram kesal. Membuat dua tanduk dikepalanya yang sedari tadi dia tahan hampir keluar dibuatnya.

"Berdiri atau saya panggil orang tua kamu! kalau perlu kamu saya scors 3 hari mau kamu?!" Ancamnya membuat Risa bergidik ngeri.

"Ibu mah main ngadu aja, nanti saya aduin ibu ke kepala sekolah lho, Bu." Tak mau kalah, Risa juga mulai dengan ancamannya.

"Silakan aja kamu aduin saya! mungkin yang akan dikeluarin bukan saya, tapi kamu!!" Jawabnya mantap membuat Risa skakmat!.

Risa merutuki perkataannya tadi, kalau jadi seperti itu, bisa-bisa dia dikatai senjata makan tuan.

Risa hanya cengengesan tak jelas. "Yaudah Bu, saya berdiri aja deh. Daripada dikeluarin." pamitnya melenggang pergi dengan tas yang masih di punggungnya.

"Dasar guru galak, garang, gendut. tiga G pokoknya." gumamnya tak henti sambil melangkah.

"Risa! Durhaka kamu sama guru! minta saya tambahin hah?!" Risa cengar-cengir sambil menunjukan tanda peace jarinya dan langsung saja lari dari kawasan gurunya itu yang kalau marah seperti harimau tidur di bangunin.

--------

Seperti yang dikatakan gurunya tadi. Sekarang disinilah Risa, dibawah tiang bendera dengan kedua tangannya yang disilangkan depan dada.

"Huh..panas gila! Bisa mati dehidrasi gue kalo kayak gini." Sudah hampir dua jam pelajaran dia lewati demi menuruti perkataan gurunnya itu.

"Tuh guru emang bener-bener nggak punya perasaan banget. Masa sampai istirahat pertama selesai berdirinya, hampir setiap hari lagi, untung guru." cerososnya tak henti.

Memang sih bukan salah gurunya, tapi dirinya juga. Selalu saja berangkat siang. Tapi walaupun gini, bukan Risa kalau kapok dengan hukuman gurunya itu.

Keringat mulai bercucuran tak hentinya menetes membasahi pelipis wajahnya. Padahal masih jam 9 pagi tapi sudah panas sekali, sepertinya langit tidak memihaknya hari ini.

"Emang tuh guru nggak bosen apa hukum gue kayak gini? untung gue tahan-tahan aja, dan yang paling penting stok kesabaran gue masih banyak. Coba kalau nggak, udah gue bentak kali tuh guru!"

Tetap saja Risa menggerutu tidak jelas. Mulai dari guru itu, serta sumpah serapah yang dia keluarkan. Apapun yang dia katakan, tetap saja tidak membuahkan hasil apapun untuk dirinya secepat mungkin bebas dari hukuman ini.

Bel istirahat berbunyi lima menit yang lalu, semua murid keluar berhamburan dari kelas. Risa masih tetap saja berdiri dibawah tiang bendera, dan yang paling membuat Risa senang, sedikit lagi hukumannya akan segera berakhir.

Dan benar saja banyak siswa-siswi yang menuju lapangan basket untuk sekedar bermain mungkin atau latihan persiapan lomba basket bulan bahasa. Di sekolah nya tidak hanya para cowok saja yang bermain basket, club basket cewek juga ada, tetapi lebih dominan cowoknya disekolah ini.

Anggota basket yang baru saja memasuki area lapangan basket yang bersebrangan dengan lapangan upacara sudah disambut suara teriakan histeris fans mereka hingga memenuhi sepanjang lorong koridor yang berada tepat di
sebelah kanan lapangan basket.

"Yes! 15 menit lagi. Tunggu Ris, cuma 15 menit doang kok, ingat, kalau orang sabar itu dapat pahala." ucapnya memperingati dirinya sendiri.

Matanya menatap setiap sudut lapangan. bagitu juga dengan lapangan disebelahnya yang tampak ramai dengan para murid yang berdiri di ring pembatas lapangan basket di sertai jeritan histeris para cewek. Ditatapnya beberapa anggota basket sedang mempermainkan kelihaiannya dari mulai mengoper bola, bergaya saat memermainkan bolanya sampai bola masuk mencetak poin club basket itu sendiri.

"Huh...alay! Gitu aja diteriakin, seharusnya tu gue yang diteriakin kayak gitu, kan gue yang paling hebat berdiri 3 jam dilapangan upacara bukan yang kayak gitu, huh!" Kesalnya mendengar teriakan para cewek. bahkan ada yang bela belain ikut anggota chilliders cuma buat nyemangatin seperti itu.

"Gue juga bisa teriak teriak kayak gitu. tapi sorry suara gue mahal nggak kayak mereka."
_____

Haloo!!! Suka gak? Kalo suka kasih vote ya, kalo bisa sama komen juga ya. Hitung-hitung buat semangat author buat ngelanjutin cerita ini.

Oke, sampai jumpa!!

SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang