Happy reading!!
Jangan lupa vote dan comen ya:)
***Dari sekian banyak cowok yang Risa temui, Ryan itu salah satu cowok yang mendapat predikat tampan dari seorang Risa.
Jujur, Risa tidak bohong. Dia itu tipe perempuan yang tidak pernah mengungkapkan apapun yang dia sukai. Bukan berarti Risa mengakui Ryan tampan, lalu dia menyukai Ryan, bukan, bukan seperti itu.
Setelah kejadian dimana Ryan meminta mereka menjadi teman, Risa hingga saat ini belum memberi jawaban. Sekedar kata 'ya' pun belum lolos dari bibirnya.
Selama ini, dia tidak pernah dekat dengan namanya cowok. Teman satu kelas pun tidak ada yang dekat dengan dirinya, mereka hanya sesekali memanggil, itupun karena ada sesuatu penting.
Jika di bilang Risa itu pendiam, tidak juga. Nyatanya dengan Kesa, Caca, dan Kiya, dia biasa saja. Risa itu bukan pendiam, namun dia akan menampakan sikap aslinya dengan orang yang benar-benar membuatnya nyaman. Seperti teman-temannya saat ini.
Risa itu tipe cewek yang gampang risih, duduk dengan cowok saja dia hanya diam, tak berani bicara. Jangankan duduk, dekat saja dia sudah merasa risih.
Pasti suasananya canggung. Dia akan berubah, jika dengan teman dekatnya dia mudah bicara, beda lagi jika sudah bertemu dengan yang namanya cowok, dia akan berubah dari susah bicara dan lebih lagi dia banyak diam.Namun beda dengan Ryan, ada rasa tersendiri jika dia bertemu cowok itu. Apalagi mengingat kejadian MOS dulu, semuanya tercampur aduk. Marah, benci, tidak suka dan yang jelas, jantungnya itu selalu berdetak tidak normal.
"Hai!"
Langkahnya melambat, jantungnya berdetak dua kali lipat dari biasanya. Kenapa saat dirinya sedang memikirkan Ryan, cowok itu tiba-tiba datang?
Dan, apa barusan tadi? Dia menyapanya?
Risa menoleh, lalu tersenyum tipis. Senyuman canggung pastinya.
"Gue..bolehkan, jalan bareng lo, Disini?"
Kenapa Ryan jadi,...seperti tidak canggung lagi dengannya?
Risa hanya mengangguk tanpa menoleh. Apa jadinya jika dia menoleh, pagi-pagi sudah berkeringat sendiri nanti. Ini saja sudah lebih dari lari di lapangan dua kali.
"Eh, tunggu." ucap Ryan. Keduanya berhenti.
Risa melempar tatapan 'kenapa' ke arah Ryan. Ryan tersenyum, satu tangannya terangkat ke rambut Risa, keduanya saling tatap. Risa rasa oksigen di sekitarnya menipis, terbukti saat ini dia menahan napas, sepertinya susah sekali hanya untuk menghirup udara saja.
"Ada daun di rambut lo." Ryan menunjukan daun kecil yang sekarang berada ditangannya.
"Thanks."
Ryan mengangguk. "Sama-sama."
Keduanya kembali berjalan, menyusuri lorong koridor yang agak ramai. Padahal ini masih pagi.
Diam-diam Ryan tersenyum. Kalau ada kata melebihi senang atau bahagia, dia akan teriak sekarang juga seraya mengucapkan kata itu. Tapi sayang, hanya kata bahagia dan senang, jika di suruh memilih, Ryan akan pilih keduanya.
Kalau bisa, Risa akan bilang jika dia tidak nyaman berjalan beriringan seperti ini. Tapi lidahnya sepertinya Kelu, tidak berani berucap terlebih dulu jika tidak Ryan yang mengawali dahului percakapan keduanya.
"Gue duluan, ya." Risa mengangguk. Menatap Ryan yang baru saja masuk ke kelasnya.
Lama dia berdiri, Risa baru sadar jika ini kelas Ryan, bukan kelasnya. Buru-buru Risa berjalan, sesekali menepuk keningnya seraya berucap 'bodoh'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence
Teen FictionDua orang yang tak pernah saling menyapa. Diam, bukan berarti tak mungkin memiliki perasaan antara keduanya kan? ___ penasaran bisa lanjut baca, oke? @di_orvie _2019