Malam semuanya!!
Ada yang nunggu gak?
Oke, Lupain aja.
jangan lupa vomen nya ya..
Oke, langsung baca aja:)
Happy reading!!
***Matanya tak sengaja menangkap seseorang diantara kerumunan tim basket yang sedang bermain, Risa memicingkan matanya melihat lebih jelas orang itu. Ya, dia Ryan. Orang yang kemarin memberinya sapu tangan itu, dengan cepat Risa membuka tas ranselnya mencari sapu tangan yang kemarin ia terima dari Ryan.
"Untung gue bawa. Tapi tumben gue inget, biasanya aja gue nggak peduli." ucapnya saat menemukan sapu tangan itu yang sekarang sudah beralih ke tangannya.
"Eh..lo!" Panggil Risa melihat seseorang yang baru saja berjalan melewatinya.
"Saya kak?" Tanya siswi itu dengan sopan, karna dia tahu yang memanggilnya barusan adalah kakak kelasnya sendiri.
"Iya lo, sini!" suruhnya, tangannya melambai memberi kode.
"Ada apa ya kak?" tanya siswi itu setelah sampai di depan Risa.
"Nih, lo taukan ketua OSIS yang lagi main basket disitu?" Tunjuknya ke arah lapangan basket tepat dimana Ryan dan teamnya bermain.
"Tau kak, kenapa?" Matanya mengikuti arah tunjuk Risa.
"Nih sapu tangan lo kasih ke dia ya, gue minta tolong bisakan? Ngerepotin nggak?" Ucapnya menyerahkan sapu tangan ke siswi itu, dan diterima baik oleh siswi didepannya.
"Iya, bisa kok kak." sahutnya.
"Oh satu lagi, bilang terima kasih ya." pintanya saat siswi ini ingin melenggang pergi dihadapannya.
Siswi itu segera pergi dari hadapan Risa. Gadis itu terus memantau siswi itu hingga sampai di lapangan basket.
"Kak Ryan!" Ryan yang sedang mempermainkan bola ditangannya sontak menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya dan menghentikan permainannya.
"Iya, ada apa?" Tanyanya seraya mengampiri siswi itu.
"Nih kak sapu tangannya, katanya terima kasih." ucapnya mnyodorkan sapu tangan di depannya.
"Dari siapa?" tanya Ryan seraya menerima sapu tangan itu
"Dari kakak yang disana." Siswi menunjuk ke arah Risa yang sedang berdiri dibawah tiang bendera. Yang ditunjuk belum sadar jika di perhatikan oleh seseorang di lapangan sebrang.
Ryan hanya mengangguk mengerti, setelahnya siswi itu pergi dari hadapan Ryan setelah cowok itu mengucapkan terima kasih padanya.
Matanya memerhatikan Risa dengan tatapan intens, ditatapnya Risa yang sedari tadi mengelap keringat di pelipis wajahnya dengan tangannya. Ryan yang melihat itu tak tega bahkan dia sempat berpikir kenapa sapu tangan ini dia kembalikan padahal dirinya sendiri masih memerlukannya?
"Woy! lo ngapain sih?" Tangan Dean menepuk pundak Ryan dengan keras.
"Apaan? nggak ngapa-ngapain juga." Elak Ryan.
Dia tidak ingin sahabatnya ini tau kalau dia sedang memerhatikan Risa sedari tadi. Kalau mereka tahu bisa habis-habisan Ryan bully para sahabatnya. Oh ya, Ryan adalah tipikal orang nggak peduli, cuek dan pendiam. Dia nggak pernah yang namanya berurusan sama cewek. Kecuali kalau tentang tugasnya yang harus memberi sanksi untuk orang yang melanggarnya, baru lah dia turun tangan sebagai ketua OSIS.
"Gua izin dulu! Kalian lanjutin aja mainnya nanti gue nyusul!" Izinnya pada sahabatnya yang notabenya sama-sama tim anggota basket.
"Hayo!!..lo main rahasiaan nih sama gue ya?" Sahutnya Dean sengit.
"Gue tu mau izin sebentar doang nggak lama. Rahasiaan apasih, Hah?"
"Terus lo tadi ngapain ngelamun gitu terus izin pergi lagi."
"Ya emang nggak boleh? Kepo lo!" timpalnya lalu melenggang pergi dari hadapan sahabatnya itu.
"Guyss!!...gue izin sebentar ke kantin!" teriaknya dari jauh.
"Oke!" Sahut yang lainnya. Ryan langsung berlari kearah Risa yang masih berdiri di bawah tiang bendera.
'Tu cewek kuat banget 3 jam berdiri, mana panas banget lagi.' batin Ryan seraya berlari ke arah Risa.
Ryan tahu ini pasti hukuman dari Bu Anya, bahkan Ryan sudah hafal kalau tidak berdiri, ya keliling lapangan 10 kali.
"15 menit perasaan lama banget!" kesal Risa karena sudah tidak kuat lagi karena panasnya yang menyengat di kulitnya.
"Kalo berangkat pagian dikit bisa kan?" Risa sontak mengedarkan pandangannya mendengar suara itu, dan tepat di sampingnya Ryan berdiri sambil menyodorkan sapu tangan tadi.
"Pakai ini, kalo lo masih butuh kenapa dibalikin?" Tanyanya dengan kedua alisnya terangkat.
"Nggak, makasih." Tolak Risa seraya berjalan meninggalkan Ryan.
"Hukuman lo belum selesai, kenapa pergi?" Risa mematung ditempat. Baru dua langkah berjalan udah di stop aja.
"Gue udah balikin kan sapu tangannya, kenapa masih disini?" Tanyanya balik.
Bukan Risa tak ingin menjawab pertanyaan Ryan tadi. Dia tahu kalau hukumannya belum selesai tapi dia menghindar. Ya, menghindar.
"Nggak papa kali, gue cuma mau ngasih sapu tangan balik kok. Lo kan butuh dan gue nggak membutuhkannya, lo pakai aja, anggap aja gue temen lo. Gue tau lo ngehindar dari gue, karna lo nggak mau berdua ditengah lapangan sama gue." jelasnya.
Risa masih saja berdiri seraya menatap jam ditangannya.
'57,58,59 dan...yes!' batin Risa berseru.
Risa langsung saja berlari dari lapangan karena bel istirahat selesai telah berbunyi. Tidak memperdulikan Ryan yang sekarang masih berdiri di tengah lapangan.
Dia menuju ke kantin karena lapar dan haus nya tidak bisa ditahan lagi. Bayangkan saja, 3 jam berdiri tanpa minum, di tambah cuaca panas lagi.
Ryan hanya menggelengkan kepala melihat Risa berlari cepat seperti itu. ASal Risa tahu, tadi dia berbicara penuh keberanian sekali. Padahal jantungnya berdetak cepat, tubuhnya panas dingin serta gugup nya minta ampun. Sangat santai memang nada bicaranya, tapi ngomongnya itu butuh tekat dan perjuangan dari hatinya. Ini pertama Kalinya dia mengucapkan kalimat sepanjang di depan risa. Bahkan dari dulu dia tidak pernah seperti itu.
_____Oke, sampai disini. Kalo suka kasih vote ya.
Sampai jumpa!!Ingat, hargai usaha author ya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence
Teen FictionDua orang yang tak pernah saling menyapa. Diam, bukan berarti tak mungkin memiliki perasaan antara keduanya kan? ___ penasaran bisa lanjut baca, oke? @di_orvie _2019