20- Pertolongan.

72 10 0
                                    

Happy reading!!
Jangan lupa vote dan comen nya..

***
Risa masuk ke dalam rumah dengan menjinjing kedua sepatunya. Cuaca tidak menentu, padahal tadi pagi masih cerah tapi lihatlah, pulang sekolah ini dia harus menjinjing sepatunya dengan keadaan basah kuyup. Seragam yang dia pakai serta tas ranselnya juga sama. Beruntung tadi dia sempat meletakan barang- barangnya di loker.

"Huh...nyampe juga di rumah."

Risa melangkah menaiki tangga menuju kamarnya. Keadaan rumah sepi, itu sudah biasa bagi Risa.

Nessha, kakaknya itu selalu pergi, Entah kemana perginya. Bukannya Risa tidak peduli, tetapi percuma saja Risa melarangnya. Mereka memang serumah, namun hubungan keduanya bagaikan dua orang yang sama sekali tak pernah kenal. Selalu mengurus urusannya sendiri, tak pernah peduli orang disekitarnya.

Mungkin karena ini Risa menjadi seseorang yang tidak pernah peduli terhadap sekitar.

Orangtua?

Hanya papa yang dia punya. Mama? Risa sama sekali tidak pernah melihat wajah mamanya. Beberapa kali Risa menanyakan keberadaan mamanya kepada sang papa, tapi papanya sama sekali tak pernah menjawabnya. Bahkan seringkali beliau mengalihkan pembicaraan jika Risa sudah berbicara menyangkut sang mama.

Beginilah hidup Risa.

Hidup tanpa kasih sayang sang mama.

Terkadang, memang harus kuat menjalani kehidupan ini, karena hidup perlu perjuangan. Tidak peduli keadaan kita sekarang, yang terpenting kita tetap menjalaninya. Biarlah semuanya mengalir seperti yang Tuhan rencanakan.

-----

Risa baru saja membuka jendela kamarnya setelah hujan mengguyur tadi. Udara jadi lebih segar sepertinya. Seperti saat ini, Risa menutup matanya seraya menghirup udara yang menurutnya bisa membuatnya nyaman.

Ponsel di atas nakas bergetar. Membuat Risa membuka matanya lalu menoleh ke arah nakas. Diambilnya ponsel itu. Belum sempat Risa membuka notifikasi pesan yang masuk tadi, beberapa pesan lagi kembali masuk.

Kesa:
'jalan yuk!'
'Mau gak?'
'Mau yah!'
'Gue jemput sekarang,oke?!'

Risa:
'Ya'

Risa meletakan kembali ponselnya di nakas, dan bersiap untuk pergi dengan Kesa. Begitulah Kesa, jika tidak ada kegiatan pasti Risa yang jadi sasaran. Tapi walau begitu Kesa juga penolong dirinya, seperti saat ini. Dia sedang sendiri di rumah apalagi tidak ada kegiatan sama sekali. Jadi tidak ada ruginya dia menerima ajakan Kesa.

-----

Kali ini keduanya, ralat, ke empatnya. karena Caca dan Kiya sudah terlebih dahulu duduk di dalam mobil Kesa sebelum Kesa menjemputnya.

Kesa serta Caca memilih memasuki penjual es krim sesampainya di mall. Sedangkan Risa dan Kiya, mereka lebih memilih menunggu keduanya.

Kiya asik dengan ponselnya, sesekali dia tertawa lalu mengambil gambar wajah dirinya. Kedua bola mata Risa memutar malas, melihat tingkah temannya ini.

Risa menatap setiap sudut mall ini, mereka berada di lantai dua sekarang. Sesekali Risa tersenyum melihat tingkah Kiya yang menurutnya seperti anak kecil. Bayangkan, Kiya memakai bando kelinci berwarna pink yang sekarang sedang dipakainya untuk berselfi-ria. Kadang mulutnya terbuka lebar lalu tersenyum, ada juga dia menutup matanya seraya tersenyum.

"Nggak cape apa Ki dari tadi Selfi mulu?"

Kiya hanya menggeleng sebagai jawaban tanpa menatap Risa.

"Ki, gue ke toilet dulu, ya?" Kiya mengangguk saja, dirinya masih fokus berselfi sedari tadi.

Risa berjalan ke arah toilet. Dia hanya ingin mencuci mukanya karena dari tadi dia marasa mengantuk.

Setelah selesai semuanya, Risa berjalan keluar. Dia menunduk membenarkan penampilannya, tepat di depannya seseorang berjalan ke arahnya seraya memainkan ponsel. Entah sengaja atau tidak, orang itu menyenggol tubuh Risa hingga dia hampir terjerembab ke belakang jika saja tidak ada seseorang di belakangnya yang sekarang sedang menahan tubuh Risa.

"Eh!" Kaget Risa seraya mendongak menatap orang itu. Mata Risa melebar saat mengetahui siapa yang sedang ditatapnya ini.

Ryan?

Sama, Ryan juga menatap Risa. Keduanya saling tatap.

"Eh, sorry." Risa kembali ke posisi semula. Suasan terlihat canggung, tatkala Ryan masih diam menatap Risa.

"Gak pa-pa?"

Risa menggeleng, dengan muka yang sedikit tidak percaya. Apa tadi? Ryan yang menolongnya?

"Thanks." ucap Risa. Dia sudah ingin berbalik untuk pergi namun,

"Ris!"

Risa menoleh kembali menatap Ryan.

"Lain kali hati-hati."

Mengangguk lalu pergi. Hanya itu yang bisa dilakukannya. Jika ditanya bagaimana keadaan jantungnya sekarang, Risa akan menjawab dengan jujur, sama sekali tidak dalam keadaan baik.

Ucapan Ryan tadi menimbulkan efek yang lumayan besar bagi seorang Risa. Ucapannya terdengar tulus, tapi entah bagaimana, ada sedikit rasa tidak suka dalam hatinya pada Ryan.
Mungkin karena kejadian waktu MOS dulu yang membuatnya seperti ini.

"Sa, lo dari mana aja? Di cariin juga!" Kesa menghampiri Risa dengan es krim yang masih di genggamannya.

"Tau tuh, gue yang di marahin dari tadi!" kesal Kiya.

"Ya, lo kan yang tadi sama Risa, masa gak tau kemana Risa pergi tadi." sahut Caca. Kiya memanyunkan bibirnya seraya menghentak-hentakan kakinya ke lantai.

"Gak usah marah. Gitu aja marah." celetuk Kesa menatap wajah Kiya yang ditekuk.

"Gue dari toilet tadi." jawab Risa.

Kebempatnya berjalan mengelilingi mall, disini diantara empat orang ini. Yang sama sekali tidak tertarik apapun hanya Risa, sedangkan Kiya tadi hanya membeli bando kelinci yang sekarang masih dipakainya.

"Oh ya, gue tadi liat Ryan." ucap Caca.

Risa sontak menatap Caca.

"Dimana? Kok gue gak liat?"

"Tadi sih pas lo lagi tanya sama Kiya, dia lewat di depan kita." mulut Kesa membentuk huruf 'O' sebagai respon.

Risa jadi kembali teringat kejadian tadi, Ryan menolongnya. Sebenarnya jika dilihat, Ryan orang baik menurutnya. Namun, entah bagaimana dulu dia sangat membenci cowok itu. Dia yang buat Risa malu dulu waktu itu, dan anehnya kesialan Risa pasti melibatkan Ryan. Dulu hingga sekarang, mereka tetap terlibat dalam apapun. Ya, keduanya.

"Eh, hai Ca!" Caca menolehkan kepala ke segala arah, mencari orang yang menyapanya tadi.

"Lo..?" Tunjuk Caca ke cowok didepannya.

"Reza, Fanreza Rezky. Kelas sebelas IPA 1." Reza tersenyum ke arah Caca. Sangat manis, menurut Reza. Tapi entah menurut Caca.

Caca tersenyum tipis. "Udah tau."

Reza tersenyum kikuk pada ke empat perempuan didepannya, dia menggaruk kepalanya sendiri.

"Em..."

"Za, Lo-" Ryan tidak mengucapkan kalimat seterusnya setelah melihat keberadaan Risa dan teman-temannya.

"Nah pas! sini, pinjem ponsel lo."

"Buat?" Satu alis Ryan terangkat menatap Reza.

"Yan, ini penting!" Bisik Reza ke Ryan.

Ryan menyerngitkan dahinya, tidak mengerti dengan bisikan Reza barusan. Penting? Penting untuk apa?

Setelah menerima ponsel dari Ryan, Reza maju selangkah untuk mensejajarkan posisinya dengan Caca.

"Boleh foto bareng?"
___

Semoga suka, jangan lupa tinggalin jejak ya;)

SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang