Chapter 17²

1.7K 230 106
                                    

Waktu makan malam sudah usai beberapa jam lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Waktu makan malam sudah usai beberapa jam lalu. Rembulan sudah menempatkan diri di takhta malam yang kini tak lagi bisa dilihat jelas dari AirStreet. Di saat guyuran salju masih lebat, Ren menyelinap ke perpustakaan. Bersembunyi di balik bayang-bayang rak tinggi. Bergerak-gerak gesit menghindari cahaya lampu, serta pengawasan mata para petugas patroli malam ini. Ia tak mau tertangkap basah tengah keluyuran malam-malam dan tak
punya alasan jelas untuk itu. Ia sudah
dinantikan oleh seorang laki-laki yang bersandar kedinginan di balik deretan rak buku tua.

Sepasang manik violet menatap Ren menyelidik. "Aku tak percaya kau menemuiku lagi secepat ini." Sebuah senyuman terukir setelahnya.

"Aku tak tahu." Ren melengos. "Tubuhku bergerak sendiri."

Edgar terkekeh. "Baiklah, baiklah, Nona tukang sangkal." Ia membalikkan badan dan berjalan ke arah sela rak yang tak lagi terpapar cahaya lampu. "Apa kau ingin memberi salam kepada Ratu Besar?"

Ren terdiam, menatap punggung yang mulai ditelan kegelapan. "Maksudku ke--"

"Ya."

Ren memegangi dadanya. Di balik kekang rusuk, jantungnya berdegup lebih dari biasanya. Ia takut melewati perbatasan. Ia tak tahu apa yang ada di seberang sana. Terakhir yang ia ingat dari salah satu tempat di wilayah itu hanyalah tempat tua yang menyeramkan. Bangunan lembab dengan dinding-dinding hitam lumutan. Gelap dan hanya berpenarangan obor.

"Tak usah cemas. Kurasa belatimu itu mampu melindungimu."

Ren tersentak. Ia tak menyangka Edgar menyadari belati--yang telah disederhanakan bentuknya menjadi bandul kalung--tergelantung di lehernya. Ren tak sering membawanya, tapi entah kenapa malam ini ia menggapainya begitu saja dari dalam kotak yang tersembunyi di laci nakas.

"Ayo!" ulang Edgar lagi, menyadari Ren belum juga melangkahkan kakinya.

"B-baik."

Hiruk pikuk malam tak lagi terdengar kala Ren melintasi perbatasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hiruk pikuk malam tak lagi terdengar kala Ren melintasi perbatasan. Ditemuinya jalan setapak di antara poho-pohon pinus yang menjulang, menggapai langit. Tak ada yang terdengar kecuali suara gesekan antara kakinya dengan semak perdu juga salju yang masih bertimbun. Tak ada suara serangga malam, ataupun cicit kelelawar. Seakan hewan-hewan nokturnal itu tak sudi mengisi malam di area tergelap Benua Safir. Padahal, yang Ren ingat dari tempat itu adalah para pembuas yang rata-rata nokturnal. Udara mulai terasa menusuk. Menembus jalinan benang wol yang menjadi bahan utama sweeter Ren.

Prince or Princess: MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang