Kilat menyambar-nyambar di luar jendela, membelah langit yang muram. Sedangkan dari kejauhan, ombak berdebur menghantam bebatuan karang dengan garang. Seolah mencoba menghancurkannya sampai berkeping. Angin ikut bergemuruh di luar sana, membuat daun-daun dari pohon casuarina bergemerisik.
Badai tampaknya akan datang dari utara. Langit--yang menaungi sebuah pulau kecil dengan satu mansion itu--tampak lebih kelam daripada malam.
Kilat yang merobek langit tampak tak mengusik sepasang mata emas yang memandanginya dari balik jendela mansion. Pemiliknya masih terdiam. Tak peduli seberapa menyeramkan keadaan langit di luar sana. Tak peduli seberapa keras angin menggebrak kaca jendela kamarnya. Dan tak peduli raung ombak yang berdebur di tepi pulau. Dirinya seolah tak peduli bilamana badai membawa ombak-ombak berang itu ke kediamannya
Gadis pemilik mata keemasan itu tampak termangu. Pandangannya kosong. Ia hanya berkutat dalam kemelut hatinya yang kalut. Terus memutari pikirannya yang buntu. Tangannya bergerak resah, meremas-remas piamanya. Ia terus saja bertanya pada dirinya sendiri, "Apa yang salah?" Dirinya terus dibuat resah oleh perasaan ganjil yang seolah mencoba berteriak memperingatkan.
Petir kembali berkilat di muka langit. Cahayanya membuat kemilau singkat di mata gadis itu. Sepasang mata yang dirisaukan oleh sesuatu. Dirinya masih terus mencoba mengingat ingatan yang lama hilang. Namun, lakuna ingatannya masih saja kosong. Seolah ingatan-ingatan yang terlupa itu tidak pernah ada. Ia hanya mencoba mencari kebenaran dirinya. Berada di pulau kecil itu rasanya salah. Bernaung di mansion bersama kekasihnya juga terasa bagai bualan yang tak nyata. Pun kata-kata seorang tahanan penjara bawah tanah--yang memintanya untuk terus mengingat--membuat kepalanya pening.
Wajah gadis itu berangsur muram. Semuram langit badai di luar sana. Ia memandangi pantulan samar dirinya pada kaca jendela. Sebuah tanda di dahi--yang tak ia ketahui artinya--seolah mencoba memberitahunya sesuatu. Namun, apa yang coba ia katakan?
"Stella." suara guntur yang mengawal badai di luar mansion mengiring panggilan seorang laki-laki. Gadis siempunya nama tertoleh, menatap laki-laki dengan rambut sewarna tembaga di ambang pintu. Dia kekasih gadis itu--sejauh yang ia tahu. "Ada apa? Apa langit di luar sana yang membuatmu bersedih?" laki-laki itu mendekat dan mengusap pucuk kepala sang gadis.
"Aku tak apa."
Laki-laki berambut tembaga itu tersenyum lembut. "Ada masalah apa?" tanyanya sekali lagi, membaca keresahan di mata gadisnya. "Kau bisa ceritakan kepadaku. Kau tahu, aku selalu ada untukmu."
Gadis itu tak menjawab. Ia tetap membungkam mulutnya. Sebagian dari hatinya mengatakan untuk menyimpan keresahan seorang diri. Saat kau kehilangan semua ingatan, hampir tak ada seorang pun yang bisa kau percayai. Setelah terdiam, gadis itu merespon dengan gelengan tanpa suara. Membuat kekasihnya mengerutkan kening dengan raut kecewa.
"Tak apa," tanggap laki-laki itu. "Kau bisa mengatakannya saat kau siap." ia membelai helaian cokelat rambut sang gadis sebelum mengecup keningnya. "Badai di luar sana sepertinya tak akan berhenti hingga malam nanti. Tidurlah. Aku mencintaimu."
Pintu tertutup. Membuat kamar gadis bermanik keemasan itu kembali hening. Hanya ada suara Guntur dan kilat yang menyusup melalui celah ventilasi. Dinding mansion juga tak mampu menghalau suara-suara itu.
Dengan pandangan tertunduk, air mata luruh di pipi sang gadis. Ia terus bertanya pada dirinya tentang kebenaran dan penawar dari keresahannya. Semua ketidakjelasan itu membuat dadanya sesak. Kemana ia harus menyandarkan diri dan menaruh percaya? Kepada kekasihnya, atau pada tahanan di bawah tanah itu? Ia tak bisa ingat apa pun, pula tak dapat percaya siapa pun.
Sekilas, ia melihat wajah kekasihnya yang tengah tersenyum sembari berkata, "Aku mencintaimu."
Namun, keraguan dalam dirinya membuat ia bertanya, "Apa aku mencintaimu?"
to be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince or Princess: MEMORIES
Fantasy-- Second Book -- (𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚖𝚊𝚊𝚏, 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚍𝚒𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒. 𝚂𝚊𝚛𝚊𝚝 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑𝚊𝚗 𝚎𝚓𝚊𝚊𝚗, 𝚝𝚊𝚝𝚊 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜𝚊𝚗, 𝚙𝚕𝚘𝚝 𝚑𝚘𝚕𝚎, 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔𝚋𝚎𝚛𝚊𝚝𝚞𝚛𝚊𝚗 𝚕𝚊𝚒𝚗𝚗𝚢𝚊) Kehidupan Re...