Chapter 30²

1.8K 252 136
                                    

Saat terbangun, Ren merasakan punggungnya sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat terbangun, Ren merasakan punggungnya sakit. Mungkin karena sempat menghantam dinding dan mengalasi tubuhnya di lantai yang keras dan dingin selama beberapa saat. Gadis itu mengerang. Ia berguling, mengambil posisi tengkurap dan berusaha untuk bangun. Kepalanya pening. Mungkin karena ingatannya tiba-tiba kembali dan banyak yang harus kepalanya simpan. Hawa dingin menguar dan menggelitik tengkuk Ren. Ia sontak mengedarkan pandangan. Dirinya masih di tempat yang sama sejak sebelum kehilangan kesadaran. Masih ada batangan-batangan besi melingkarinya, seperti sangkar yang merenggut kebebasan burung.

Ren beranjak berdiri, jemarinya menggapai batangan besi. Keras dan dingin. Mungkin butuh sedikit usaha untuk membuatnya hancur. Yah, semoga saja batangan besi itu tidak dililit rune, atau usahanya akan berakhir sia-sia. Baru saja akan mengaktifkan elemen, suara langkah seseorang menghentikannya. Gadis itu memasang tatapan siaga, lantas mundur beberapa langkah ke belakang. Sosok Edgar muncul dari keremangan lorong yang hanya diterangi obor. Laki-laki itu menatapnya sejenak sebelum berkata, "Kau sudah sadar rupanya."

Mengertakkan gigi, Ren menatap Edgar tajam. "Apa yang kau inginkan?" geramnya.

Ren lihat bibir Edgar naik, dia tersenyum. "Tenanglah," katanya. Laki-laki itu lantas menyandarkan punggungnya pada batangan besi, ia melipat lengan. "Ini bukan perintah Ratu Besar," tambahnya.

Dengan tetap siaga, Ren menatap punggung laki-laki itu dalam diam.  Ia memang tenang, tapi siapa tahu dia akan menyerang tiba-tiba lagi. Dirinya sudah cukup tertipu satu kali dan tak akan kehilangan senjatanya lagi.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Ren pada akhirnya, selepas suasana hening yang terbentang antara mereka. 

Edgar melirik Ren lewat sudut matanya. Namun, arah penglihatannya itu lekas kembali mengarah ke depan. Seolah menatap sesuatu yang bersembunyi dalam kegelapan dan menyapanya. "Kau mau membuat kesepakatan dan membantu kami?"

Ren mengernyit, menatap punggung Edgar kebingungan. Apa yang bisa ia bantu? Mereka semua kelewat profesional sampai membuat Ren bergidik. Rasa-rasanya tak akan membutuhkan bantuan tak berarti dari seorang Ren Leighton. Kecuali jika bantuan itu maknanya membawa semua pemilik elemen dewa ke penjerat kematian ini. Ren menghela napas, lantas tersenyum masam. Ia tak akan melakukannya lagi.

"Sudah kubilang ini bukan perintah ratu," kata Edgar memutus pemikiran Ren. Laki-laki itu seolah membaca Ren yang tengah menimbang-nimbang keputusan. "Bisa dibilang, ini adalah pemberontakan terhadap ratu."

Ren melotot. Apa telinganya tak salah dengar? Bagaimana mungkin servant yang setia dan terikat bisa memiliki niatan memberontak? Apa mereka tak takut mati? "Kau tidak sedang mencoba memperdayaku dengan bilang, 'kita di pihak yang sama', kan?" Ren tersenyum sinis. Di belakang punggung, elemen bergejolak pada permukaan telapak tangannya. Siap menciptakan senjata mematikan yang ia anggap mampu melumpuhkan sekali pun digunakan oleh orang lemah.

Prince or Princess: MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang