PoP: Amorist 5

1.8K 193 112
                                    


Amorist Part 8: Way Back Home

Amorist Part 8: Way Back Home

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hah~" Ren menghela napasnya panjang sebelum membuka pintu sel Vier dan melemparkan mantel berbulu padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hah~" Ren menghela napasnya panjang sebelum membuka pintu sel Vier dan melemparkan mantel berbulu padanya. Laki-laki itu telah menanggalkan rantai di tangan dan kakinya entah dengan cara apa. Ren hanya yakin, laki-laki itu bahkan mampu kabur dari mansion tanpa bantuan sekecil apa pun darinya. Gadis itu lantas terpaku pada wajah Vier yang bersih, tampa luka segores pun.

"Lukamu." Ren mengelus pipi Vier tanpa sadar. Hampir-hampir membuat laki-laki itu terhenyak.

"Bukan hal yang tak bisa kutangani." Vier tersenyum.  Ia lantas bertanya, "Apa kau siap?"

"Tentu saja."

Vier tersenyum. Garis senyumnya agak janggal. Ren tak dapat menebak apa yang dipikirkannya, tapi jujur saja senyumannya itu tampak kurang ramah. "Bagaimana kalau yang kukatakan hanyalah bualan dan kau memilih jalan yang salah?"

Ren sedikit bingung mendengar pertanyaan itu, tapi ia malah tersenyum. Ia memandang Vier dengan maniknya yang secerah batu topaz, tampak merefleksikan keyakinannya. "Selalu ada risiko untuk sebuah pilihan, bukan?"

Laki-laki nilam itu mengendikkan bahunya, lantas berjalan mendahului Ren. Garis senyumnya perlahan berubah. "Kau sudah berubah sangat jauh, Ren. Lebih jauh dari yang dapat kuperkirakan."

Mengernyit mendengar perkataan Vier, Ren tak menanyakannya lebih lanjut. Ia hanya mengekori laki-laki yang berjalan di hadapannya dengan tenang. Ia memandu seolah telah mengenali seisi mansion seperti kedua tangannya sendiri. Gadis itu duga, Vier sudah tuntas menyusuri mansion seutuhnya. Entah dengan cara apa sampai-sampai tak ada yang menyadari langkahnya. Bukan tidak mungkin, dia menyusup tiap malam. Menanggalkan semua pengekangnya semudah bernapas, lantas berjalan dengan langkah senyap dalam kegelapan. Menghafal lorong dan belokan, serta pintu-pintu. Yang terbayang di kepala Ren malah cuplikan-cuplikan dari adegan film detektif. Rasanya, sekarang ia mulai menggemari kisah-kisah itu.

"Hei, Vier." Ren mempercepat langkahnya, mencoba menyejajari Vier dengan langkahnya yang panjang. "Aku hanya penasaran."

"Apa?" Vier menyahut tanpa menoleh. Maniknya yang berkilat di tengah kegelapan tampak fokus memperhatikan lorong temaram di hadapannya.

Prince or Princess: MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang