Epilogue

2.1K 243 165
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari-hari berlalu seperti mimpi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari-hari berlalu seperti mimpi. Seumpana dibuai dalam kehidupan semu yang mustahil diraih. Namun, bisikan dalam hatinya kembali membuat Ren tersadar. Hidupnya bukanlah mimpi belaka. Seharusnya dirinyalah yang mesti menggapai mimpi. Bukan hidup di dalamnya.

Musim dingin telah berlalu. Musim semi datang bagai menyirnakan segala kepedihkan yang diumbarkan musim dingin pada Shappire. Musim itu, kehidupan rasanya baru dimulai kembali. Dengan segala hal yang berubah dan awal semester baru di Royal High School. Rasanya Ren menghirup udara yang berbeda. Ia belajar di sekolah yang sama dengan identitas baru. Rasanya aneh. Semua orang memandangnya dengan tatapan penasaran saat dirinya datang dengan si kembar di hari pembagian kelas dan asrama. Ah, rasanya tak aneh jika akan ada rumor "Ren, si murid beasiswa menjilat ketua OSIS dan adiknya. Kini ia tampak menempeli keduanya."

Namun Zeon menanggapinya tak peduli. "Kau memang sudah diperkenalkan secara resmi sebagai putri Castelesia, tapi kau belum terjun ke pergaulan kelas atas. Wajar mereka belum tahu siapa kau." Ren hanya ber-oh ria. Kebanyakan siswa Royal High School adalah bangsawan. Mereka saling mengenal lewat pergaulan kelas atas, bukanya begitu?

Saat kembali ke Royal High School lagi, Syira menghambur pada Ren dan menyambutnya suka ria. Dia menuntut segala cerita yang pastinya banyak dialami Ren akhir-akhir ini. Termasuk cerita tentang hubungannya dan ketua OSIS. Apalagi, saat mereka mendapat kelas yang sama. Rasanya Ren tak dapat menghindari semua pertanyaan perempuan itu. Terlebih, Vier yang menyandang status baru juga menjadi sasaran tanyanya. Siapa Luca?

Oh, rasanya Ren mau membawa Syira dalam perjalanan mengarungi memori saja. Supaya ia tak perlu membuat tenggorokannya sakit untuk bercerita. Sayangnya, Zeon melarangnya untuk menggunakan kemampuan matanya. Setidaknya untuk satu bulan pertama musim semi. Mau tak mau dirinya harus menurut. Toh, kegelapan membuat dadanya sesak. Ia tak mau kehilangan penglihatannya lagi walaupun hanya satu jam. Hal itu membuatnya amat bersyukur bisa melihat bagaimana warna dunia setiap hari. Penglihatan berharga yang jarang orang sadari. Mungkin, mereka butuh buta satu hari saja untuk tahu bagaimana berharganya sebuah penglihatan.

Siang itu, di hari hari bebas terakhir di Royal High School, Ren duduk di bawah naungan pohon apel yang rantingnya mulai semarak dengan hijau dedaunan. Besok, dirinya tak akan bisa bersantai macam ini. Pembelajaran akan dimulai dan ia bertanya-tanya bagaimana cara menyesuaikan dirinya di dalam kelas yang dipenuhi bangsawan. Ren menghela napasnya panjang, lantas menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi. Ia meletakkan lengannya di depan mata, menghalang silaunya berkas cahaya matahari  yang merasuk melalui celah dedaunan. Musim semi sangat hangat, lain dengan musim dingin yang membekukannya sampai ke tulang. Rasanga sangat nyama sekadar untuk tidur beberapa jam di luar ruangan. Apakah tak apa? Namun, sebuah suara menghancurkan konsentrasinya yang bersiap untuk terlelap

Prince or Princess: MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang