Bismilahirrahmānirrahim
[Semoga yang baca dilancarkan hidupnya, rezekinya, dimudahkan jodohnya. Amiiin]
•••
"Ganti baju, jangan lupa bajunya digantung," seperti biasa Radit selalu mengingatkan
"Iya bawel,"
"Bawel gini aku sayang ya sama kamu,"
"Biwil gini iki siying yi simi kimi," setelah itu Qilla tertawa dan langsung menutup pintu kamarnya.
Setelah ganti baju dia kemudian membuka ponselnya karena tadi ia sudah menjanjikan akan menghubungi Dwi
Aqillaaf
Ini kontak aku, save ya
Read 15.54Dwitanazayugani
Oke, tengkiyu udah nepatin janji
Read 15.56Bahkan chat mereka mengalir sampai membahas alasan Qilla pindah sekolah, dan ada secuil chat yang menanyakan bagaimana kelakuan kakak nya itu
"Dorr," Radit muncul tiba tiba di ambang pintunya
"Bang, kok gak kaget ya?" tanya Qilla
"Ah masa sih?" Qilla mengangguk sedangkan Radit balik lagi ke ambang pintu
"Kalau gitu sekali lagi," Radit melakukan hal yang sama namun tetap saja tidak berhasil
"Gila," celetuk Qilla
"Jangan main handphone terus, makan hayu," ajak Radit
"Abang duluan aja,"
"Dek," percayalah jika Radit sudah seperti ini itu tandanya ia benar benar memohon
"Iya, ayok," Qilla langsung menggeret lengan kakaknya untuk segera ke meja makan
"Aku kira bunda udah pulang," gumam Qilla
"Sekarang kan hari senin, biasanya juga bunda pulangnya agak sore karena pasti ketemu rekan rekan butiknya," jelas Radit
"Non, Den, bibi pergi sebentar ya. Ini makanannya sudah bibi siapkan," pinta bi Atus. Beliau adalah asisten rumah tangga di rumah ini. Beliau sudah sangat lama bekerja disini, oleh sebab itu bi Atus dan Radit sudah sangat akrab
"Iya, makasih bi. Bibi keluarnya jangan jauh jauh takutnya ada yang nyulik," ucap Radit membuat bi Atus dan Qilla terkekeh
"Ah aden mah sok kitu ka bibi teh" [Aden mah suka gitu ke bibi teh] kemudian bi Atus pergi.
"Makanan kesukaan aku semua," girang Qilla yang langsung menyiapkan nasi
"Kesukaan abang juga kali,"
"Ya terserah," kemudian keduanya langsung senyap, yang terdengar hanya dentingan sendok dan garpu.
"Bang," ucap Qilla memecah keheningan
"Kalau lagi makan itu habiskan dulu nasi yang ada di mulut, baru ngomong. Bagong," sinis Radit
Qilla langsung menelan makanannya kemudian minum, lega rasanya.
"Bang rumah segede gini cuma berlima yang nempatin, itu pun aku dulu enggak disini. Disini sepi ya bang?" tanya Qilla
"Hm ya gitu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
FAQILLA [TERBIT]
Teen Fiction[Sudah terbit. Tidak tersedia di Gramedia] Kunjungi instagram guepedia_penerbitan untuk pembelian Fakih Pradifta Melvano. Dia acuh pada sekitar, sikap tersebut terbentuk karena semua yang ia hadapinya. Bahkan ia trauma menjadi orang baik, ia tidak i...