Aku harap ini awal yang baik, dan akan terus selamanya seperti ini
•[]•
Dentingan alarm menggema di seluruh penjuru kamar seorang gadis, ia Aqilla Fareez. Dia gadis yang polos, katanya. Tapi bagi Radit, Qilla sangat jauh dari kata itu.
Di penglihatannya adiknya itu sosok yang paling menjengkelkan, namun bagaimanapun dia tetap menyayangi adiknya. Adiknya? hmmm. Radit menjalankan peran kakak yang sangat baik, selalu melindungi adiknya. Namun tetap saja dimata Qilla kakaknya itu sosok paling menyebalkan.
Menurutnya Aqilla itu sosok yang menyebalkan serta cerewet, namun bagaimanapun karakter adiknya itu, Radit tetap menyayanginya serta selalu menjaga dan melindunginya begitupun pandangan Qilla pada Radit.
Namun, semenyebalkan bagaimanapun. Radit adalah sosok pertama yang paling khawatir jika melihat adik perempuannya terluka.
Kamar perawan masih pagi udah gonjrang-gonjreng kayak organ aja," dengusnya sembari mematikan alarm adiknya, ia melihat gadis itu masih menggulung tubuhnya dengan selimut.
"Bangun bangun, sekolah. Mau tidur aja sampai siang?" ucapnya rusuh sembari menarik narik rambut Qilla. Sang empu menggeram kesal, karena mimpinya terganggu.
"Gggrhh, ganggu banget sih jadi orang," kesal gadis itu
"Buruan bangun, mandi, pakai baju seragam, terus turun kebawah sarapan," ucap Radit kemudian melenggang keluar dari kamar adiknya.
Qilla masuk terduduk lemas di kasurnya, nyawanya belum kumpul. Padahal dia sedang memimpikan dinner bersama Sehun. Kakaknya tega sekali menjadi perusak momen tersebut.
"Cepet mandi, jangan halu. Kalau telat abang tinggal ya." Radit muncul kembali di ambang pintu kamarnya
"Ye," balas Qilla kemudian dengan malas bergegas ke kemar mandi untuk melakukan ritualnya.
Setelah menghabiskan waktu sekitar lima belas menit, Qilla keluar dengan wajah yang sudah fresh kembali. Dia mendekati lemarinya untuk memakai seragam sekolah barunya. Seragam tersebut sudah tergantung rapih dalam lemarinya, sebab semalam ia sudah siapkan bersama abangnya.
Hari ini awal baginya menempuh belajar di Jakarta, karena sebelumnya dia bersekolah di Bandung. Di sana dia tinggal dengan Oma, tapi entah kesurupan apa tiba-tiba dia ingin pindah ke Jakarta dan meninggalkan Oma nya di Bandung. Tapi ia berjanji, jika ada hari libur ia akan sering berkunjung ke Bandung.
Setelah siap dengan seragamnya, dia meneruskan menguncir kuda rambut panjangnya. Tidak lama Radit hadir kembali di kamarnya, rupanya dia sudah siap tinggal memakai jasnya saja.
"Udah? cepet banget."
"Katanya tadi suruh buruan," kesal Qilla
"Iya, ya udah bunda sama ayah udah nunggu di bawah."
"Bang? Kata abang pakai liptint jangan?" tanya Qilla
"Betina mah repot. Pakai yang sekiranya enggak keliatan warnanya," saran Radit
"Peach? Apa pink?" tanya Qilla dengan memegang dua benda tersebut
"Black pink," jawab Radit ngasal
"Abang ngelucu?" tanya Qilla polos
"Gak, barusan ngamen." Qilla terkekeh kemudian memakai lipbalm nya, hanya untuk membuat bibirnya terlihat segar dan tidak pucat.
"Ayo bang, turun," ajak Qilla yang sudah siap
"Harus banget ya kaum betina kayak gitu?" tanya Radit aneh
"Jantan mana paham." Radit hanya berdecak
"Pagi ayah, pagi bunda," sapa Qilla dengan riang
"Pagi juga sayang, ayo sarapan," ajak Marisa sang bunda, sedangkan Handika melihat kedua anaknya dengan senyum tipis.
"Nanti abang jagain adiknya di sekolah," pesan Marisa
"Udah gede, gak perlu di jagain juga kali Bun." Radit menjawab dengan mulut penuh roti
"Abang mah, di doain semoga jomlo sampe tua," ucapnya dengan memeletkan lidahnya
"Untung manusia," gumam Radit
Handika dan Marisa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua anaknya, mereka merasa senang sebab keduanya langsung terlihat akrab, padahal tiga tahun ke belakang keduanya sempat terpisah.
"Dit? nanti pelan pelan bawa motornya," Marisa berpesan
"Iya bunda, tenang aja."
"Qilla kamu yang semangat belajarnya, ini sekolah baru kamu. Semoga bisa cepat dapat teman." Qilla mengacungkan jempolnya tanda mengiyakan.
Setelah selesai sarapan keduanya langsung berpamitan, tidak lupa juga keduanya meminta uang jajan.
"Aku gak siap yah kalau mereka harus tau yang sebenarnya," lirih Marisa
"Semuanya akan baik baik saja." Handika berusaha menenangkan istrinya. Marisa tersenyum getir menanggapinya.
{}
Gimana part pertamanya? Ini cerita pertamaku looh. Dan sifat dari setiap tokohnya aku terinspirasi dari orang-orang terdekat ku.
Kalo visualisasinya enggak sesuai sama yang kalian bayangkan gak masalah kok. Aku kasih ini karena emang menurutku cocok aja, terserah kalian mau bayangin siapa aja, yang penting kalian menikmati ceritanya.
Aqilla Fareez
Radit Handikya Fareez
KAMU SEDANG MEMBACA
FAQILLA [TERBIT]
Dla nastolatków[Sudah terbit. Tidak tersedia di Gramedia] Kunjungi instagram guepedia_penerbitan untuk pembelian Fakih Pradifta Melvano. Dia acuh pada sekitar, sikap tersebut terbentuk karena semua yang ia hadapinya. Bahkan ia trauma menjadi orang baik, ia tidak i...