Jika angin membawa kesejukkan, dan hujan membawa kenangan yang tersimpan di dalam genangan. Maka, kamu membawa senyum yang takkan bisa kulupakan.
-AE-
Hari ini adalah hari libur Esha bekerja. Saat libur seperti ini, biasanya ia akan berada di rumah atau mengajak adiknya pergi ke taman. Esha memang jarang mempunyai waktu untuk Caca, terkadang ia merasa kasihan pada adiknya itu.
Esha sangat beryukur mempunyai Caca, keluarga satu-satunya yang masih berada disisinya. Ia menyayangi Caca, sangat menyayangi. Apapun akan ia lakukan untuk adiknya. Selama hidup dengan Caca, Esha sadar, ia tak pernah benar-benar sendiri. Masih ada adiknya yang selalu bersamanya.
Pagi ini, Esha akan mengajak Caca pergi jalan-jalan naik sepedanya ke arah taman yang cukup jauh dari rumahnya. Mengayuh sepedanya dengan Caca yang duduk di belakang dengan tangan yang melingkar di pinggangnya.
"Kita mau ke mana, Mbak?" tanya Caca.
Esha menoleh ke belakang sebentar, lalu menatap ke arah jalan depan kembali. "Ke taman, tapi, lumayan jauh. Sekalian jalan-jalan, pasti Caca bosen, kan, di rumah?"
"Oke, Mbak. Kalo capek ngayuh sepedanya, gantian sama Caca, ya." Esha tersenyum mendengar ucapan gadis kecil di belakangnya itu. Senyum yang banyak arti dibaliknya, tanpa orang lain ketahui.
Cukup lama Esha mengayuh sepedanya, ternyata ia sudah sampai di taman yang ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang itu. Menyuruh Caca turun dari sepeda, ia pun turun dan menstandar sepedanya. Dan mengajak Caca untuk memasuki kawasan taman itu.
Esha dapat melihat raut senang dari wajah adiknya saat melihat isi taman itu. Jarang sekali ia bisa melihat pemandangan yang paling indah saat adiknya tersenyum bahagia seperti itu. Tangan kirinya menggenggam tangan kanan milik Caca. Adiknya itu menggoyangkan tangannya ke depan dan ke belakang.
"Caca seneng diajak ke sini." ucap Caca, membuat Esha tersenyum, manis, manis sekali.
"Alhamdulillah kalo Caca seneng. Maaf, ya, mbak baru bisa ajak Caca ke sini sekarang."
Caca berhenti melangkah, membuat Esha pun berhenti melangkahkan kakinya. Ia berjongkok supaya tingginya sama dengan tinggi badan Caca. Gadi kecil itu memegang kedua pipi Esha.
"Caca gak papa kalo jarang diajak main keluar kayak gini, asal Caca bisa terus sama, Mbak. Caca sayang sama mbak Esha. Maaf, kalo Caca nyusahin mbak terus." gadis kecil itu terisak pelan. Di umurnya yang 8 tahun itu, ia sudah bisa memahami bagaimana kondisi keluarganya, ayah ibunya dan juga mbaknya.
Caca dirawat dan dibesarkan oleh Esha sejak umurnya masih sangat kecil. Bahkan, ia menganggap Esha bukan Mbaknya, tetapi sudah seperti ibunya sendiri. Perhatian yang Esha berikan untuknya itu lebih dari sekadar perhatian Kakak kepada seorang adik. Lebih dari itu.
Esha terenyuh mendengar penuturan adiknya. Ia tersenyum, matanya menatap sendu gadis kecil di depannya. Mengusap air mata Caca yang membasahi pipi gembulnya.
"Caca gak boleh ngomong gitu, ya. Mbak sayang banget sama Caca. Dan satu lagi, Caca gak pernah nyusahin mbak, kok. Udah, jangan nangis, malu tuh dilihatin orang."
Caca tersenyum lebar. Dan mencium pipi Esha. Esha yang mendapat perlakuan itu pun hanya terkikik geli. Kemudian mengajak Caca kembali berjalan, menyusuri taman yang luas itu.
Saat berjalan, ada beberapa pedagang yang berjualan di taman ini. Mata Caca menatap penjual es krim keliling. Ia menarik pelan baju yang digunakan Esha. "Mbak, Caca mau es krim. Boleh, gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKRESHA (SUDAH TERBIT)
RomanceBerjuang untuk seseorang yang hatinya masih terpaku pada masa lalu itu memang tidak mudah. Tapi percayalah, jika kita memang benar-benar tulus padanya, selama atau sesulit apa pun memperjuangkannya, perjuangan itu akan terbayar penuh dengan kebahagi...