Komen yang banyak dong, biar aku semangat updatenya. Puter mulmednya ya, biar meresapi hehe.
Atas izin Allah kita bertemu. Dan apakah mungkin atas izin Allah juga kita bisa bersatu?
Langkah kaki seorang gadis membawanya memasuki tempat peristirahatan terakhir kedua orangtuanya. Gadis yang kini hidup hanya dengan kesederhanaan dan segala kebutuhan yang berkecukupan. Ya, gadis itu adalah Esha.
Ia memasuki TPU, di mana kedua orangtuanya dimakamkan di sana dulu. Selalu datang ke tempat ini sesering mungkin--meskipun ia sibuk bekerja dan mengurus Caca serta rumah. Ia datang ke sini sendiri, tak membawa Caca. Alasannya karena ia tidak ingin jika adiknya itu menangis jika melihat nisan kedua orangtuanya--meskipun Caca sudah paham dengan semuanya--tetapi tetap saja, Esha tidak ingin melihat Caca menangis.
Dulu, hidupnya seakan sempurna, nyaris tak ada celah untuk bersedih. Tapi, suatu hari, di mana kejadian yang menimpa keluarganya membuat semuanya menjadi hancur. Perusahaan Ayahnya bangkrut--karena tertipu oleh teman bisnisnya. Saat itu ayahnya terkena serangan jantung dan meninggal dunia. Harta yang keluarganya punya habis untuk mengganti rugi dan biaya rumah sakit ayahnya.
Dengan uang yang tersisa, Esha dan Ibunya membeli rumah yang sekarang ia tempati dengan Caca. Satu-satunya barang peninggalan yang diberikan Ayahnya untuk Esha adalah sepeda yang biasa ia gunakan sehari-hari itu. Kini memang sepedanya sudah hampir usang, bahkan kadang sepeda itu rantainya sudah putus dan ecel.
Saat Ayahnya meninggal dunia, saat itu pula Ibunya sedang mengandung adiknya--Caca. Usia Esha saat itu 14 tahun, masih kelas sembilan SMP. Kenyataan pahit yang sudah ia terima sejak duduk di kelas sembilan itu membuatnya paham akan arti kehidupan. Perlahan-lahan orang terdekatnya akan pergi meninggalkan dirinya--entah itu pergi untuk selamanya atau pergi sejenak lalu kembali lagi--atau tidak sama sekali.
Saat Caca lahir, semuanya baik-baik saja. Esha memasuki tingkat SMA, ibunya bekerja untuk dirinya dan juga adiknya. Apapun ibunya lakukan untuk kedua putrinya. Sampai empat tahun kedepannya, ibunya meninggal dunia karena terkena penyakit komplikasi--mungkin karena terlalu lelah bekerja ke sana ke mari.
Saat itu Esha kuliah memasuki semester 2, dan setelah itu ia memutuskan untuk berhenti dari kuliahnya. Ia tahu kalau pendidikan itu penting, tapi, adiknyalah sekarang yang lebih ia utamakan dan sangat penting baginya. Tak ada saudara ataupun kerabat, ia hidup hanya dengan adiknya saja, berdua.
Ia mengurus Caca dengan suka cita. Hingga sampai saat ini keinginan untuk bisa membahagiakan Caca terus mengalir dalam harapannya.
Esha duduk di tengah-tengah tanah kosong antara makam Ayah dan Ibunya. Mengusap nisan itu bersamaan sambil tersenyum manis. Senyuman itu bukan lagi senyuman kepahitan, tapi, senyuman kebahagiaan. Ia bersyukur, meskipun kedua orangtuanya sudah tak lagi disisinya, ia masih memiliki Caca. Allah tidak benar-benar menggambil semua yang ia punya.
"Assalamu'alaikum, Ayah, Ibu. Apa kabar? Pasti baik, dong. Esha di sini sama Caca baik-baik aja, kok, gak usah khawatir ya. Esha bahagia, hidup sama Caca enak, kok. Terus pantau Esha dari atas sana, ya. Masuk ke mimpi Esha kalo Esha buat salah, tegur lewat mimpi, gak papa."
Kini matanya berkaca-kaca. Sulit untuk menahan genangan air mata itu agar tidak meluncur ke pipinya. Isakan kecilnya keluar, tapi bibirnya tersenyum--berusaha menguatkan diri sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
AKRESHA (SUDAH TERBIT)
RomansaBerjuang untuk seseorang yang hatinya masih terpaku pada masa lalu itu memang tidak mudah. Tapi percayalah, jika kita memang benar-benar tulus padanya, selama atau sesulit apa pun memperjuangkannya, perjuangan itu akan terbayar penuh dengan kebahagi...