Aku mohon, setelah ini kamu pergi. Dan jangan pernah datang lagi.
-AKRESHA-Ini sudah pukul empat sore. Dan nomor yang sedari tadi ia hubungi belum juga memberi jawaban. Yang memberi jawaban hanya suara operator kartu sim saja. Melirik jam di dinding Cafe dengan cemas, ia menggerutu. Jantungnya bertalu cepat sejak beberapa jam yang lalu karena orang yang ia tunggu kabarnya tidak kunjung muncul.
Dinda, perempuan itu tersenyum kala ada pelanggan yang menuju ke tempatnya--kasir. Ternyata yang datang adalah orang yang ia ketahui bernama Akbar. Ya, setahunya laki-laki itu sahabat bosnya--Gilang--dan juga teman masa kecil Esha. Entahlah, ia tidak tahu dengan jelas semuanya.
Ia melihat gadis kecil dengan setelan baju gamis dan kerudung yang senada. Mata bulat gadis itu lucu. Dan ia tidak tahan untuk menyapa dengan ramah. "Assalamu'alaikum, adek yang lucu!"
"Wa'alaikumsallam, hihihi ... "
Dinda dan Akbar ikut tertawa mendengar kikikan geli dari Al. Gadis kecil itu kemudian meminta turun dari gendongan Akbar. Akbar menurunkannya. Mendudukkannya di kursi depan bar kasir.
"Dah, di sini aja. Diem ya. Jangan minta turun, lari-lari. Gak boleh. Nanti nggak ketemu kakak cantik."
Al mengangguk semangat. Gadis itu mengayunkan kedua kakinya yang menggantung. Lalu, bernyanyi lagu anak-anak. Akbar membiarkan saja.
"Esha ada nggak? Kok kayaknya gak kelihatan?" Akbar bertanya pada Dinda.
"Esha hari ini nggak masuk, Mas. Izin. Ada keperluan soalnya."
Akbar mengerutkan keningnya. "Keperluan apa sampai dia izin?" Buru-buru Akbar menutup bibirnya. Merasa kalau ia terlalu banyak bertanya. Padahal seharusnya ia tidak perlu seperti itu. Tapi, ini kan menyangkut Esha. Tidak apa-apa kan kalau dirinya bertanya lebih kalau tentang perempuan itu?
Atau salah?
Ah, entahlah.
Dinda bingung menjawab apa. Pada akhirnya, ia menjawab, "Katanya mau ketemu temen lamanya." Tidak mungkin juga dirinya menjawab, "ketemu sama mantan sahabat" atau "ketemu sama laki-laki yang Esha sukai" sangat tidak mungkin.
Dan setelah mendengar jawaban dari Dinda, Akbar hanya mengangguk saja.
"Jam segini udah pulang belum ya? Saya tadi pagi nggak sempet ngabarin Esha kalau mau ketemu di Cafe. Soalnya sama bocil ini terus. Sampai lupa mau nanyain Esha kerja atau nggak."
Lagi, Dinda melirik ponselnya yang masih belum ada tanda-tanda kalau Esha membalas pesannya. Chatnya juga tidak dibaca. Jangankan dibaca, WhatsApp Esha saja tidak aktif. Dan itu menambah kecemasannya. Menerka-nerka apa yang terjadi dengan perempuan yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.
Duh, Sha, kamu ke mana sih? Kamu baik-baik aja kan? Ya Allah, lindungi Esha.
Dan mungkin saja, jika ia memberi tahu pada Akbar kalau Esha tidak bisa dihubungi dan tidak memberi kabar sama sekali, laki-laki itu bisa membantunya. Dengan cara; mengunjungi rumah Esha. Untuk memastikan kalau perempuan itu sudah pulang atau belum. Dan dalam keadaan baik-baik saja atau tidak.
"Emm, Esha gak bisa dihubungi. Saya udah berkali-kali kirim pesan, chat, bahkan nelpon. Tapi gak ada jawaban. Esha matiin ponselnya. Kayaknya sih gitu."
Akbar cukup terkejut mendengarnya. Dalam benaknya ia bertanya-tanya. Dengan siapa perempuan itu bertemu? Sehingga membuatnya tidak ada kabar seharian ini?
"Esha pergi dari kapan? Pagi atau siang?" Akbar menyerobot. Bahkan jantungnya kini sudah bertalu cepat.
Ia khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKRESHA (SUDAH TERBIT)
RomanceBerjuang untuk seseorang yang hatinya masih terpaku pada masa lalu itu memang tidak mudah. Tapi percayalah, jika kita memang benar-benar tulus padanya, selama atau sesulit apa pun memperjuangkannya, perjuangan itu akan terbayar penuh dengan kebahagi...