AKRESHA. 06

6.6K 496 32
                                    

Harap dibaca ya, penting. Jadi di sini aku mau jelasin umur Esha dan Akbar.

Sebenernya, pas Akbar TK, dia itu beda angkatan sama Esha, Esha baru masuk dan Akbar udah naik ke tingkat di atasnya. Terus, umur Esha pas TK itu memang masih kecil, jadi beda 2 tahun sama Akbar.

Alasan kenapa Esha pindah itu karena kerjaan ayahnya dan juga karena umurnya yang masih kecil juga.

Sampai sini paham? Kalau engga silahkan komen ya.

Oh ya, follow ig ku juga boleh, @nurhayatti20 ya hehe

***

Terkadang kita diberi dua pilihan. Mau berjalan maju untuk masa depan atau berdiam diri dalam ruang lingkup masa lalu yang kelam.

Keesokan harinya. Esha kembali bekerja seperti biasanya. Setelah memikirkan apa yang dibilang oleh Dinda itu benar, ia harus bisa ikhlas. Apapun yang terjadi ke depannya, ia pasti akan menerimanya. Entah dengan cara Hasan menjelaskan alasan kenapa ia harus menghindarinya atau kenapa lelaki itu benar-benar pergi selamanya dalam hidupnya.

Esha memakai apron warna coklat, menandakan kalau ia adalah pegawai Cafe Hehe itu. Ia mengambil lap dan cairan pembersih meja Cafe. Tak hanya Esha yang sudah datang di Cafe itu, tapi sudah ada Dinda dan yang lainnya.

Cafe akan dibuka saat pukul sembilan pagi. Dan sekarang masih pukul setengah delapan pagi. Masih punya banyak waktu untuk bersiap-siap dan membersihkan Cafe itu.

"Enak ya jadwal sekarang, dapet jatah libur dua hari dalam seminggu. Gak ada tuh bos yang kayak Pak Gilang," ucap salah satu pegawai Cafe yang bernama Bambang--lelaki yang usianya sama dengan Esha. Menginjak usia 22 tahun. Dan ia dipanggil Ibam. Tidak mau kalau dipanggil Bambang, bukan pemain sepak bola, katanya.

Rata-rata yang menjadi pegawai di Cafe Hehe itu kalangan remaja dari usia 19 sampai 24 tahun. Dan yang paling dewasa umurnya adalah Dinda dan Chandra.

Esha yang sedang mengelap meja kaca berbentuk bundar itu menoleh sebentar, lalu memusatkan tatapannya pada meja kembali. "Bersyukur dong, Bam. Jadi, kita bisa istirahatin badan kita," sahut Esha.

Ibam menoleh pada Esha kemudian melanjutkan aktivitasnya kembali--mengelap meja sama seperti yang Esha lakukan. "Hehe, iya Sha, alhamdulillah. Bisa memeluk guling kesayangan, hihihi ...." cekikikan diakhir kalimatnya.

Esha terkekeh pelan. Kini bergeser ke meja yang sebelah kanan. Menyemprotkan cairan pembersih lalu tangannya dengan lincah mengelap meja itu.

"Cuma guling, ya, yang jadi kesayangan kamu?" tanyanya sambil tersenyum geli pada Ibam.

"Dasar Bambang, guling aja disayang," ceplos Dinda yang kebetulan lewat dan mendengar percakapan keduanya.

Ibam mendengus mendengar panggilan dari Dinda, Bambang. "Ibam ya, Mbak. Kalo Bambang mah pemain sepak bola," sahutnya.

"Sama aja!" Dinda berlalu sambil mengibaskan tangannya. Malas meladeni si Ibam, alias Bambang.

"Terserah Mbak Dodol aja, deh."

Esha tertawa pelan melihat muka Ibam yang pasrah. Kemudian melanjutkan aktivitasnya kembali. Baik Esha ataupun Ibam fokus pada tugasnya masing-masing.

•••

Malam hari telah tiba. Bintang dan bulan telah bersinar di atas langit sana. Langit bertabur bintang itu sangat indah, membuat siapapun yang melihatnya akan merasa nyaman.

AKRESHA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang