EPILOG

9.5K 763 34
                                    

"Bunga-bunganya akan kubawa keatas..."

Sakura tidak bisa menahan senyum bahagia saat mendengar suara Ino berteriak dengan sangat nyaring dari lantai bawah.

"Kau terlihat sangat cantik. Astaga, aku tidak menyangka kau benar-benar akan memakai gaun ini."  Tenten menarik tubuh Sakura meminta sang sahabat menatap cermin. "Bagaimana? Kau sangat cantik, kau tahu itu kan?"

Sakura tidak bisa menahan airmatanya lagi. Ia menitikkan airmata membuat Tenten mengerucutkan bibir karena kesal. "Jangan merusak riasan wajah yang sudah susah payah kami buat untukmu, Sakura!"

Sakura tertawa di sela tangis harunya. Ia menghapus airmata yang tetap tidak bisa berhenti mengalir dari kedua sudut mata.

Ino masuk ke dalam kamar dengan membawa empat buket bunga---tiga buket bunga mawar merah sementara satu buket bunga mawar putih, bunga yang Sakura pilih untuk dibawa menuju altar.

"Apa yang kalian lakukan?"  Ino melotot sekilas pada Tenten dan Sakura. Berjalan mendekat ke arah ranjang dan meletakkan buket-buket bunga yang dibawanya. "Apa yang kau lakukan, Tenten? Kau merusak maha karyaku!"  Tenten tidak bisa menahan tawanya lebih lama. Ia meraih tubuh Ino, mengajak Sakura dan Ino saling merangkul, berpelukan sembari tertawa bahagia.

"Kau benar-benar cantik, Jidat!"  Sekali lagi Ino melayangkan pujian pada Sakura sembari menghapus airmata yang lolos dari dua sudut matanya.

"Ya... Aku benar-benar tidak menyangka akhirnya Sakura bisa menikah. Oh, Tuhan..."  Sekali lagi Tenten memeluk dua sahabatnya, kali ini sedikit lebih lama.

Pelukan mereka bertiga terlepas saat pintu kamar dibuka dari luar menampilkan sosok Kizashi. Pria yang memiliki surai serupa dengan putrinya itu tampil rapih dan sangat tampan dengan jas berwarna hitam.

"Wow!"  Sakura menghampiri sang Ayah, menatap ke arahnya dengan penuh kekaguman. "Kau terlihat hebat, Dad..."

Kizashi tertawa. Ia meraih sang putri membawanya ke dalam pelukan. "Kau juga terlihat sangat cantik, Sayang."  Kizashi menyeka airmatanya yang terus mengalir. "Sebentar lagi rumah akan terasa semakin sepi."

"Apa maksud Dad?!"

"Kau tidak akan datang berkunjung ke rumahku, dan akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan suamimu."

Sakura berdecak, bertolak pinggang. "Rumah itu masih rumahku juga. Rumah Dad juga rumahku. Aku akan selalu mengunjungi Dad, setiap hari kalau perlu, bahkan tanpa Dad memintaku untuk datang, hanya untuk mengingat kenangan masa kecilku di sana."  Tangis Kizashi semakin pecah. Dia meraih tubuh Sakura, keduanya berpelukan dan menangis bersama.

"Kalau suamimu tidak mengizinkanmu untuk datang ke rumah Ayah, kau harus memberitahuku. Aku akan menjemputmu dan menghajar suamimu."

Tidak ada momen yang lebih mengharukan selain menyaksikan Ayah dan putri tercintanya saling berpelukan, sementara sang Ayah mengatakan betapa besar rasa cinta dan kasih sayang yang ia rasakan untuk putrinya. "Biarkan aku yang memasangkan tiara pemberian Ibumu, untuk terakhir kali."  Sakura kembali menangis haru. Ia mengangguk, tertawa dengan airmata yang kembali mengalir tanpa bisa dicegah ketika Kizashi meletakkan tiara keatas rambutnya yang telah digelung sempurna. Kizashi juga membantu memasangkan tudung ke atas kepala Sakura dibantu oleh Ino juga Tenten.

"Kau siap?"

Sakura mengangguk mantap. "Amat-sangat siap."

Mereka berempat keluar dari dalam kamar memasuki mobil yang telah disediakan untuk membawa rombongan pengantin wanita menuju gereja tempat pemberkatan akan dilakukan.

Ino dan Tenten keluar lebih dulu dari dalam mobil dan bergegas menuju mobil Sakura yang berhenti di belakang mobil Ino. Dengan sigap Ino membantu mengangkat ekor gaun Sakura sementara Tenten membantu memastikan bahwa langkah yang diambil sahabatnya tepat hingga dia tidak akan terjatuh.

Sakura menatap ke dalam gereja yang telah dipenuhi tamu undangan. Ia melirik ke arah Kizashi, menghembuskan napas dalam-dalam. Kebiasaan yang biasa ia lakukan jika sedang merasa gugup.

"Jangan biarkan aku jatuh, Dad..."

Kizashi membalas tatapan Sakura kemudian mengangguk mantap. "Akan kulakukan."

Seiring dengan musik yang terdengar dari dalam gereja, rombongan pengantin wanita melangkah masuk ke dalam dengan langkah pelan.

Terdengar bisik-bisik, kasak-kusuk di antara para tamu undangan yang hadir. Namun Sakura tidak peduli. Hari ini adalah hari bahagianya, dan ia tidak ingin merusaknya dengan terlalu memikirkan apa kata orang.

Sakura tiba di depan altar. Kizashi melepaskan pegangan lengan Sakura diatas lengannya, sedikit meremas telapak tangan sang buah hati tercinta untuk terakhir kalinya, menyerahkan tangan sang putri kepada pria dengan jas hitam di hadapannya. Pelupuk matanya kembali digenangi airmata.

Sakura dan pria di sebelahnya kembali menghadap ke arah Pendeta yang kini tengah mengangkat kedua lengan tinggi-tinggi meminta tamu undangan untuk duduk diam.

Semuanya terjadi begitu cepat. Sakura tidak terlalu mendengarkan apa yang diucapkan oleh Pendeta, hingga masuk ke momen saat Pendeta mengucapkan, "Sakura Haruno. Bersedia kah Engkau menerima Sasuke Uchiha menjadi pendamping hidupmu? Dalam suka dan duka, dalam sehat dan sakit, setia hingga ajal menjemput?"

Sakura menoleh ke arah Sasuke yang kini juga tengah menatap ke arahnya. Keduanya tersenyum, memberi anggukan hingga terdengar kalimat jawaban dari bibir Sakura, "aku bersedia."

Tepuk tangan riuh terdengar dari para tamu undangan yang hadir dan semakin meriah saat Pendeta mempersilahkan Sasuke juga Sakura untuk berciuman.

"Aku tidak menyangka..."  Seorang tamu undangan yang hadir berbisik pada rekan di sebelahnya. "Sakura melakukan foto prewedding dengan pria berbeda."

"Gaara Sabaku maksudmu?"  Balas rekannya.

"Ya. Maksudku,-"

"Gaara dan mantan tunangan Sasuke sedang menjalani proses hukum karena kasus video asusila mereka yang tersebar di internet. Kudengar juga, Gaara diberhentikan dari maskapai tempatnya bekerja. Aku tidak tahu mereka akan dijatuhi hukuman kurungan berapa lama, tapi yang kudengar, Hinata juga melakukan pencucian uang terhadap perusahaan Sasuke."

"Hinata? Hinata dari keluarga Hyuuga maksudmu?"

"Ya, benar... Dari yang kudengar, Sakura memergoki mantan tunangannya---si pria merah itu tengah tidur bersama dengan Hinata Hyuuga, dua minggu sebelum pernikahan digelar. Itu kenapa Sakura kini bersama Sasuke. Lagipula, baik Hinata maupun Gaara saat ini sama-sama tengah menunggu putusan hukuman yang akan mereka terima."

"Astaga! Pantas saja!"  Dua orang yang asik bergosip itu kembali mengalihkan atensi mereka pada pasangan suami-istri baru yang masih berdiri di depan altar.

"Aku tidak menyangka,"  Sasuke tidak bisa melepaskan pandangan dari Sakura yang terus tersenyum ke arahnya. "Bahwa akhirnya kita bisa menikah."

Tawa bahagia meluncur dari bibir wanita yang kini telah resmi mengubah namanya menjadi Uchiha. "Aku juga tidak menyangka."

"Jadi, selamanya?"

Sekali lagi Sakura tersenyum manis---sangat manis, mengangguk sebelum menjawab pertanyaan Sasuke. "Itu yang kuharapkan. Astaga! Aku menikahi sahabatku sendiri."

Dan dengan tawa serta rasa bahagia yang memuncak, Sasuke meraih tubuh Sakura untuk mendekat, membuat sang wanita mengalungkan lengan ke lehernya. Mereka berdua kembali berciuman dengan masih berada di atas altar, disaksikan banyak orang.

"Aku mencintaimu, Sakura. Sejak hari pertama aku melihatmu di hari ulang tahun Paman Minato."

"Dan aku akan selalu belajar untuk mencintaimu lebih besar daripada ini, Sasuke."





















Terima kasih. . . Sasuke Uchiha, terima kasih. Karena bersedia menunggu dan selalu bersedia meminjamkan bahu tanpa menuntut.

DNA | SSL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang