Bagian dua puluh satu [end]

270 11 1
                                    

Tidak terasa waktu begitu cepat berganti. Besok adalah hari pertungan Aldric dan Aila. Hanya Aila yang bahagia,sedangkan Aldric? Tidak sama sekali.

Aldric melajukan motornya dengan kecepatan yang sedang. Dia sama sekali belum memberitahu tentang pertunangan sialan ini kepada Caramel. Aldric tidak tahu bagaimana reaksi Caramel nanti.

Aldric memasuki perkarangan rumah Caramel. Hari ini dia menjemput Caramel.

"Eh, Den Aldric silahkan masuk, Den." suruh Pak Bambang-Tukang Kebun. Aldric hanya tersenyum tipis. Lalu dia segera masuk ke dalam.

"Pagi Om, Tante." Sapa Aldric ramah.

Camila bangkit lalu menjawab. "Pagi juga, Al." Jawab Camila tak kalah ramah.

"Acanya masih dikamar belum turun." Ucap Camila.

"Iya gapapa, Tante. Aldric tungguin."

"Tante panggil Caramel dulu ya." Pamit Camila.

Aldric duduk disebalah Davin. Merasa canggung dengan keadaan seperti ini. Aldric hanya dekat dengan Camila. Tidak dengan Davin.

Tak butuh waktu lama Caramel turun dengan mengenakan segaram khas hari jumat. Lalu langsung menghampiri Aldric. Setelah itu mereka pamit untuk pergi ke sekolah.

Didalam mobil suasa serasa canggung. Biasanya Caramel yang akan memulai pembicaraan. Tapi sekarang tidak. Caramel hanya diam seperti orang bodoh.

Setelah lama hening akhirnya Caramel membuka pembicaraan. "Tumben jumput gua?" Pertanyaan yang cukup bodoh bagi Caramel. Entah kenapa dari sekian banyak kata hanya itu yang bisa dia ungkapkan.

"Kenapa? Gk mau?"

"Ya maulah!"

"Yaudah diam."

Setelah itu suasana menjadi hening lagi. Mereka sudah sampai disekolah. Caramel langsung keluar dari mobil, lalu langsung menuju kelasnya. Karena sebentar lagi bel berbunyi.

🍦🍦🍦

"Ra, makan yu." Rengek Razita.

"Gua males. Ajak Maisya sana." Suruh Caramel.

Razita menatap Maisya. "Ayu, Sya." Ajak Razita.

"Gk ah gua males!" Tolak Maisya.

"Jahat kalian." Kesal Razita lalu keluar dari kelas. Sekarang sedang jam istrirahat. Tapi Maisya dan Caramel malas sekali untuk pergi ke kantin.

"Tumben lo gk ke kantin?" Tanya Caramel.

"Males." Jawa Maisya lalu menidurkan kepalanya dimeja.

Razita datang dengan kue dan minuman. Setelah itu dia memakan, tadi dia sempat menawarkan sahabatnya. Tapi mereka tidak mau.

Caramel berdiri dari duduknya yang langsung membuang bingung Maisya dan Razita. "Gua ke toilet dulu ya." Pamit Caramel.

"Iya." Jawab Maisya dan Razita bersamaan.

Ketika sudah sampai ditoilet Caramel langsung membasuh mukanya dengan air. Pikiran dia sedang sangat kacau. Tentang perubahan sikap Aldric terhadapnya.

Caramel menatap pantulan dirinya di cermin. Sungguh dia seperti mayat hidup. Bibir pucat dan badan yang kurus. Caramel selalu menyalahkan penyakitnya. Kalau sajq dia tidak mempunyai penyakit mungkin hidupnya bahagia seperti anak remaja kebanyakan.

Caramel ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang