"Hah?" tanya Eric.
"Iya, bantuin gue nganalisis bel istirahat. Gue kan buta musik, mana bisa gue ngotak-atik suara," jawab Haechan.
"Sehebat apa gue njir, mending lo mintol sama Eunbin noh, dia kan anak kesayangan Pak Junho," kata Eric.
Mulut Haechan menganga. Minta tolong Eunbin? Lebih baik ia menganalisis musiknya sendiri sampai kepalanya pecah daripada minta tolong pada nenek sihir seperti Eunbin.
"Sianying, mending gue mikir sendiri sih daripada minta Eunbin. Udahlah lo aja, cuma teng tong piano udah khatam kan lo," kata Haechan.
"Lagian gabut amat sih lo mikirin bel istirahat, faedahnya apa sih??"
"Ada sesuatu, Ric. Bel istirahat itu fur elise, kan? Nadanya ada yang salah, Ric. Biar gue goblok seni, gue tau ada yang salah," jawab Haechan.
Eric mengerutkan keningnya, "Biasa aja kayaknya,"
Haechan melirik jam tangannya. "Bentar lagi belnya bunyi, dengerin dah,"
Di dalam hati, Haechan menghitung waktu menggunakan jam tangannya. Tiga... Dua... Dan, ya!
nananananananananana~
Eric mengikuti Haechan dan mendengarkan belnya secara seksama.
"Bener deh, Chan. Fur Elise biasa juga kayak gini," kata Eric.
"Bukan, suripto. Gimana sih lo, anak musik tapi gak peka," omel Haechan. "Dengerin nih fur elise versi youtube."
Haechan dan Eric duduk mengelilingi hp milik Haechan. Eric menajamkan pendengarannya, dan kemudian berubah pikiran.
"Iya, beda sama bel," kata Eric.
"Gimana? Lo bisa jabarin perbedaannya, kan?" tanya Haechan.
Eric menggigit bibirnya, "Mending lo sekarang cari partitur fur elise, terus print dah. Gue mau menghayati lagunya dulu."
"Oke,"
Haechan bergegas mendatangi meja milik Guanlin. Biasanya manusia tinggi itu akan meninggalkan laptopnya di markas karena yah, Guanlin punya segudang laptop lain di rumah.
"Aduh sialan, laptopnya Guanlin gaada —oh iya tadi kan dibawa ke kelas," kata Haechan.
"Hah?"
"Gaada laptop, nyet. Mau ngeprint pake apa?"
Eric tampak berpikir, "Hmm, printer lo support bluetooth gak?"
"Mana gue tau," jawab Haechan.
"Bah bangsat," omel Eric.
Eric melepaskan headsetnya dan menghampiri printer milik the lost di pojok ruangan.
"Support bluetooth ini, yaudah bikin pake hp gue aja,"
"Yaudah sok," kata Haechan, mempersilahkan Eric.
"Lah masa gua, udah minta bantuin, ngerepotin lagi, abis ini traktir gue thai tea gak mau tau," sungut Eric.
"Terus gue mau ngapain? Yaudahlah lo ngeprint aja sana, gue nyari thai tea buat lo dah,"
"Green tea, Chan,"
"Iya,"
"Thai tea yang di tikungan,"
"Iya, bacot,"
"Bilangin mba nya gulanya pake—"
"BACOT ANYING UDAH DIBELIIN JUGA!!"
Haechan berjalan sendirian melewati lorong kiri. Ia tidak mungkin lewat tengah lapangan atau guru akan mencegatnya.
Eric sialan pake minta yang di depan sekolah, gerutu Haechan di dalam hati. Namun ia tetap bersyukur karena Eric mau membantunya.
"Mau kemana?"
Suara berat Guanlin tiba-tiba muncul dari belakang kepala Haechan.
"Eh, lo, Lin,"
"Gak usah jawab deh, lo pasti mau ke thai tea, kan? Thai tea pojokan unch,"
Jantung Haechan berdebar. Dari mana Guanlin tau?
"I–iya..." jawab Haechan.
"Buat siapa? Kalo gak salah, yang lo sebut-sebut namanya Eric?"
Haechan merasa terciduk. Ini pasti ulah Jinyoung. Awas saja, jika mereka bertemu, Haechan akan memukul kepala kecilnya.
"T–tau dari Jinyoung ya?" tanya Haechan hati-hati.
"Oh, enggak. Gue tau sendiri," jawab Guanlin.
"Jangan lupain proteksi keamanan ganda markas kita. Gue masang penyadap suara di sana. Gak cuma penyadap suara, macem-macem sih gue pasang di markas. Jangan ulangin lagi bawa orang ke markas, atau Jeno bakal tau dengan sendirinya,"
hayolo marahan
btw alurnya lambat banget sumpah, kayaknya bakal jadi the lost paling panjang '-'
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] The Lost : Old Melody (00ㅡ01L)
FanficMelodi ini, tidak seperti biasanya. Ada yang janggal. Originally written by Penguanlin, 2019. [ !! ] urutan/cara baca, cek buku "Case Journal" chapter "How to Read".