13: so far away

878 185 2
                                    

Yuna membuka matanya, melirik jam dinding kamar Chaeyeon yang jarum jamnya menunjuk angka empat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yuna membuka matanya, melirik jam dinding kamar Chaeyeon yang jarum jamnya menunjuk angka empat. Sial. Segelintir peristiwa yang belakangan menimpanya membuatnya terjaga semalaman karena memikirkannya.

Kepala Yuna menoleh. Melihat Chaeyeon yang masih tertidur lelap. Perlahan ia bangkit dari kasur lalu keluar kamar. Menutup pintunya hati-hati karena ia tidak ingin membangunkan Chaeyeon.

Mungkin ada yang bisa dilakukannya sekarang.

Kakinya melangkah menuju dapur ketika mendengar suara dari sana. Tangannya tanpa sadar memukul punggung seseorang yang tengah mengambil sesuatu dari dalam lemari pendingin.

Si korban kini merintih. Mengeluarkan setengah badannya yang sedari tadi masuk ke dalam kulkas, lalu mendelik tajam pada Yuna.

"Apa memukulku begitu menyenangkan bagimu?!" Seokmin mengelus punggungnya.

Yuna tertawa sembari menutup mulutnya, "Maaf. Habis kau terlihat seperti pencuri."

Seokmin mendengus sebelum kembali menyibukkan diri mengeluarkan beberapa bahan makanan dari dalam kulkas.

"Ini masih pukul empat pagi dan kau sudah sangat lapar?" Yuna berkomentar. Tertawa pelan melihat tidak sedikit bahan makanan yang Seokmin keluarkan.

"Aku ingin membuat sarapan. Sekaligus ucapan terima kasih untuk Chaeyeon karena membiarkan kita tidur disini," jelas Seokmin.

"Alasan yang bagus," Yuna bergumam.

Sementara itu, Chaeyeon terbangun setelah mencium bau masakan dari luar kamarnya.

"Selamat pagi, Chaeyeoni~" sapa Yuna pada Chaeyeon yang baru keluar dari kamar.

Chaeyeon balas tersenyum, kemudian menatap heran meja makannya kini dipenuhi beberapa makanan, "Apa ini?" tanyanya.

"Sarapan! Aku dan Seokmin yang membuatnya!" seru Yuna seraya merangkul Seokmin yang baru bergabung, "Maaf kami tidak sengaja menghabiskan bahan makananmu..." tambah Yuna. Gadis itu tertawa pelan sembari menggaruk tengkuknya. Kemudian membiarkan Chaeyeon duduk dikursinya.

"Kalian belum bilang alasan kalian menginap," Chaeyeon membuka suara meminta penjelasan dari dua orang dihadapannya ditengah sarapannya.

"Ada sesuatu..."

"Masalah?"

Yuna mengangguk sementara Seokmin sama sekali tidak berniat buka suara.

"Masalah apa?" tanya Chaeyeon. Setelahnya ia merasa salah bicara ketika Yuna justru bungkam.

"Maaf, aku terlalu ingin tau, ya..."

"Tidak. Hanya masalah keluarga kok hehe."

Chaeyeon menghembuskan napasnya lalu tersenyum tipis, "Setidaknya kalian punya keluarga walaupun bermasalah," ujarnya pelan diiringi tawa kecilnya.

"Aku bahkan tidak pernah tau seperti apa wajah orang tuaku..." Chaeyeon kembali berucap. Membuat Yuna dan Seokmin sukses menghentikkan gerakan sendoknya.

Dan cerita Chaeyeon mengalir begitu saja. Bagaimana ia tinggal di panti asuhan sejak kecil, kemudian bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sampai harus putus sekolah karena gajinya hanya cukup untuknya makan serta mempertahankan tempat tinggalnya. Membuat Yuna merasa beruntung masih memiliki ayah dan ibu disisinya.

Selesai sarapan, Chaeyeon bergegas berangkat kerja. Setelah sebelumnya menyempatkan diri untuk membuatkan kopi untuk Yuna dan Seokmin. Yuna yang terlihat paling senang, apalagi ketika Chaeyeon sengaja membuat foam kopi Yuna dibentuk menyerupai kucing.

Ingat kucing yang Yuna dan Seokmin temukan di pinggir jalan tempo hari? Ternyata kucing itu milik Chaeyeon.

Yuna tengah asik bermain dengan kucing sementara Seokmin tidak tau harus melakukan apa. Hingga akhirnya Seokmin memaksa Yuna untuk ikut dengannya meninggalkan kediaman Chaeyeon.

Yuna tak berkutik, namun ketika tau tujuan kemana Seokmin membawanya, ia merasa bingung dan juga takut.

"Mungkin kau ingin menemuinya..." ujar Seokmin setelah memberhentikan motornya tak jauh dari rumah Yuna.

"Tidak..." Yuna mengelak pelan meski hatinya mengiyakan ucapan Seokmin.

Bermenit-menit sudah keduanya menatap rumah itu. Hingga Seokmin merasa bosan pada akhirnya.

"Jam berapa ayahmu pergi bekerja?" tanya Seokmin heran. Pasalnya kini matahari sudah diatas kepalanya tapi ayah Yuna sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya.

"Ayahku memang jarang keluar rumah. Beberapa bulan belakangan ia bekerja serabutan. Aku bahkan tidak tau apa pekerjaannya saat ini..." Yuna menatap datar rumahnya.

"Bagaimana kalau sekarang kita kerumahmu?" ajak gadis itu tiba-tiba sembari sedikit menarik lengan Seokmin untuk untuk naik ke atas motornya.

Seokmin, tanpa perlawanan dan dengan setengah hati mengikuti apa kata Yuna. Membawa sepeda motornya pergi dari rumah Yuna lalu beralih ke rumahnya.

Seperti sebelumnya, Seokmin hanya melihat keadaan rumahnya dari seberang jalan. Tak lama Seokmin berjengit melihat ibunya keluar dari rumah. Perasaan bersalah datang kala melihat mata ibunya sedikit bengkak—yang ia pastikan menangis adalah penyebabnya. Rasanya Seokmin ingin berlari lalu memeluk ibunya saat ini—tapi ia belum siap sekarang.

"Kau mau menemuinya?" tanya Yuna seolah dapat membaca tatapan Seokmin pada ibunya.

Tanpa mengalihkan pandangannya, Seokmin menggeleng pelan, "Aku belum siap."

"Ibumu mau pergi kemana?" tanya Yuna lagi melihat ibu Seokmin membawa beberapa kotak berukuran sedang ditangannya.

"Mengantar kue. Ibuku menjual kue untuk menghidupiku," kata Seokmin. "Seharusnya aku membantunya, kan?" Seokmin sukses merasa hidupnya selama ini tak berguna bagi ibunya.

"Iya, harusnya. Kau ini memang anak yang jahat!" ucap Yuna diselingi tawa pelan lalu memukul lengan Seokmin. Seolah memberinya pelajaran karena sudah tega membiarkan ibunya bekerja banting tulang sendirian.

Seokmin mengaduh, membiarkan Yuna terus memukuli lengannya karena ia merasa pantas mendapatkannya.

Seokmin mengaduh, membiarkan Yuna terus memukuli lengannya karena ia merasa pantas mendapatkannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
eccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang