12: reflection

953 202 25
                                    

Dengan dua kaleng kopi ditangannya, Yuna melangkah menghampiri Seokmin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan dua kaleng kopi ditangannya, Yuna melangkah menghampiri Seokmin. Namun ia sukses berjengit ketika sampai ditempat. Tangan Yuna merampas paksa sebatang rokok yang sedang disulut api ditangan Seokmin. Karena terburu-buru, malah jari Yuna yang tersulut api dari korek Seokmin.

Entah refleks dari mana, Seokmin bergerak merebut satu kaleng kopi dari tangan Yuna lalu menggesekkannya pada jari Yuna yang terkena barusan terkena api. Melihat itu Yuna tertawa nyaring.

"Apa kulit melepuh bisa sembuh dengan kaleng kopi?" tanya Yuna sambil terkekeh.

Seokmin mengangkat kepalanya, menatap Yuna, "Aku refleks melakukannya. Lagipula kopinya dingin, mungkin bisa mengurangi panasnya."

"Mm-hm..." Yuna bergumam mengiyakan sembari menahan tawanya. Membuatnya dihadiahi tatapan sinis dari pemuda didepannya.

"Jadi benar ya kau merokok?" tanya Yuna. Ia bergerak duduk disebelah Seokmin.

"Hanya disaat seperti ini." Seokmin menatap rokok yang belum sempat direbut Yuna ditangannya. Tersenyum tipis, ia beralih menatap kaleng kopi disebelah tangannya yang lain.

"Ini untukku, kan?" tanya Seokmin pada Yuna sambil sedikit mengangkat kopinya. Yuna mengiyakan, Seokmin membuka kalengnya lalu meminum isinya setelah sebelumnya membuang rokoknya ke tempat sampah disebelah kursi taman mereka.

Keduanya terdiam sesaat. Menikmati angin malam taman kota yang berhembus pelan sembari sesekali meneguk kopinya.

"Kau mau bertukar cerita?" Pertanyaan Yuna sukses memecah keheningan. "Kau memendamnya selama ini, sama sepertiku. Percayalah, rasanya luar biasa lega saat kau membaginya pada seseorang," lanjutnya.

Yuna tidak bohong saat mengatakannya. Hanya Seokmin yang mengetahui peliknya hubungan keluarganya saat ini. Mungkin Seokmin merasa tidak melakukan apapun yang berarti untuknya, tapi Yuna merasa hidupnya lebih ringan dari biasanya.

Dan Yuna ingin Seokmin juga merasakannya. Lagipula pemuda itu sudah banyak membantunya selama ini. Kini biarkan Yuna membalasnya.

Tapi sepertinya Seokmin tidak menginginkannya. Ia bahkan masih mengindahkan tawarannya saat ini. Apa Yuna salah bicara?

"Mm... Lupakan saja..."

Canggung.

Tak lama tawa pelan Seokmin sampai dipendengaran Yuna. "Aku rasa memang sudah saatnya..." ujar Seokmin membuat senyum Yuna merekah.

"Baiklah. Aku duluan yang bercerita!" Yuna menerawang. Tak lama ia malah tertawa kikuk. "Kurasa kau sudah mengetahui garis besarnya, darimana aku harus memulainya..." Yuna bergumam.

"Ayahku, sebenarnya dia orang yang baik. Kurasa dia sangat mencintai ibuku, tapi ia terlalu baik dengan merelakan kebahagiannya untuk kebahagiaan ibuku. Setelah mereka berpisah, ia berubah. Dan semakin menjadi setiap harinya."

eccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang