Ditempat persembunyiannya, Jinhwan menemukan sebuah buku misterius. Buku diary seorang gadis dengan inisial J. Awal Jinhwan membuka lembaran demi lembaran buku diary milik J, dia sudah dimintai permintaan-permintaan aneh yang ditulis oleh sipemilik...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kenapa makan salju? Kamu mau ice cream?"tawar pria itu, membuka tudung kepalanya lalu menatap Jinnie dengan wajah berseri-seri.
Jinnie menatap terkejut kedatangan Jinhwan yang secara tiba-tiba, dalam hati ia bersorak senang walau ia harus menahan agar bibirnya tidak tersenyum.
Jinnie menggeleng, ia kemudian memasukan satu butir salju yang hinggap ditelapak tangannya. "Aku hanya ingin mencoba bagaimana rasanya salju".
Jinhwan terkekeh lalu secara tiba-tiba mendorong kursi roda Jinnie mengelilingi taman.
Jinhwan terus mendorong tanpa mengeluarkan sepatah katapun, membiarkan kesunyian diantara mereka yang mendominasi. Sekarang mereka sudah keluar dari kawasan taman rumah sakit, entah kemana Jinhwan membawa Jinnie, Jinnie hanya diam tanpa menanyakan kemana Jinhwan akan membawanya.
Sampai disebuah taman dengan pemandangan danau dengan air bening, ikan-ikan bermunculan didalam sana. Semilir angin disela-sela turunnya salju membuat para burung berkicauan dari sangkarnya diatas pohon.
"Ini dimana?"tanya Jinnie, menyadari bahwa ia tidak pernah pergi ketempat ini.
Jinhwan duduk diatas batu tepat disamping kursi roda Jinnie membuat mereka duduk berdampingan. Ia menoleh, pun Jinnie yang sedari tadi menatapnya meminta jawaban.
"Ini taman"
"Bukannya tadi juga taman?"tanya Jinnie bingung, memangnya dirumah sakit ini ada berapa taman?
Jinhwan terkekeh, mengacak surai panjang milik Jinnie. Diam-diam Jinhwan meringis ketika sadar, Jinnie mengenakan rambut palsu.
"Ini taman belakang, kalau tadi taman utama rumah sakit karena semua usia bisa kesana. Kalau disini, anak kecil dilarang main disini karena takut ada yang tenggelam"jelas Jinhwan.
Jinnie menatap beningnya air danau dengan ikan warna warni yang muncul kepermukaan.
Ia ingin seperti ikan itu, yang hidup bebas bersama kawannya, tanpa memikirkan beban hidup yang terus bertumpu pada pundaknya.
Kalau ia seekor ikan, apa ia akan bahagia sama seperti ikan-ikan itu?
"Noona?"panggil Jinhwan. Jinnie yang sedang menatap lurus kedepan pun menoleh, mendapati Jinhwan yang sedang menatapnya dalam-dalam.
"Ya?"
Tetiba Jinhwan memegang kedua tangan kurus Jinnie, menggenghamnya erat dengan mata memancarkan rasa bahagia, senang, sedih, kecewa, marah ah entah lah, terlalu banyak perasaan yang menggumpal dihatinya, tatapan matanya tak bisa menyiratkan apa yang ia rasakan.
"H-hey, kau kenapa?"Jennie panik ketika satu bulir air mata lolos membasahi pipi Jinhwan. Jinhwan menggeleng dengan cepat menyeka sudut matanya. "Kelilipan, hehe maaf"
Jinnie menatap Jinhwan kesal, pasalnya ia sudah sangat panik.
"Aku seorang artis"
"Ye?"bingung Jinnie.
"Aku seorang idol Noona, apa kau tidak membenciku?"tanya Jinhwan menatap lekat-lekat manik mata orang yang selama ini ia rindukan tanpa tahu rupanya selama ini.
Jinnie terdiam cukup lama, membuat keheningan kembali menghampiri mereka.
"Aku tidak membencimu, aku tidak membenci siapapun. Aku sebenarnya sedih bertemu denganmu"air mata Jinnie tak bisa dibendung lagi, sebisa mungkin ia menahan suara isakannya.
Jinhwan membawa Jinnie kedalam pelukannya, menenggelamkan wajah gadis itu didadanya sambil mengelus pundaknya yang ringkih itu.
"Menangislah untuk yang terakhir kali, esok hari Noona harus tersenyum karena kapan pun aku akan selalu disamping Noona"
Jinnie menggeleng, mendongakkan wajahnya menatap Jinhwan dengan air mata terus menetes dari sudut matanya. "Tidak, aku tidak mau kau selalu berada disampingku"
"Kenapa?"
"Karena aku akan---pergi"lanjutnya dalam hati.
"Akan apa?"
"Ah lupakan. Mmm, apa Alice sudah bahagia?"Jinnie mengalihkan pembicaraan, tiba-tiba ia teringat sahabatnya.
Jinhwan menelan ludahnya susah payah, ia bingung harus jujur atau berbohong pada Jinnie.
"D-dia, sudah bercerai dengan Chanyeol"jawab Jinhwan pada akhirnya.
Raut wajah Jinnie berubah murung, ia kembali menangis dalam diam membiarkan salju yang mengenai wajahnya menyatu dengan bulir air matanya.
"Sebenarnya, dulu aku adalah anak yang beruntung dengan segudang prestasi"
"Walau keluargaku miskin, kedua orang tuaku sangat menyayangiku dahulu"
Jinnie menatap kosong danau didepannya.
"Dan dalam sekejap keberuntunganku luruh lantah sirna begitu saja, aku tahu itu adalah nasib burukku mengingat semua yang datang tanpa diundang menimpaku"
Jinhwan meremas pundak Jinnie yang ia rangkul, mencoba menguatkan gadis itu agar tidak goyah. Walau sebenarnya ia ingin mengentikan aksi nostalgia Jinnie tentang masa kelamnya.
"Aku hanya mempunyai diary, dia yang selalu menemaniku disaat aku sesang terpuruk. Dan--diary itu menghantarkanku padamu, ternyata kau J yang ada dalam mimpiku. Apakah ini sebagian takdir? Apa takdir buruk atau takdir baik? Bisa kau jawab pertanyaanku yang satu itu?"
"Ini......"Tanpa mengubah posisi mereka, Jinhwan bersiap membuka mulutnya. Namun, suara Jinnie kembali lagi terdengar membuat Jinhwan mengurungkan niatnya, ia menatap Jinnie bingung.
"Takdir buruk"
"Tidak Noona, ini bukan takdir buruk!"
"Maaf Jinhwan, kemarin aku sempat mengusirmu. Aku amat sangat menghargaimu, aku juga sangat bahagia bisa bertemu dengan orang yang selalu aku nanti walau aku tak tahu siapa dirimu, tapi diluar hal itu, aku..."
Jinhwan pikir Jinnie tertidur dengan posisi bersandar padanya. Hingga akhirnya ia sadar, tak ada hembusan nafas yang keluar dari hidung maupun mulut Jinnie.
Tidak, Jinhwan tidak panik. Ia menggendong tubuh Jinnie secara perlahan dengan tatapan kosong penuh luka.
"Apa ini maksudmu takdir buruk?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.